Pengen tahu, kenapa mata uang rupiah kalah dibanding mata uang asing? Kelihatannya bagi masyarakat awam, persoalan tersebut cukup sulit dimengerti.
Sederhananya, mata uang asing lebih besar nilainya, akibat bangsa kita suka main import daripada ekspor. Pasalnya, bahan baku kita ekspor, sebaliknya bahan jadi kita impor.
Jujur aja, yah! Saya agak risih, bila pemerintah kita jalin kerjasama dibidang perdagangan yang sasaran utamanya, yakni impor dari luar.
Memang, inovasi kita masih kalah jauh dengan negara-negara maju pada umumnya. Namun, produk kita khususnya, jauh lebih baik. Dan banyak peminatnya.
Kembali soal diatas. Naiknya nilai tukar dolar atas rupiah, disebabkan banyak hal. Salah satunya tingkat familiar kita atas salah satu produk merek luar. Mulai dari asesoris, hingga kebutuhan dasar.
Sejak tahun 2012, tingkat konsumtif naik secara terus menerus. Paling utamanya ada pada barang konsumsi. Ternyata, untuk makan dan minum saja, kita impor.
Berdasarkan data statistik kementerian perdagangan tahun 2016-2020, jumlah impor kita untuk barang konsumsi trendingnya mencapai 1.74 persen.
Dari bulan Januari 2020 hingga bulan Februari 2021 saja sudah mencapai 2.89 persen perubahannya. Dengan kata lain, peranan impor itu terjadi di tahun 2020 yang naik sebesar 1.15 persen.
Bayangkan saja bila jumlah secara keseluruhan dirupiahkan, jumlahnya tidak sedikit yang kita habiskan untuk beli barang impor.
Percepatan pemulihan ekonomi nasional yang diupayakan pemerintah, dirasa masih kurang.
Memang tidak mudah mengupayakan kita untuk mengurangi kebiasaan impor. Kesadaran masyarakat Indonesia akan penggunaan barang impor sangat tinggi, menjadi penentu terjadinya familiaritas.