Proses Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, seperti yang disebutkan di dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).Â
UU SPPA secara substansial telah mengatur secara tegas mengenai restorative justice dan diversi yang dimaksudkan untuk menghindarkananak dari proses peradilan, atau istilah mudahnya menjauhkan anak dari hukuman penjara, karena mengingat anak masih harus melanjutkan studinya, dimana hasil studinya tersebut menjadi bekal bagi anak untuk membangun negeri ini, Â sehingga dengan diberikan diversi dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosialnya tanpa adanya diskriminasi.Â
Diversi secara tegas disebutkan di dalam Pasal 5 ayat 3 bahwa dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) wajib diupayakan diversi. Pasal 8 ayat (1) UU SPPA juga telah mengatur bahwa proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif .
Pemberian Diversi tentunya tidak diberikan secara mudah kepada seluruh Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH), hanya ABH yang memenuhi kriteria persyaratan untuk diupayakan diversi, diantaranya bukan merupakan tindakan residivis dan ancaman pidana penjaranya dibawah 7 (tujuh) tahun. Adapun tahapan musyawarah diversi, dimana fasilitor yang ditunjuk Ketua Pengadilan wajib memberikan kesempatan kepada :
- Anak untuk didengar keterangan perihal dakwaan
- Orang tua/Wali untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan
- Korban/Anak Korban/Orang tua/Wali untuk memberikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan.
Fasilitator diversi dapat memanggil perwakilan masyarakat maupun pihak lain untuk memberikan informasi untuk mendukung penyelesaian dan/atau dapat melakukan pertemuan terpisah (Kaukus). Kaukus adalah pertemuan terpisah antara Fasilitator Diversi dengan salah satu pihak yang diketahui oleh pihak lainnya
- Mencapai perdamaian antara korban dan anak
- Menyelesaikan perkara anak di luar proses pengadilan
- Menghindarkan anak dari proses perampasan kemerdekaan
- Mendorong anak untuk berpartisipasi
- Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Itulah mengapa anak dalam proses peradilan harus berdasarkan undang-undang tersendiri, yaitu pada Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan sebisa mungkin anak tidak dimasukkan ke penjara, untuk itu dilakukan proses diversi, karena anak yang melakukan kesalahan atau berbuat kejahatan dibawah umur perlu bimbingan orangtua. Oleh karena itu pihak penyidik atau yang bersangkutan sebisa mungkin untuk mengembalikan anak kepada orangtuanya, namun semua itu tergantung terpenuhi atau tidaknya dari persyaratan yang telah tercantum di UU SPPA.Â
Restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata cara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.Â
Jadi, di proses Restorative Justice yang saat ini diberlakukan di Indonesia, lebih menjunjung Hak Asasi Manusia tiap pelaku kejahatan maupun korban kejahatan, dilakukan proses mediasi atau pendekatan kepada kedua belah pihak, tujuannya untuk lebih mengerti akar dari masalah dan sebab-sebab melakukan kejahatan dari perspektif pelaku, serta dengan mendengarkan pengakuannya, untuk perspektif pandang korban, mengetahui kondisi terkini dan mungkin mengetahui kesaksian korban yang tidak menutup kemungkinan menjadi saksi dari tindakan kejahatan tersebut.
Implementasi Restorative Justice dan Diversi di Indonesia adalah kasus-kasus anak yang berhadapan dengan hukum, harus mempertimbangkan prinsip terbaik bagi anak, dan proses penghukuman dengan cara memasukkan anak ke penjara adalah jalan terakhir.Â
Bentuk penanganan di luar peradilan dapat diselesaikan melalui proses diversi untuk mencapai keadilan restoratif. Maksudnya, hak-hak anak seperti pendidikan dan pelatihan tidak terabaikan, sehingga pada proses diversi dapat terlaksana dengan baik. Jika diikuti dengan upaya menciptakan sistem peradilan yang kondusif, diversi dapat dideskripsikan sebagai sistem, dimana fasilitator mengatur proses penyelesaian pihak-pihak yang bertikai untuk penyelesaian yang memuaskan keadilan yang restoratif.Â
Biasanya dalam mewujudkan hal ini diadakan musyawarah untuk mencapai mufakat sesuai dengan pancasila, yang merupakan wujud nyata dalam kehidupan. Contoh yang dapat diambil, dalam proses sistem peradilan pidana pelaku kejahatan bisa untuk bebas sebelum dimasukkan ke penjara, dengan cara membuktikan di pengadilan bahwa memang benar-benar tidak bersalah, serta menerapkan diversi pada anak, yang lebih menekankan hak kepada pelaku atau korban. Intinya, setelah diberikan diversi anak mendapatkan pembelajaran moral, partisipasi, perhatian masyarakat, rasa memaafkan, tanggung jawab, dan membuat perubahan, yang semuanya itu merupakan pedoman bagi proses restorasi dalam perspektif keadilan restoratif.