Ajang olahraga terbesar di Indonesia yang diselenggarakan dalam 4 tahun sekali yang mana mempertemukan atlet-atlet terbaik di setiap Provinsi dalam satu gelanggang. Pekan Olahraga Nasional (PON) kali ini dilaksanakan di dua Provinsi yaitu Aceh dan Sumatra Utara PON yang sudah diselenggarakan 21 kali ini mengambil maskot MATRA dan PO MEURAH.
MATRA sendiri adalah Harimau Sumatra. Sedangkan PO MEURAH adalah Gajah Putih yang mewakili simbol kekuatan, energik, serta kepemimpinan dalam penyelenggaraan PON. Masing - masing maskot ini mewakili wilayah Sumut dan Aceh.
Pada PON 2024 mempertandingkan sebanyak 65 cabang olahraga (Cabor). Dari 65 cabor yang di pertandingkan ada yang masuk dalam ajang Olimpiade dan beberapa cabor yang baru ekshibisi atau uji coba yang potensial untuk diselenggarakan.
Dari 65 cabor yang dipertandingkan yang paling banyak dinanti nantikan oleh seluruh rakyat Indonesia adalah cabor sepak bola pria, sepak bola Indonesia yang lagi naik-naiknya sehingga dalam penyelenggaraan PON kali ini dianggap banyak atlet-atlet muda yang dapat nantinya bisa mengisi lini pemain di Tim Nasional. Bahkan sepakbola di Indonesia bukan hanya sebatas olahraga yang merakyat dan terpopuler tetapi menjadi salah satu alat perjuangan kepentingan kebangsaan bagi MH Thamrin dan Soekarno dalam melihat sepakbola sebagai nationalisme based on mass dan dapat mewujudkan nation building.
Pada pertandingan cabor sepak bola pria yang mempertemukan tuan rumah Aceh melawan Sulawesi Tengah ini menjadi perhatian banyak publik, tidak hanya menunggu siapa yang akan masuk babak semifinal tapi menunggu atlet-atlet muda yang menampilkan bakatnya dalam sepak bola. Laga yang dilaksanakan pada Sabtu 15 september dipimpin oleh wasit utama Eko Agus Sugiharto dari Sumatera Selatan, wasit muda yang berumur 39 tahun ini telah mendapatkan lisensi A Nasional.
Di awal match pertandingan normal seperti pertandingan-pertandingan biasanya, pada menit ke-24 Sulteng mencetak gol dan unggul atas tuan rumah Aceh skor 1-0, mulai dari ini match kemudian menegang dan menimbulkan banyak keputusan -- keputusan wasit Eko yang kontroversial, laga ini kemudian memanas sampai pemain Sulteng tidak ingin melanjutkan lagi permainan.
Dari sejumlah fakta di lapangan keputusan -- keputusan wasit Eko dianggap memihak dan berat sebelah sehingga menguntungkan tun rumah Aceh, mulai dari mengeluarkan kartu merah hingga pemain Sulteng tersisa 8 orang dan tidak memberikan ganjaran bagi pemain Aceh yang melakukan pelanggaran di dalam lapangan, kepemimpinan wasit dalam laga ini kemudian memicu amarah pemain muda Sulteng sehingga terjadinya insiden benturan fisik antara pemain dan wasit.
Kepemimpinan wasit eko dalam laga ini kemudian memicu atas rusaknya sepakbola Indonesia hingga memecah nasionalisme bangsa Indonesia. Kepemimpinan wasit Eko ini tidak selaras dengan makna dan hakikat dari maskot PON Aceh-Sumut XXI, sepakbola Indonesia yang lagi bangkit-bangkitnya kemudian dirusak oleh wasit yang notabenenya sebagai pengadil dalam lapangan yang harus netral dan fair dalam mengambil keputusan. kepemimpinan wasit Eko ini kemudian merusak dan merugikan mental atlet-atlet muda dari Sul-Teng, atlet-atlet yang seharusnya disuport dalam berbagai hal sehingga bisa maksimal dalam berlaga tapi kemudian sirna atas keberpihakan wasit Eko.
Atas tindakan ini pihak-pihak yang berwenang mulai dari kepanitiaan PON, KEMENPORA dan PSSI harus turut hadir dalam mengevaluasi laga Aceh VS Sulteng. Mulai dari menyelidiki wasit Eko dalam pengaturan skor dan aktor-aktor yang terlibat lainnya, memulihkan mental atlet dari Sulteng. Jika terbukti Wasit Eko dalam pengaturan skor maka pihak yang berwenang harus memberikan hukuman yang seberat beratnya mencabut lisensi dari wasit Eko dan melarang untuk memimpin laga pertandingan mana pun. Dan menghukum seringan-ringannya pemain Sulteng yang telah melakukan benturan fisik terhadap wasit Eko, kita juga tidak bisa membenarkan tindakan pemain Sulteng, namun atas pertimbangan bahwa reaksi itu muncul dari akibat keputusan yang tidak fair, pemain muda yang masih memiliki darah panas (kelabilan dalam mengontrol emosi) harus banyak dibimbing.
Semoga saja masalah ini dapat cepat terselesaikan sehingga sepakbola Indonesia tetap terus berlayar dalam lautan yang penuh ombak dan gelombang besar persepakbolaan dunia, dan semoga ajang PON ini bisa melatih dan mensuport atlet-atlet muda di setiap Provinsi yang ada di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H