Pendahuluan
Pajak memainkan peran penting dalam pembangunan Indonesia yang lebih maju dan merata. Pajak, yang merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang, tidak mendapat manfaat timbal langsung kecuali digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Kebijakan pajak akan mengikuti pentingnya pajak bagi pembangunan pemerintah. Tujuan dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, terutama oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), adalah untuk mendorong wajib pajak patuh untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Kepatuhan wajib pajak berarti tunduk atau patuh pada prinsip atau aturan. Wajib pajak yang patuh termasuk mematuhi dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan (Waluyo, 2013). Tingkat kepatuhan wajib pajak yang rendah atau minim menyebabkan pembayaran pajak yang tidak tepat waktu (Soemitro, 2011). Persepsi korupsi mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak. Dan keadilan pajak, karena wajib pajak akan cenderung patuh dalam membayar pajak apabila mengganggap sistem dalam pembayaran pajak aman dan pengelolaan pajak secara adil dan merata (Wahyuningratri, 2018). Faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar pajak seperti persepsi korupsi dan keadilan perpajakan yang dirasakan (Mardiasmo, 2013). Korupsi pajak merpakan suatu asumsi dari wajib pajak yang didapat dari informasi, sehingga mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Korupsi perpajakan ialah tindakan dengan tujuan memperkaya diri sendiri, merugikan pihak lain yang dilakukan oleh pegawai perpajakan (Rachmania, Astuti & Utami, 2016). Kasus korupsi pajak yang terjadi di Indonesia tidak dapat di pungkiri menjadi salah satu penyebab menurunnya kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajakan (Irawan, 2020). Penelitian (Irma; Chairul Amachi Tubagus; Amin Darra, 2019; Jessica Novia Susanto, 2013; Rachmania et al., 2016; Wibisono & Kusuma (2017) menjelaskan bahwa korupsi seseorang berpengaruh terhadap kepatuhan dalam melakukan pembayaran wajib pajak orang pribadi, semakin banyak pegawai pajak dan pemerintah yang korupsi semakin tinggi pula ketidakpercayaan wajib pajak terhadap manfaat pajak itu sendiri.
Apa itu Pajak? (What)
Pajak adalah salah satu pilar utama dalam kehidupan bernegara. Sebagai instrumen fiskal, pajak berfungsi untuk mendukung jalannya pemerintahan, menyediakan layanan publik, dan menciptakan keseimbangan sosial-ekonomi. Namun, pajak juga menghadirkan dilema antara kepentingan pribadi (res privata) dan kepentingan publik (res publica). Modul ini menguraikan bagaimana perpajakan di Indonesia dapat dipahami dari perspektif filosofis, historis, dan ekonomi untuk mencapai keadilan sosial.
Sejarah dan Ideologi Perpajakan di Indonesia
Indonesia sebagai negara republik didirikan dengan dasar pemikiran non-feodal dan demokratis. Sidang BPUKI yang berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945, yang dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedjodiningrat, menetapkan bentuk negara yang mengutamakan sistem pemerintahan berbasis demokrasi. Hal ini ditegaskan oleh tokoh-tokoh seperti Mohammad Yamin, Mohammad Hatta, dan Sutan Syahrir. Mereka mengadopsi ideologi yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945, yang menempatkan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan utama negara. Dalam konteks ini, pajak menjadi instrumen vital untuk mewujudkan cita-cita tersebut, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan keadilan sosial.
Sumpah Pemuda 1928 yang menyatukan semangat kebangsaan juga menjadi landasan penting dalam memahami filosofi pajak. Pajak bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi simbol solidaritas dan kontribusi individu terhadap pembangunan nasional. Indonesia disebut republik karena menempatkan kepentingan rakyat sebagai pusat pemerintahan, menghindari kekuasaan absolut dari segelintir elit. Dalam hal ini, perpajakan menjadi wujud konkret komitmen kolektif dalam mendukung keberlangsungan negara.
Dalam modul ini, res privata dan res publica menjadi konsep utama yang membedakan kepentingan individu dengan kepentingan kolektif. Res privata berfokus pada wilayah pribadi seperti rumah tangga (oikos-nomos), sementara res publica mengacu pada ruang publik yang melibatkan kebijakan pemerintah. Pajak berada di antara dua konsep ini sebagai alat untuk menjembatani kepentingan individu dan kolektif.
Keseimbangan ini didasarkan pada prinsip keadilan distributif, di mana negara mengumpulkan pajak dari setiap objek yang memiliki nilai ekonomi, kemudian mendistribusikannya secara adil untuk merawat ruang publik. Modul menekankan pentingnya modalitas, sistem, dan etika publik untuk mendorong kepatuhan pajak. Prinsip ini sejalan dengan gagasan Rousseau tentang volont generale (kehendak umum), yang menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan individu.