Buku Menggugat Indonesia Menggugat ditulis oleh Dr Syahganda Nainggolan saat dirinya mendekam dibalik jeruji. Peristiwa sama pada zaman dahulu dirasakan oleh founding father kita Ir Soekarno presiden pertama Indonesia, yang menulis pledoinya dibalik jeruji. Yang kita kenal hari ini dengan manuskripnya Indonesia menggugat.
Persamaan itulah yang menjadi alasan penulis memberikan judul yang sama dengan judul pembelaan Soekarno dalam sidang Landraad di Kota Bandung tahun 1930.
Selain dari kesamaan lokasi penulisan yakni di penjara, juga adanya persamaan kejadian yaitu adanya rasa semangat yang tinggi menolak anti kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme dikalangan rakyat.
Dr Syahganda Nainggolan menolak pengesahan RUU Omnibuslaw, Ciptaker pada media di bulan Oktober 2020.
Menurut Dr Syahganda Nainggolan tulisan dalam buku ini merupakan salah satu bentuk keresahannya dan kegelisahannya terhadap buruh, serta kekhawatiran terhadap berkembangnya kolonialisme di Indonesia.
Namun apalah daya, perjuangan tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan, Dr Syahganda Nainggolan yang merupakan deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini berujung dijebloskan kedalam penjara dan ditetapkan hukuman 10 tahun penjara.
Selain dari itu pula, didalam buku Menggugat Indonesia Menggugat saya menemukan sebuah arti kata yang sangat luar biasa, yaitu kata "Intelektual" yang biasanya kita artikan sebagai kaum yang terpelajar, yang berpendidikan dan mencintai pengetahuan, namun beda halnya dengan yang diartikan didalam buku ini. Menurut Syahganda Intelektual adalah ia yang selalu berusaha menemukan penyebab atas problematik kehidupan masyarakat dan mengajukan solusi atas problem tersebut.
Orang yang berintelektual tidak hanya ia memahami masalah yang ada namun ia sebagai garda terdepan mencari jawaban untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Ia yang merasa dirinya berintelektual tidak hanya sebatas "apa yang kamu tahu" namun "apa yang akan kamu lakukan" artinya dituntut untuk melakukan suatu aksi (tindakan)
Seperti yang disampaikan oleh Marx bahwa yang dibutuhkan adalah pikirian yang bermuara pada aksi untuk mengubah dunia bukan hanya sekedar mendeskripsikan masalah.