Konfik di laut cina selatan merupakan salah satu isu geopolitik yang kompleks di kawasan Asia Tenggara. Laut Cina Selatan menjadi salah satu wilayah yang diperebutkan karena menjadi wilayah strategis sebagai Sea Lines of Trade and Sea Lines of Communication yang menghubungkan dua samudera, yaitu Hindia dan Pasifik. Selain itu juga wilayah laut cina selatan menyimpan nilai ekonomis yang menjadikannya kaya akan sumber daya alam seperti perikanan, gas, energi, serta menjadi salah satu jalur pelayar internasional yang sangat penting (Sulistyani, et all, 2021). Beberapa negara di asia tenggara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Indonesia. Meskipun Indonesia sendiri tidak terlibat secara langsung terhadap konflik klaim teritorial di laut cina selatan, namun wilayah kedaulatan Indonesia seringkali terancam oleh konflik yang terjadi di laut cina selatan, khususnya di sekitar pulau natuna.
Sebagai bagian dari pulau-pulau terluar Indonesia, perairan Natuna yang terletak di utara Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan berbatasan dengan beberapa wilayah ZEE yang diklaim oleh Tiongkok sering menjadi pusat konflik. Dalam beberapa kasus, berdasarkan yurisdiksi maritim, pihak berwenang Indonesia telah menyita beberapa kapal penangkap ikan Tiongkok yang masuk secara ilegal ke dalam ZEE Indonesia (weatherbee, 2016). Klaim "Nine-Dash Line" China seringkali membuat kapal-kapalnya memasuki perairan yang diakui Indonesia sebagai wilayah ZEE-nya. Insiden-insiden ini tidak hanya menyebabkan ketegangan diplomatik, tetapi juga secara langsung mengancam kedaulatan Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia perlu melakukan "Penegakan Kedaulatan" yang mencakup strategi untuk memperkuat posisi militer di Natuna guna menjaga kedaulatan negara. Langkah-langkah yang diambil meliputi peningkatan konsentrasi kekuatan militer, termasuk dari Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Darat. Sebagai contoh, di Pulau Natuna terdapat satuan militer seperti Kodim 0318/Natuna, Batalyon Raider Khusus 136/Tuah Sakti, dan Batalyon Infanteri 1/Gardapati. Selain itu, ada unit Angkatan Darat di bawah Komando Resor Militer 033/Wira Pratama di Tanjung Pinang dan Komando Militer Bukit Barisan I di Medan. Langkah-langkah ini diambil untuk menghadapi tantangan keamanan di Laut China Selatan, khususnya terkait klaim wilayah Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna. Dengan memperkuat kekuatan militer di wilayah tersebut, Indonesia diharapkan dapat menegakkan kedaulatannya dan memberikan respons yang tegas terhadap pelanggaran oleh pihak asing, termasuk China. Upaya ini sejalan dengan tujuan Indonesia untuk mempertahankan posisinya sebagai negara non-klaiman di Laut China Selatan dan menjaga stabilitas keamanan regional (Halkis, 2022). Â
Dalam menghadapi konflik perbatasan di wilayah Pulau Natuna, Indonesia perlu menempuh berbagai strategi untuk mempertahankan kedaulatan. Salah satu langkah utamanya adalah memperkuat sistem pertahanan militer di daerah-daerah strategis yang rentan konflik, seperti di Laut Natuna. Selain itu, Indonesia juga perlu menjalankan diplomasi damai dengan memanfaatkan forum kerjasama ASEAN untuk menjalin kerja sama di berbagai bidang dengan negara-negara tetangga. Untuk memperkuat sistem pertahanan di daerah strategis seperti Laut Natuna, Indonesia disarankan untuk melakukan beberapa tindakan. Pertama, membangun pertahanan dengan menempatkan kapal patroli yang selalu siaga di wilayah Laut Natuna. Kedua, memperkuat peran TNI AL dalam diplomasi sebagai upaya menjaga kedaulatan. Selain itu, renovasi infrastruktur kelautan seperti pangkalan militer dan pelabuhan perlu dilakukan agar lebih efektif dan pengadaan peralatan pertahanan Badan Keamanan Laut (Bakamla) serta peningkatan teknologi pengelolaan sumber daya ikan di Laut Natuna juga penting untuk mencapai tujuan menjaga kedaulatan tersebut secara optimal (Chomariyah, 2021).
Selain dari peran militer yang perlu ditingkatkan, Indonesia juga perlu mempromiskan diplomasi damai dengan negara-negara tetangganya melalui kerja sama di berbagai bidang. Tujuan dari langkah ini adalah untuk memperkuat hubungan antar negara, mengurangi ketegangan dan konflik, serta meningkatkan stabilitas di kawasan. Negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Vietnam, dan lainnya, terlibat dalam kerja sama dengan Indonesia. Bidang-bidang yang menjadi fokus kerja sama ini meliputi politik, ekonomi, sosial, keamanan, dan budaya. Indonesia aktif melakukan diplomasi melalui berbagai forum regional, termasuk ASEAN dan forum-forum regional lainnya. Melalui pendekatan ini, Indonesia berharap dapat mengatasi konflik perbatasan dan meningkatkan stabilitas keamanan di Asia Tenggara, khususnya terkait dengan wilayah Laut Cina Selatan dan Laut Natuna (Chomariyah, 2021).
Maka dari itu dengan mengadopsi  berbagai strategi diplomatik dan peningkatan militer yang ditujukan untuk mempertahankan kedaulatannya di Laut Cina Selatan berguna untuk menjaga kedaulatan negara Indonesia. Salah satu bentuk strategi penting adalah dengan mengajak negara-negara ASEAN untuk melakukan patroli bersama, yang bertujuan meningkatkan pengawasan dan keamanan di kawasan tersebut. Selain itu, Indonesia aktif dalam negosiasi mengenai Code of Conduct, sebuah kesepakatan yang akan menjadi pedoman perilaku bagi negara-negara yang terlibat di Laut Cina Selatan, untuk mencegah konflik dan memastikan bahwa semua pihak mematuhi aturan internasional. Lebih lanjut, Indonesia terus mendorong dialog dan kerja sama multilateral sebagai cara untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut, menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan konflik melalui jalur diplomasi dan kerja sama internasional (Budiana, et all, 2019).
Conclusion
Konflik di Laut China Selatan menempatkan Indonesia dalam situasi yang kompleks. Di satu sisi, Indonesia harus mempertahankan kedaulatannya dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di kawasan tersebut. Namun di sisi lain, Indonesia juga perlu menghindari peningkatan ketegangan dan menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga. Pendekatan Indonesia mencerminkan keseimbangan antara upaya mempertahankan kedaulatan dan menjalankan diplomasi untuk mencapai penyelesaian damai. Strategi ini sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan luar negeri Indonesia yang menekankan pada penyelesaian konflik secara damai dan kerja sama regional. Namun demikian, solusi permanen untuk konflik ini belum juga terwujud. Dinamika politik dan geopolitik regional terus berubah, sehingga Indonesia perlu terus beradaptasi dan mencari strategi yang tepat untuk menjaga kedaulatannya di Laut China Selatan, khususnya untuk menjaga kedaulatan negara Indonesia di wilayan pulau natuna. Oleh karena itu sangat penting bagi Indonesia untuk terus membangun komunikasi dan kerja sama yang erat dengan negara-negara ASEAN dan komunitas internasional lainnya untuk menemukan solusi yang adil dan damai bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H