Nampaknya kali ini Samil terbangun di suatu kerajaan kecil bernama Parahma Wedura. Suatu kerajaan kecil dengan banyak bangunan peninggalan purbakala berupa candi, dengan desain kota yang menakjubkan, berserta bangunan-bangunan tua buatan tangan-tangan luar biasa dengan sentuhan cinta sederhana. Entah tangan mana yang mampu mengerjakan mahakarya semacam itu, pikirnya.
***
Ketika suatu sore tiba, Samil berjalan-jalan di tengah kesederhanaan kerajaan Parahma Wedura layaknya turis yang sedang singgah untuk berlibur menikmati yang telah tercipta di dunia. Ditemani bayangan di bawah sinar senja keemasan, Samil berjalan-jalan sambil menerjemahkan kesederhaan cinta pada setiap langkahnya sampai sinar senja hampir larut dalam genangan malam ketika angin berhenti. Lalu lampion-lampion mulai menyala di sepanjang jalan. Tapi tak seorang pun nampak di sepanjang jalan itu ketika kebijaksanaan sore dengan sederhana menebarkan cinta dan kasihnya pada kehidupan di bumi.
Indahnya senja terbenam tidak membuatnya berhenti melangkah di sepanjang jalan yang sunyi itu. Akan tetapi suatu ketika dalam langkahnya, Samil berpapasan dengan seseoang yang nampak tenang dengan senyum sederhana di bibirnya. Hal itu yang menghentikan langkah Samil di kesunyian jalan. Orang itu hendak mendatangi sebuah bangunan tua untuk membabarkan ajaran kebaikan kepada orang-orang yang sudah menunggu di sana. Namun karena bertemu dengan Samil yang sedikit kelaparan sebab jauhnya perjalanan, orang itu berhenti menyapa Samil dan mengajaknya ikut pergi bersama.
"O, kamu terlihat lelah dan kebingungan," kata orang itu kepada Samil lalu mengajaknya.
"Ikutlah denganku dan makanlah di tempatku!".Â
Tanpa menjawab, kedua kaki Samil langsung saja mengikuti langkah orang yang berwibawa itu di bawah senja yang telah seutuhnya terbenam dalam malam. Di bangunan itu sudah ramai orang dan banyak makanan yang tersedia. Lantas orang itu menyuruh para pelayan menyiapkan makanan untuk Samil.
"Siapkahlah makanan untuk orang ini!" Seru orang itu pada para pelayan.
Kemudian Samil diberikan semangkuk bubur dan makannya lainnya, setelah perutnya kenyang ia duduk dengan tenang membaur bersama penduduk pribumi yang sedari tadi menunggu Sang Guru. Ternyata beliau adalah Sang Guru di tempat ini. Kemudian orang yang biasa dipanggil Sang Guru oleh para pribumi itu mulai membabarkan suatu ajaran tentang kebaikan dan kebijaksanaan cinta yang sederhana. Malam dengan sengit mendesahkan anginnya seraya menutup pembabaran orang itu tentang kebijaksanaan cinta sederhana.
Penduduk pribumi keheranan dengan apa yang dilakukan Sang Guru pada sore ini. Mereka berkata "Saudaraku, Guru kita tidak seperti biasanya, beliau tidak pernah melakukannya sebelum ini. Tetapi saat melihat orang asing itu kelaparan serta kelelahan, Sang Guru meminta kepada pelayan untuk menyediakan makanan untuknya."
Sang Guru mendengar percakapan itu lalu berujar. "Jikalau Aku mebabarkan ajaranku kepada orang yang perutnya kosong, ajaranku juga akan terasa kosong. Ia tidak akan dapat mengerti apa yang kuucapkan. Karena itu Aku melakukan apa yang harus kulakukan. Percayalah kelaparan adalah penyakit yang paling berat." Ujar Sang Guru dengan bijak bersama raut senyum yang sederhana di wajahnya.