Mohon tunggu...
Rama Yanti
Rama Yanti Mohon Tunggu... Human Resources - Profesional dan penulis

Perduli terhadap kemanusiaan. Selalu ingin berbuat baik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi-Ma'ruf Bisa Kalah Kalau Seperti Ini

19 Agustus 2018   15:56 Diperbarui: 19 Agustus 2018   16:56 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengikuti dan mengamati perkembangan media sosial (medsos) dari menit ke menit, jam ke jam dan hari ke hari, Jokowi-Ma'ruf terlihat kalah.

Berikutnya, tentunya dari minggu ke minggu dan dari bulan ke bulan. Dari trennya, sepertinya, condong ke kalah. 

Mengapa demikian? Dalam pengamatan saya dari sisi psikologi dan komunikasi, sesuai pengetahuan akademik saya, para pendukung atau mungkin 'mesin' yang dibangun oleh Prabowo-Sandiaga sangat pandai memengaruhi massa di medsos. 

Hal seperti itu, tidak terlalu kentara pada pendukung Jokowi-Ma'ruf, atau memang belum membangun sebuah mesin. Kalau memang belum, segeralah bangun dan jangan tidur terlalu lama. Kata orang Medan, "Lawan sudah meledak-meletup, di sini masih selimutan."

Medan tempur politik di era digital saat ini adalah dunia digital juga, yang salah satunya bernama international network (internet, begitu singkatannya). Nah bagian dari internet itu, ada yang bernama medsos.

Di dalam medsos itu ada beberapa nama kelempok seperti Facebook, Twitter, Instagram dll. Di dalamnya lagi, khususnya Facebook, ada grup dan individu. Untuk grup dikelola oleh admin dan individu ya dikelola oleh masing-masing individu (ada juga individu yang dikelola oleh admin). 

Besar tidaknya sebuah grup ditandai oleh jumlah anggota yang aktif. Bila ada grup yang anggotanya banyak tetapi pasif, itu adalah anggota palsu. Anggota seperti itu kerap diperdagangkan. Begitu juga individu, ada yg aktif dan juga juga yang pasif. Individu aktif biasanya memiliki banyak pollower atau pengikut dan teman.

Bila ada individu pasif tapi memiliki banyak teman atau pengikut maka bisa dipastikan itu adalah pengikut palsu. Karena memang ada yang jual teman atau pengikut. Tokoh atau orang terkenal, umumnya memiliki banyak pengikut atau teman.

Contoh di Twitter, akun Ganjar Pranowo dengan nama @ganjarpranowo dengan tanda centang (terverifikasi) artinya tidak diragukan keasliannya, dengan pengikut 1 juta. Dapat dipastikan itu adalah pengikut sebenarnya atau bukan pengikut paslu. 

Karena antara pemilik akun dan pengikutnya terlihat interaktif saling sahut menyahut. Soal kemungkinan akun itu dikelola oleh admin (orang lain) atau langsung oleh Ganjar Pranowo, saya tidak tahu.

Di Facebook, grup pro Jokowi, salah satunya bernama Jokowi Presidenku. Sedangkan grup anti Jokowi, salah satunya bernama Saracen & MCA Bersatu. Di grup Saracen & MCA Bersatu awalnya berisi kalimat-kalimat menyerang Jokowi, mulai dari kebijakan, pekerjaan hingga hal-hal pribadi, kini grup ini menjadi pro Prabowo-Sandiaga.

Karakter kedua grup itu sama: memuji dan menyerang. Tetapi grup Saracen & MCA Bersatu terlihat lebih agresif. Mereka agresif membela dan 'memasarkan' Prabowo-Sandiaga dan agresif menyerang, menjatuhkan serta mengecilkan Jokowi-Ma'ruf. Mereka juga agresif memasukkan orang-orang di Facebook ke dalam grup itu.

Saat ini, grup Jokowi Presidenku memiliki 539.818 anggota dengan 10 admin+moderator. Sedangkan grup Saracen & MCA Bersatu memiliki anggota 708.344.

Dari diskusi-diskusi di dalam kedua grup itu, ada yang menggunakan bahasa kasar dan banyak juga yang bertutur kata dengan tata krama yang baik. Tetapi kemampuan mempengaruhi orang lain, sangat terlihat pada grup Saracen & MCA Bersatu. Sementara di grup Jokowi Presidenku hanya normatif.

Di luar grup, dari kelompok personal, terlihat pendukung Prabowo-Sandiaga sangat masif di ketiga medsos. Ambil contoh di Twitter, mereka sangat aktif dan jumlahnya banyak. Sementara dari Jokowi-Ma'ruf tidak terlalu kelihatan, dari sembilan parpol pendukungnya hanya terlihat dua orang dari dua parpol, yaitu Rohamurmuziy dari PPP dan Pramono Anung dari PDIP.

Secara psikologi, warga medsos merasa disentuh dan disambangi secara beramai-ramai oleh 'mesin' Prabowo-Sandiaga, sementara dari 'mesin' Jokowi cuma terlihat oleh dua orang tersebut, itu minimal di akun saya, baik berupa twit langsung atau re-twit.

Banyak yang lainnya, tetapi sebatas mengkampanyekan dirinya sendiri atau hanya mengkampanyekan kegiatan parpolnya masing-masing.

Di medsos, medan tempur sesungguhnya adalah di Facebook (FB). Berbeda dengan medsos lainnya, di sini seseorang bisa membangun sebuah grup dengan jumlah anggota sebanyak-banyaknya. Anggota dapat dimasukkan tanpa sepengetahuan pemilik akun, juga bisa diundang. Dan yang ingin menjadi anggota, bisa mengajukan permohonan, untuk disetujui oleh admin.

Anggota grup bisa memposting kalimat, foto dan video untuk dibahas. Grup tanpa moderator, bisa langsung muncul segala hal yang di-posting, sementara grup yang memiliki moderator/admin, maka posting akan muncul setelah disetujui.

Di grup FB, ibarat seseorang membangun sebuah kota, dengan penduduknya dari segala macam manusia. Di kota itu, kita bisa menerangi siapa saja yang kita tidak sukai. Atau sebaliknya bisa merangkul siapa pun yang kita sukai.

Lalu bagaimana dengan grup pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin dan pendukung Prabowo-Sandiaga?

Kembali saya ambil contoh dua grup yang lumayan heboh: Jokowi Presidenku dan Saracen & MCA Bersatu. Anggota kedua grup ini bisa siapa saja. Bahkan satu orang yang sama dengan nama atau akun yang sama bisa bersamaan menjadi anggota kedua grup itu.

Cuma perbedaannya, grup Jokowi Presidenku bisa menampilkan postingan yang memuji dan menghujat Jokowi dan yang memuji dan menghujat Prabowo-Sandiaga. Sementara di grup Saracen & MCA Bersatu hanya menampilkan postingan yang memuji Prabowo-Sandiaga dan menghujat Jokowi.

Dan gilanya lagi beberapa pendukung Jokowi, akunnya dibajak. Lalu oleh pembajaknya, akun itu berubah menjadi penghujat Jokowi. Dengan demikian, kesan yang dibangun adalah, hati pendukung Jokowi sudah direbut menjadi pendukung Prabowo-Sandiaga. Dengan harapan akan menjadi bola salju yang semakin lama semakin membesar.

Sementara di luar dunia maya, seperti yang terlihat sehari-hari, gerakan #2019GANTIPRESIDEN terus merangsek tanpa bisa diimbangi oleh gerakan #2019TETAPJOKOWI. Dua orang penggeraknya, Mardani Ali Sera dan Neno Warisman terus bergerak kesana kemari seperti angin membawa tagar itu, tidak peduli dihalangi atau tidak. 

Di pihak pendukung Jokowi tidak terlihat tampil tokoh militan seperti itu. Yang dimunculkan adalah figur yang akan mencounter serangan terhadap Jokowi-Ma'ruf sebagai pertahanan agar citra pemerintahan Jokowi tetap bagus. Padahal dalam situasi  seperti ini, pertahanan yang bagus adalah menyerang. Sekuat apapun tembok, bila dipukul setiap hari, pasti runtuh juga.

Bila begini caranya, Jokowi-Ma'ruf bisa kalah, minimal di medsos. Padahal dari sisi Jokowi-Ma'ruf sangat banyak yang bisa 'dijual', tinggal kepandaian dan kemauan memasarkannya. 

Ingat, psikologi massa adalah sekelompok orang bisa memancing orang lain untuk ikut berkumpul. Bukan tidak mungkin, kondisi di dunia maya muncul di dunia nyata. Karena sesungguhnya dunia maya dan dunia nyata adalah sebuah kenyataan.

Oleh Ramayanti Alfian Rusid S.PSi, MM.Kom

*Penulis adalah pengamat sosial politik, dan parapsikologi, tinggal di Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun