Mohon tunggu...
Ramadianto Machmud
Ramadianto Machmud Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism

Email: ramadianto.machmud@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Strata Tiga (S-3)

8 Desember 2019   09:18 Diperbarui: 8 Desember 2019   10:12 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(eye, teeth, hearing) idainstitute.com

Semalam, saya bersama kedua teman memutuskan berkunjung ke rumah kos-kosan salah satu dari mereka. Jaraknya hanya sekitar 800 m dari kampus mereka. Waktu yang diperlukan tidak kurang dari 10 menit perjalanan, dan akhirnya kami pun tiba di lokasi yang dituju.

Tidak lama kemudian, sekitar 15 menit lamanya kami berada di ruangan kamar yang berukuran luas 3x3 m sambil bercerita, berdiskusi, dan tertawa pula. Tiba-tiba pemilik rumah kos-kosan (yang memiliki 30 kamar) tersebut mendatangi kami, sontak melemparkan beberapa pertanyaan, Kuliah dimana, dek? Asalnya darimana? Kedua temanku ini pun saling bergantian menjawabnya.

Setelah mendengar jawaban dari mereka berdua, si pemilik kos-kosan menggelitik kuping kami bertiga dengan pertanyaan "Can you speak english?", sambil terkejut kami bertiga serentak menggelengkan kepala, bukannya kagum, tapi tanda tak bisa menjawab. Kemudian ia melanjutkan kisahnya...

Beberapa saat ia bercerita tentang masa mudanya, begitu rumit, kegigihan terpancar dari wajahnya saat mengenangnya, dan kami pun serasa hadir dijaman itu. Sungguh mengharukan bercampur bangga, walaupun sedikit menggelitik. Akhirnya ia pun puas dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Dan semua pun dibuatnya berhasil.

Diakhir cerita ia pun berpesan kepada kami bertiga, jangan sampai mengalami penurunan kecerdasan hingga merasakan dampak negatif dari S-3. Maksudnya apa itu? Lanjutnya. Ia pun menjelaskan dengan detail. Jangan menjadi: Sarjana yang siap dihajar, 2) Sarjana yang siap ditampar, 3) Sarjana yang siap menganggur.

Kami pun terkejut, sambil melemparkan pandangan dan terus tertawa lepas, tanpa melupakan esensi nasehat yang beliau berikan.

Tak terasa waktu pun cepat berlalu. Tepat pukul 00.00 wita, kita pun bubar. Saya pun pamit pulang kepada kedua temanku itu bersama pemilik kos-kosan. Senyum kecil terus menggiringku keluar dari pelataran rumah itu. Tanpa sadar ku mulai bergumam di bibir, sambil berkata dalam hati dan mulai berfikir, "Ini merupakan pukulan telak dari seorang pensiunan pertamina yang memiliki latar belakang pendidikan SMP kelas 1, yang saat ini berusia 77 tahun." pikirku. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun