Revolusi Data: Bagaimana Alat Modeling Mempengaruhi Keputusan Bisnis
Penerapan analitik data di lingkungan bisnis terus berkembang pesat, seiring dengan semakin kompleksnya proses pengambilan keputusan yang berbasis data. Dalam konteks ini, studi yang dilakukan oleh Gerhart et al. (2021) menjadi sangat relevan, karena mengeksplorasi bagaimana teori minimisasi usaha (effort minimization theory) memengaruhi perilaku analis data dalam mengolah dan memanfaatkan data yang tersedia. Studi ini menyoroti bahwa, meskipun volume data yang besar sering kali dilihat sebagai keuntungan strategis, tidak semua analis memanfaatkannya secara optimal. Menariknya, hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika analis menggunakan alat modeling yang lebih sederhana, mereka cenderung melakukan lebih banyak iterasi. Ini bertentangan dengan asumsi dasar teori minimisasi usaha yang menyatakan bahwa manusia cenderung menghindari tugas yang membutuhkan banyak usaha.Â
Hasil ini didukung dengan data empiris dari 151 peserta yang terlibat dalam eksperimen lapangan, di mana jumlah iterasi yang dilakukan oleh analis berbeda signifikan tergantung pada alat yang mereka gunakan. Misalnya, kelompok yang menggunakan metode decision tree yang lebih intuitif menyelesaikan rata-rata 5,74 iterasi dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan regresi logistik yang hanya mencapai 4,74 iterasi (Gerhart et al., 2021). Temuan ini menunjukkan bahwa kompleksitas alat dan ketersediaan data mempengaruhi efektivitas penggunaan data oleh analis. Selain itu, hasil studi ini memberikan pandangan baru bagi perusahaan dalam mengembangkan strategi pemanfaatan data, terutama dalam hal menyediakan alat analitik yang efisien dan mudah digunakan oleh para pengambil keputusan. Dengan begitu, organisasi dapat memastikan bahwa potensi data yang mereka miliki benar-benar dimanfaatkan secara maksimal untuk mendapatkan keunggulan kompetitif di era digital ini.
***
Studi yang dilakukan oleh Gerhart et al. (2021) memberikan perspektif baru tentang bagaimana para analis data berinteraksi dengan alat-alat analitik yang mereka gunakan. Dalam penelitian ini, para penulis membandingkan dua metode analisis populer, yaitu decision tree dan regresi logistik. Hasilnya menunjukkan bahwa para analis yang menggunakan decision tree yang lebih sederhana dan tidak memerlukan banyak prasyarat statistik melakukan lebih banyak iterasi dalam proses modeling dibandingkan mereka yang menggunakan regresi logistik. Jumlah iterasi modeling rata-rata pada kelompok decision tree mencapai 5,74, sedangkan pada kelompok regresi logistik hanya 4,74 iterasi. Angka-angka ini mencerminkan bahwa, meskipun ketersediaan data meningkat, para analis lebih cenderung memanfaatkan data secara penuh jika alat yang mereka gunakan memungkinkan proses yang lebih sederhana.
Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan bahwa ketersediaan data memengaruhi seberapa banyak iterasi yang dilakukan oleh analis. Ketika analis dihadapkan dengan kondisi ketersediaan data yang tinggi (high data availability), jumlah iterasi modeling yang dilakukan rata-rata meningkat menjadi 5,74 dibandingkan dengan 3,53 pada kondisi ketersediaan data yang rendah (low data availability). Fenomena ini dapat dijelaskan dengan konsep "loss avoidance" yang dikemukakan oleh Kahneman dan Tversky (1984), di mana individu cenderung menghindari kehilangan potensi peluang meskipun hal tersebut membutuhkan usaha tambahan. Para penulis artikel ini juga menyoroti peran kepribadian dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan data. Misalnya, sifat neurotik cenderung meningkatkan jumlah iterasi yang dilakukan, sementara sifat ekstrovert menunjukkan pengaruh negatif terhadap jumlah iterasi.
Temuan ini memberikan implikasi praktis bagi organisasi yang ingin memaksimalkan pemanfaatan data mereka. Pertama, penyediaan alat yang lebih intuitif dan user-friendly terbukti dapat mendorong analis untuk lebih banyak bereksplorasi dengan data yang tersedia. Kedua, organisasi harus memperhatikan ketersediaan data yang disediakan bagi analis mereka. Data yang lebih lengkap memungkinkan analis untuk melakukan lebih banyak iterasi, yang pada akhirnya dapat menghasilkan model prediktif yang lebih akurat dan insights yang lebih tajam. Terakhir, faktor kepribadian dan motivasi intrinsik dari analis juga perlu diperhatikan dalam proses rekrutmen. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek ini, organisasi dapat membangun tim analis data yang lebih efektif dan mampu memaksimalkan potensi data yang dimiliki.
***
Penelitian Gerhart et al. (2021) memberikan wawasan yang signifikan mengenai bagaimana teori minimisasi usaha dapat diterapkan dalam konteks analitik data. Temuan utama bahwa alat yang lebih sederhana mendorong lebih banyak iterasi modeling menunjukkan pentingnya memilih alat analitik yang sesuai untuk meningkatkan kinerja analis data. Selain itu, implikasi dari ketersediaan data yang lebih tinggi juga tidak dapat diabaikan, karena hal ini terbukti memotivasi analis untuk melakukan lebih banyak iterasi, meskipun teori awal menyatakan bahwa mereka cenderung menghindari usaha tambahan. Organisasi perlu memanfaatkan hasil penelitian ini dengan mempertimbangkan investasi dalam alat analitik yang tidak hanya kuat, tetapi juga mudah digunakan, serta memastikan bahwa data yang tersedia cukup lengkap untuk mendorong eksplorasi lebih lanjut oleh analis. Dengan strategi yang tepat, organisasi dapat mengatasi hambatan yang diakibatkan oleh teori minimisasi usaha dan memastikan bahwa potensi penuh dari data dapat direalisasikan dalam bentuk wawasan bisnis yang mendalam dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Referensi:
Gerhart, N., Ogbanufe, O., Torres, R., Sidorova, A., & Evangelopoulos, N. (2021). Effort minimization theory in the data analytics era. Journal of Computer Information Systems. https://doi.org/10.1080/08874417.2021.1924092
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H