Oleh : Ramayanti Alfian Rusid S.PSi, MM.Kom
Birahi politik Susilo  Bambang Yudhoyono (SBY) atau hasratnya untuk kekuasaan masih membuncah, bergejolak, dan menggelegar, seperti orang yang masih berangan-angan meraih kekuasaan tertinggi.
Rasa seperti masih berkuasa, ingin tetap berkuasa, dan selalu ingin dihormati seperti itu, di dalam ilmu psikologi disebut sebagai Post Power Syndrome (PPS). Dalam uraiannya atau turunan penjelasannya, PPS adalah sejenis gangguan kejiwaan.Â
PPS adalah suatu gejala yang terjadi dimana si penderita tenggelam dan hidup di dalam bayang-bayang kehebatan, keberhasilan masa lalunya sehingga cenderung sulit menerima keadaan yang terjadi sekarang. Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati pensiun. Selalu ingin mengungkapkan betapa begitu bangga akan masa lalunya yang dilaluinya dengan jerih payah yang luar biasa.
Beberapa cirinya, Kehilangan harga diri, hilangnya jabatan menyebabkan hilangnya perasaan atas pengakuan diri. Kehilangan fungsi eksekutif, fungsi yang memberikan kebanggaan diri. Kehilangan perasaan sebagai orang yang memiliki arti dalam kelompok tertentu.Â
Gejala-gejala individu yang mengalami post power syndrome adalah, gejala fisik: tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah dan sakit-sakitan.Â
Gejala emosi: mudah tersinggung, pemurung, senang menarik diri dari pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi dan tak suka dibantah.Â
Gejala perilaku: pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah maupun di tempat umum.
Pada beberapa kasus, post power syndrome yang berat diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak bisa berpikir rasional dalam jangka waktu tertentu, depresi yang berat, atau pada karakter kepribadian introvert.
Gangguan PPS bisa diatasi dengan langkah preventif. Misalnya pengembangan pola hidup yang positif, memberikan energi positif pada pemikiran seseorang, sehingga memiliki kecenderungan untuk tidak terpuruk dalam permasalahannya.Â
Juga dengan langkah perseveratif, dapat dilakukan dengan membuka diri pada ajakan untuk membuka kesempatan aktualisasi diri. Dengan memiliki banyak pengalaman, seseorang akan memiliki wawasan yang luas dalam berpikir. Sehingga hilangnya pekerjaan tidak menjadi hal yang mematikan semangat hidup seseorang.Â