Mohon tunggu...
Rama Nugraha
Rama Nugraha Mohon Tunggu... -

Corporate Leadership Coach and CEO of Insight Power

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Prasangka dan Kepemimpinan

4 September 2012   04:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:56 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Wahai orang-orang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain…..” (49:12)

Salah seorang klien saya di perusahaan PMA pernah menanyakan kepada saya : “Pak, mengapa susah sekali saya mendidik bawahan saya yang satu ini? Orangnya suka ngebantah, terus kalau enggak tahu enggak pernah tanya, pokoknya enggak selesai saja pekerjaannya. Kalau diajarin diem, ditanya apa ada pertanyaan, jawabannya enggak. kalau disuruh buat, eh enggak bisa. Wah, payah deh pak!”. Pernahkah anda mengalami hal seperti ini sahabat?

Untuk menjawab pertanyaan seperti ini, saya menjawabnya dengan sebuah pertanyaan : “Lalu menurut bapak, apa bawahan bapak ini masih bisa di bina atau seharusnya dibinasakan?” dan beliau menjawab : “Sejak awal saya sudah tidak yakin, masuknya beliaupun karena kebijakan manajemen. Sudah sejak 6 bulan yang lalu saya sudah meminta dia diganti, namun HRD tidak menanggapi.” Saya hanya menjawab “Oh, pantes!”. Sang Manager inipun bingung menanggapi kesederhanaan tanggapan saya.

Sadarkah kita sahabat, bahwa sering dalam kehidupan ini kita bersikap subyektif? Memang subyektif merupakan sebuah hal yang alamiah, seperti ketika kita memilih teman, memilih pasangan, memilih partner bisnis, dan banyak pilihan-pilihan subyektif lainnya. Tidak ada yang salah dalam ke-subyektif-an, namun yang menjadi permasalahan disini adalah apakah kesubyektifan kita membunuh kesempatan orang lain atau tidak?

Ketika kita menyukai seseorang, maka apapun yang mereka ucapkan pasti merupakan sebuah kebenaran, atau minimal kita tidak mencurigainya sebagai sebuah kebohongan terlebih dahulu. Namun bagaimana bila yang berbicara adalah seseorang yang kita benci, tidak disukai, atau yang menurut kita, orang yang tidak bisa dipercaya? Apakah kita masih menganggapnya sebagai sebuah kebenaran dan minimal tidak mencurigainya terlebih dahulu? Meskipun terkadang yang diucapkannya sebuah kebenaran.

Inilah fenomena yang terjadi dalam kepemimpinan. Ada pemimpin yang sangat mampu mendidik siapapun yang diberikan kepadanya, namun ada juga pemimpin yang tebang pilih, tidak semua orang bisa dididiknya. Apa yang membedakannya?

Satu fakta yang saya temukan adalah bahwa pemimpin yang mampu melatih siapapun biasanya menggunakan basis prasangkaan 0 (nol) atau + (positif) terlebih dahulu ketika menghadapi setiap orang. Pelajaran ini saya dapatkan berdasarkan pengalaman pribadi saya melatih para pemimpin, manager, General Manager, Vice President, sampai dengan Director. Ketika saya berpikir bahwa orang yang saya latih tidak mampu, basis prasangka – (negatif), maka bisa dipastikan bahwa proses pelatihan (coaching)yang kita adakan biasanya tidak membuahkan sebuah hasil yang positif. Lain halnya ketika saya mendapati orang yang saya latih baik, basis prasangka 0 (nol) atau + (positif), maka dari target 6 bulan perubahan perilaku, hanya dalam 2 bulan telah terjadi perubahan yang signifikan dalam perubahan perilaku beliau.

Darisanalah saya menemukan, sebenarnya kesalahan bukan terletak pada orang yang kita latih, namun lebih kepada bagaimana kita sebagai seorang pemimpin melatih pengikut kita. Ketika pandangan kita negatif, kita cenderung memperlakukan pengikut kita secara negatif, menilai secara negatif, sehingga hal positif apapun tidak akan tampak. Tidak ada pengikut yang bekerja dengan baik bila dirinya selalu dianggap tidak mampu atau diragukan sebelum melakukan sesuatu. Mungkin anda akan mengatakan, “Saya memperlakukannya sama Pak dengan pengikut-pengikut yang lain”. Saya akan menjawabnya dengan sebuah pertanyaan “Apakah rasa percaya anda sama antara orang yang anda percayai dan yang tidak?”. Gerak tubuh anda akan selalu mengikuti isi hati anda. Inilah yang ditangkap oleh pengikut anda.

Jadi pada kesempatan ini, saya ingin mengajak, siapapun pengikut anda saat ini, kalibrasilah selalu prasangka anda terhadapnya. jadikan prasangka itu 0 (nol) atau + (positif), sehingga anda bisa menangkap kelebihan mereka dan lebih memahami cara mendidik mereka.

Berprasangka baik akan menciptakan kebaikan, dan prasangka buruk hanya akan menimbulkan keburukan. Dalam kehidupan, setiap hal dimulai dengan prasangka. Inilah yang setiap orang sebut dengan persepsi.

Semoga Bermanfaat

Rama S Nugraha. CEO of INSIGHT Power, Corporate Leadership Coach yang membantu perusahaan untuk memimpin dengan lebih produktif, Leadership Trainer, dan Pengarang Buku Bestseller “Jangan jadi PEMIMPIN sebelum BACA BUKU INI!”. Beliau dapat dihubungi melalui no +6221 4550 4990 atau email : insightpower@ymail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun