Mohon tunggu...
Ramadhan Try Yudhanto
Ramadhan Try Yudhanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menyukai dan tertarik dengan hal terkait olahraga, sosial-politik dan gaya hidup

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Sudahkah Perusahaan Memenuhi Hak Pekerja Perempuan?

28 April 2023   13:38 Diperbarui: 28 April 2023   13:39 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pekerja perempuan memenuhi 40% dari kuota pekerja di Indonesia, para perempuan seringkali mendapatkan diskriminasi dan eksploitasi dalam lingkungan bekerja mereka. Selain itu para pekerja perempuan seringkali dihadapkan dengan peran ganda dan rawan terhadap bahaya ditempat kerja.

Mengutip dari Labor Institute Indonesia, ada tiga permasalahan yang masih dialami oleh para pekerja di Indonesia. Yakni ada kekerasan seksual, sulit dalam mendapatkan hak maternity dan sulit mendapatkan hak cuti.

Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraaan para pekerja terutama pekerja perempuan, pekerja perempuan memainkan peran penting sebagai tenaga kerja yang produktif dan berkontribusi. Tuntutan ekonomi menjadi salah satu faktor penting mengapa perempuan banyak yang menjadi pekerja. Namun, masih terdapat banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh perempuan dalam dunia kerja, seperti diskriminasi gender, kesenjangan upah, dan kesulitan dalam memadukan tugas keluarga dan pekerjaan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan dan memperjuangkan hak-hak perempuan dalam dunia kerja, serta membangun budaya kerja yang inklusif dan mendukung bagi perempuan.

Hak-hak pekerja perempuan antara lain yaitu:

  • Hak perlakuan yang sama
  • Hak atas keselamatan dan kesehatan kerja
  • Hak atas cuti dan waktu yang fleksibel
  • Hak atas pendidikan dan pelatihan
  • Hak atas perlindungan dari pelecehan dan kekerasan seksual
  • Hak atas hak asasi manusia

Namun beberapa perusahaan ada yang belum memenuhi hak-hak dari pekerja diatas, salah satunya seperti kasus yang terjadi di PT. Alpen Food Industry. Kasus eksploitasi yang menimpa para pekerja perempuan di PT. Alpen Food Industry adalah sebuah masalah yang harus ditangani secara serius. Kasus ini pertama kali terungkap pada tahun 2017 ketika sebagian dari para pekerja perempuan di PT. Alpen Food Industry mengadukan kondisi kerja yang mereka alami ke media massa. Mereka mengeluhkan jam kerja yang sangat panjang, gaji yang rendah, serta kondisi kerja yang tidak manusiawi.

Kemudian pada tahun 2019, kasus ini kembali menjadi perhatian publik setelah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara sepihak terhadap sekitar 1000 pekerja di PT. Alpen Food Industry. PHK ini dilakukan tanpa memberikan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada para pekerja seperti uang pesangon, THR, dan lain sebagainya. Kasus ini memunculkan banyak kritik dan kecaman dari berbagai pihak, termasuk serikat pekerja dan organisasi hak asasi manusia. Pemerintah sebagai regulator juga turut campur tangan dan melakukan investigasi terhadap PT. Alpen Food Industry. Hasilnya, ditemukan banyak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan, seperti pelanggaran terhadap hak-hak para pekerja khususnya pekerja perempuan, upah yang rendah, jam kerja yang berlebihan, dan kondisi kerja yang tidak manusiawi.

Permasalahan ini merupakan suatu fenomena bahwa masih banyak perusahaan yang belum mampu menjalankan kewajiban dan tanggung jawab mereka terhadap para pekerja mereka khususnya perempuan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketidakpedulian pengusaha atau pemilik modal terhadap pekerja mereka terutama pekerja perempuan dan kurangnya pengawasan pemerintah sebagai pihak regulator terhadap implementasi dari peraturan yang mereka tetapkan. Para pekerja perempuan di Indonesia seringkali mengalami diskriminasi terutama dalam hal gaji dan kesempatan kerja. Hal ini menyebabkan angka pengangguran pada kalangan perempuan sangat tinggi serta para pekerja perempuan dihadapkan pada peran ganda antara tugas-tugas rumah tangga dengan pekerjaan, yang berpengaruh bagi produktivitas dan kesehatan pekerja perempuan. Selain itu peraturan cuti melahirkan dan merawat anak masih terbilang sebentar yakni sekitar 3 bulan, jika membandingkan dengan beberapa negara maju tentunya hal ini sangat berbanding terbalik, tak heran jika kita seringkali menemui beberapa pekerja perempuan yang membawa anak mereka ke lingkungan kerja. Untuk mengatasi permasalahan ini perlu upaya pengawasan dari berbagai pihak terutama pemerintah sebagai regulator, pengusaha sebagai pemberi kerja dan masyarakat untuk mengubah pandangan/stereotip mereka terhadap para pekerja perempuan, mengawasi setiap praktek kerja yang melibatkan pekerja perempuan serta menghargai hak-hak perempuan sebagai pekerja.

Kasus ini menunjukkan juga bahwa masih banyak perusahaan yang melanggar hak-hak pekerja perempuan, terutama di sektor industri makanan dan minuman. Hal ini menunjukkan perlunya adanya pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia, agar tidak terjadi eksploitasi terhadap pekerja perempuan dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun