Mohon tunggu...
Rama
Rama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis merupakan pengamat sastra dari pulau Ra'as

penulis suka mengamati kedaan sosial dengan satir-satir sastra. dari prihal cinta, hukum, politik, pemerintahan, lebih-lebih terhadap realitas panggung kehidupan yang mulai fana.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Keras Kepala

26 Agustus 2023   16:16 Diperbarui: 26 Agustus 2023   17:00 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Tidak usah kujelaskan bagaimana meniduri sebuah kehampaan, nyatanya kau benar-benar tega membiarkan semuanya, ketidak pedulian adalah sikap baru  setelah tiba kehancuran diantara kita, dan seolah kita tidak pernah menukar canda, bagiku tidak apa-apa jika harus menghadapi kepergian, dan aku harus membersarkan hati untuk menghadapi hal paling menyakitkan, tetapi jangan menuduh seolah pisah hanya karena diriku seorang, aku hanya ingin kembali memperbaiki kehancuran dengan cara-cara baik walau sebetulnya air mata tak henti-hentinya menyaksikan apa yang telah terjadi

Kita memang bebeda dari awal, segalanya harus tentang bagaimana dirimu yang menentukan, sementara diriku, pelan-pelan harus menerima kemudian bejalar mengelus dada, meski terkadang berpura-berpura untuk tetap berada disampingmu lebih lama, kau menang tidak mau mengalah, kau benar-benar keras kepala, sementara diriku harus menghamba pada cinta

cinta mengajarkan diriku untuk tidak menyakiti, sebab cinta dilahirkan bukan untuk memusnahkan hal-hal baik, ia tumbuh dari sesuatu paling suci, dan hanya kepada dirimu pelan-pelan telah kucoba sebaik mungkin, nyatanya memang kau memilih untuk tidak melihat apa yang telah kuberi dan memilih pergi seolah semunya tidak berarti

Perbedaan persepsi memang ada, dan bukan berarti dari perbedaan itu kita harus memilih pisah, tidak bukan begitu, seringkali aku mengajak untuk membicarakan tentang pilihan hingga manarik sebuah satu jalan untuk membina kita di masa depan,  namun yang terjadi hanya sebuah kata gusar dan membuat kita saling menyalahkan

Kita memang berbeda dari awal, keras kepala salah satu pedang dari sikap-sikap yang kau pendam, entah apa tujuanmu, segalanya dipukul dan dipikul untuk menjelaskan bahwa tidak bedanya diriku dengan kekasih lamanya, dengan sangat sadar, kau telah lupa bahwa semua terjadi lantaran dirimu yang tidak mau menerima dari segenap pilihan orang lain, dan bagaimana mungkin, jika satu kisah hanya di aktori satu manusia saja, sementara ini sebuah hubungan harus ada campur tangan agar tidak melanda dusta yang sangat menyakitan, dan ini terjadi kapada kita,  kita telah menjalani semuanya hingga berakhir dan memilih berpisah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun