Mohon tunggu...
ramly amin simbolon
ramly amin simbolon Mohon Tunggu... -

Anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) periode 2009 - 2013, tinggal di Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pertanyaan Seputar Kebenaran Wiranto

26 Juni 2014   20:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:46 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PADA debat calon presiden babak kedua, antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo, sempat terjadi sesuatu yang  serius tapi menurut beberapa  kalangan cukup menggelikan. Pada satu sesi, Prabowo sempat bertanya balik kepada Joko Widodo alias Jokowi, apa arti atau kepanjangan dari TPID yang ditanyakan Capres dari PDIP itu, karena Prabowo mengaku tidak menguasai arti semua singkatan. Jokowi pun dengan cepat berujar: Tim Pengendali Inflasi Daerah.

Bagi sementara orang, tanya jawab kedua Capres itu bisa saja dilihat menggelikan, tak ubahnya permainan tebak-tebakan antara dua anak, yang terkadang arti dari singkatan yang dimaksudkan diterjemahkan semaunya, sesuai seleranya atau sekenanya.

Tetapi, apa pun, yang ingin kita kemukakan melalui rubrik ini adalah, arti pentingnya sebuah konteks dalam setiap permasalahan, termasuk kata dan istilah. Inilah yang ingin kita sampaikan terkait perdebatan seputar bocornya copy rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang melibatkan selain nama Prabowo sebagai satu-satunya figur yang dipersangkakan, juga Jenderal (Pur) Wiranto, mantan Panglima ABRI (kini TNI).

Usai memberi penjelasan kepada Komisioner Bawaslu,  Selasa (24/6), Wiranto  menegaskan, dirinya tak akan pernah mundur menyatakan kebenaran terkait keterlibatan Prabowo  dalam kasus penculikan aktivis pada 1998.  Kita sendiri, tak akan masuk kepada substansi masalah, demi menjaga sebuah asas yang maha penting  untuk dijunjung – terutama terkait kontes dua calon presiden saat ini –  apakah omongan Wiranto ini benar atau tidak, Prabowo terlibat atau tidak, dan kalau terlibat sejauhmana kadar keterlibatan itu, lalu apakah dengan demikian atasan  Prabowo  bisa oncang-oncang kaki lepas dari tuntutan tanggungjawab.

Yang ingin kita kemukakan melalui rubrik ini adalah, seberapa besarnya pun kebenaran Wiranto –  katakan 100 persen, bahkan 1000 persen –  tetap akan membuahkan tuduhan, bahwa mantan Menhankam itu telah bertindak tidak bijak. Justru buah yang tercipta dari kasus foto copy rekomendasi DKP ini – termasuk keberadaan DKP itu sendiri – pada akhirnya hanya membuahkan opini yang justru bisa merugikan Wiranto sebagai mantan Panglima ABRI.

Kita paham, Wiranto kini adalah seorang ketua umum parpol pendukung pencapresan Jokowi. Karenanya, tak bisa dihindarkan anggapan bahwa Wiranto tentu berkepentingan agar Capresnya menang. Tetapi, haruskah untuk mencapai menang itu, hal-hal lain tak perlu dipertimbangkan?

Bagaimana pun – berbeda dengan tokoh lain yang berasal dari lembaga sipil – Wiranto sebagai mantan Panglima ABRI tak bisa lepas dari tuntutan menjaga netralitas. Sebab, bagaimana opini orang terhadap Wiranto, sedikit banyak akan mempengaruhi opini masyarakat terhadap lembaga TNI yang dulu bernama ABRI itu. Hemat kita, di sinilah dituntut kebijakan dari seorang Wiranto, bahkan dari Jenderal-Jenderal lainnya.

Terkait dua Capres yang  sedang berkontes, walaupun para Jenderal itu punya hak dan bebas untuk berpihak, tapi  tetap  tak bisa melepas diri dari tuntutan kebijakan yang harus mereka perlihatkan. Kebenaran apa pun yang diungkapkan Wiranto, tak bisa dilepas dari konteks pertarungan dua Capres, apalagi  Wiranto bepihak kepada salah satunya.

Jika ada dua pihak yang sedang kontes, bahkan bertarung, orang bijak dituntut untuk tahan diri. Kebenaran apa pun yang diungkapkan, apabila dapat merugikan salah satu pihak, pada akhirnya si pengungkap kebenaran itu tetap akan dituduh  telah berpihak kepada yang diuntungkan.

Netralitas nampaknya memang menjadi  sebuah kata penuh makna yang  lebih mudah mengucapkan dari pada mempraktikkannya. Apalagi  dalam suasana  kampanye  pemilihan presiden saat ini.

Netralitas itu sempat diingatkan Presiden Susilo Bambang Yuhdoyono di depan sejumlah perwira TNI dan Polri awal pekan ini.  Beruntunglan Jenderal SBY yang bisa menahan diri. Kalau toh sebuah kebenaran perlu diungkap, lihat konteksnya, menguntungkan atau tidak. Toh pengungkapan sebuah  kebenaran bisa ditunda setelah kontes selesai.(ras)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun