Perkenalkan saya Rama, saya ingin berbagi pengalaman saya selama merantau di Bali, selama jadi mahasiswa S1 di medan, saya  suka hunting beasiswa di kampus, dan syukurnya saya pernah dapat beberapa kali, beasiswa dari  kampus dan dari luar kampus juga dari perusahaan swasta,  sebelumnya saya memang ada prinsip atau berniat sekali sebelum tamat S1, saya harus ada usaha, supaya sembari mencari pekerjaan, saya juga ada pemasukan, karena kalau sudah tamat, orangtua tidak membiayai lagi. Di semester akhir kuliah S1, saya dapat  beasiswa dari perusahaan swasta,  beasiswa ini saya gunakan buat usaha jus. Jualan saya ini lokasinya strategis di simpang sumber dekat kampus, selain itu dosen saya juga mau bantu promisiin atau bantu jualin jus  saya ke teman komunitasnya di gereja dan kalau ada bazar dikampus, dosen saya memberikan satu slot lapak gratis, jadi saya bisa buka jualan jus saya di acara bazar tersebut. Setelah berjalan beberapa bulan berjalan, teman senior saya di kampus mengajak saya ikut program  S2 ke Bali, dimana ini adalah program kerja sama antar kampus. Program S2nya adalah pihak kampus di Bali akan memfasilitasi memberikan pekerjaan kepada calon mahasiswa yang akan terpilih nanti, jadi hasil gaji itu nanti yang akan menjadi biaya yang digunakan untuk biaya kuliah S2 kami nanti di Bali. Wah lumayan juga pikirku, kesempatan baik buatku, berkesempatan bisa kerja sambil kuliah dan liburan di Bali dua tahun ini.  Tapi disatu sisi ada pertimbangan juga, masa saya harus tinggalin semuanya, usaha saya baru berjalan, skripsi saya  belum selesai dan belum lagi ada pacar saya harus ldr an. Namun, pacar saya mendukung,  ini kesempatan baik buat mu dan dua tahun itu tidak  terasa nanti, sebentar saja kok, ujar dia. Sebelumnya saya memang pengen sekali ada niat lanjut S2, tapi harus beasiswa, karena kalau tidak beasiswa, biayanya pasti mahal. Kagetnya setelah saya diskusi ke papa, dia sangat mendukung, bahkan dia berusaha menyiapkan uang untuk modal berangkat nanti, sesungguhnya tidak tega melihat Bapak susah-susah cari uang hanya untuk saya, S1 saja sudah cukup sebenarnya, tapi karena dia sangat mendukung akhirnya saya bertekad sukses di Bali. Papa setuju dan setelah ajakan dari teman senior saya, saya fokus menyelesaikan skripsi dan akhirnya wisuda di bulan agustus.Â
 Dua minggu setalah wisuda S1. Saya urus berkas yang akan dibawa dan registrasi ke dosen yang memberangkatkan kami , dan kami juga mengikutu pembekalan selama 3 hari yang dimana dikenakan biaya juga , setelah selesai pembekalan, pihak kampus juga menginformasikan untuk menyiapkan pembayaran uang kuliah di awal, ditanggung sendiri, serta tiket pesawat, dan modal buat hidup sebelum dapat gaji pertama disana. Akhir agustus kami sudah tiba di Bali, singkat cerita, ternyata tidak sesuai ekspektasi, kampus tidak menyediakan pekerjaan, bahkan cuek, dan kami harus cari sendiri pekerjaan dan syukurnya, uang cukup buat registrasi dan bayar matrikulasi dan masih sisa juga buat bayar uang semester di awal, dan untungnya kuliahnya bisa  di awal dulu, pembayaran di akhir, kalau uang sudah terkumpulkan.  Hal yang tidak mudah melaluinya, apalagi di Bali tidak ada angkot, motor tidak ada, karena kalau  kendaraan tidak ada  ga bisa kemana-mana, yang pasti jadi lambat bergerak. Saat itu keluarga dikampung pun tidak tahu keadaanku waktu itu, sudah hampir putus asa, tidak jadi  s2 pun ga papalah, hampir pulang ke medan, tapi pihak dosen di kampus Bali, tidak mengijinkan pulang dan memberikan saya sepeda motor, kerja yang baik, nabung selesaikan sekolahnya dulu baru pulang ke medan, ujar Bapak dosenku.Â
Masa sulit pun dimulai, Bekerja sambil kuliah rasanya seperti jual nyawa di pagi hari harus sudah berangkat kerja, pulang kerja langsung lanjut kuliah. Setiap libur kuliah pun, saya sempatkan untuk buat tugas kuliah . Kebetulan kerjaan saya dulu  tidak ada libur di weekend, apalagi kerjaanya selalu banyak yg mengharuskan lembur trus,  saat itu sempet kecelakaan juga, hampir sebulan kaki bengkak tidak bisa pakai sandal atau sepatu, setiap pulang kerja dijemput sama teman senior saya S2 bareng juga dengan saya. Musim sulit itu berjalan sekitar  1 tahunan, bisa dibilang gaji hanya cukup buat bekal hidup. Kalau mencari pekerjaan lain, keadaan masih kuliah, apalagi tidak semua pekerjaan bisa kerja sama menyesuaikan waktu  dan  tim kerja yang bisa mengerti dengan jadwal kuliah saya di kampus.Â
Saat mata kuliah sudah mulai sedikit , saya pun mulai aktif mencari pekerjaan lain yang lebih baik, sambil saya masih bekerja di tempat lama, dan ternyata Tuhan tidak diam selama ini, Dia ikut bekerja, jalan terang pun terbuka, saya diterima di perusahaan swasta di bidang keuangan sebagai MT dan harus siap ditempatkan di seluruh Indonesia, saya tidak bisa ambil karena kuliah belum selesai, dan kebetulan devisi telemarketingnya sedang membutuhkan, akhirnya saya diterima menjadi telemarkketing. Musim pun berganti, kehidupan yang dulu sudah berbanding terbalik 180 berubah menjadi lebih baik. Saya bekerja disini, di luar gaji, ada sistem bonus juga, yang jumlahnya besar, sayang sekali baru memasuki bulan kedua dapat kabar dari kampung, Bapak saya sakit, dan saya pulang kampung untuk menjenguk, empat hari dikampung, empat hari juga saya tidak tidur, hal yang paling sulit selama hidup melihat orang tua tidak sehat seperti biasanya, keadaan lemah, nafas berbau darah, sesak trus, dan keadaan kurus dan pucat, dan selama empat hari bolak balik ke rumah sakit, kesana kemari cari oksigen, air mata menetes saat menulis di part ini.
Setelah empat hari dikampung, balik lagi ke Bali, dua minggu setelahnya, adik-adik menelpon kalau Bapak sudah tidak ada, saya yatim piatu. Syedihnya, baru mau bahagian Bapak, ajak jalan-jalan ke Bali, insentif pertama sembilan juta pun gag sempat dinikamati papa. Setelah pulang dari pemakanan papa waktu itu di bulan agustus yang dimana dua kali pulang kampung dalam satu bulan itu.  Meskipun berat seperti ini, tapi harus berserah, mungkin sudah jalannya, tugas dia sudah selesai di dunia ini dan sudah melakukan yang terbaik selama hidupnya, waktunya saya sekarang melakukan yang terbaik untuk kami. Hah seperti itulah kadang gak enaknya hidup ini. Cuman perlu tetap bersyukur, mungkin kalau saya masih bekerja di tempat yang dulu, mungkin saya tidak bisa melihat papa saya masih hidup walaupun dalam keadaan sakit untuk terakhir kalinya. Itulah tetap membuat hatiku  tetap menerima dan berserah. Â
Setelah menyandang yatim piatu, saya pun bertekad menyelesaikan S2 saya, dan hidup hati-hati dan semaksimal mungkin hidup saya tetap bisa ballance, meskipun papa tidak ada lagi. Saya bekerja serius, berusaha berkontribusi terbaik dan akhirnya, saya berhasil bekerja dengan baik di perusahaan ini, yaitu menjadi top sales dan bekesempatan meraih  menjadi the best telesales nasional seluruh Indonesia dengan hadiah 1 unit sepeda motor Scoopy merah. Berkat bekerja disini saya banyak belajar, membuat saya menjadi lebih baik, dan selain  gaji yang gedde, hampir tiga tahun bekerja di perusahaan ini, mendapatkan gaji  diatas dua digit tiap bulannya, akhirnya saya bisa menyelesaikan S2 saya juga dan bisa mencukupi semua kebutuhan saya dan adik saya di kampung, tanpa kekurangan apapun.Â
Jika dilihat awal-awal datang ke Bali, tidak ada keluarga sama sekali disini, semua serba new, tapi akhirnya bisa selesai juga. Tuhan sangat baik, melihat perjuangan setiap umatnya, pada saya sabar, ulet, fokus, berusaha yang terbaik selalu, akhirnya di bayarkan semuanya dengan yang saya raih sampai sejauh ini, selesai tepat pada waktunya. Setiap orang punya kesuksesannya masing-masing, dan saya sangat mengapresiasi pengalaman saya ini, sampai sekarang ini, Â ini adalah versi terbaik saya, dan sukses terbaik saya selama hidup. Hidup terus berjalan, kiranya yang terbaik selalu menghampiri kita. Sekian dan Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H