Adakah yang lebih baik dari aliran nafas di detik ini? Bahwa Sang Maha Kekal masih membiarkan O2 masuk ke sela-sela paru-paru kita? Hingga kita masih bisa merasakan segarnya H2O yang mengalir membasahi tiap mikro meter dinding tenggorokan kita. Maka nikmat Tuhan kamu yg manakah yang kamu dustakan? Wahai pemimpin negeri ini.
Akhirnya Indonesia dipimpin oleh warga sipil untuk kali ke lima, sosok yang dikenal sederhana, merakyat, dan berpestasi dalam membangun kota. Tentu para pembaca sudah tahu siapa beliau. Namun bukan beliau yang akan saya bahaas disini, seperti yang anda baca pada Judul Tulisan saya, saya yakin anda baru saja membaca ulang judunya. Setelah rehat selama lebih dari setahun untuk menulis sebuah artikel, disini saya akan mengajak anda semua untuk berjalan-jalan ke masa lalu. Jangan tanya ke mana, tapi tanyalah kapan?! Baiklah mari kita mengunjungi tahun-tahun saat indonesia baru merdeka.
Selamat datang di masa awal kemerdekaan, dimana para pahlawan sedang berjuang mempertahankan kemerdekaan yang belum lama diraih dengan pengorbanan harta, keluarga, hingga nyawa.
KH Saifuddin Zuhri
Pertama, seorang tokoh yang lahir di amben sebuah kabupaten di ujung barat Jawa Tengah, Kabupaten Banyumas, KH Saifuddin Zuhri, pria kelahiran The City of Knight (Kota Satria) ini dikenal sebagai pejuang kemerdekaan, pemuka agama sekaligus pendidik yang terkmuka pada masa itu. Di era Bung Karno, Saifuddin Zuhri sempat diangkat sebagai Menteri Agama, namun hidupnya tetap sederhana meski memiliki diberikan jabatan tinggi.
Di jabatan strategis ini dirinya diuji, suatu kali adik iparnya, Mohammad Zainuddin Dahlan menghadap dan memohon untuk dihajikan dengan biaya dinas (abidin) dari Departemen Agama. Meski sebenarnya lazim menghajikan orang yang potensial apalagi pejuang kemerdekaan, namun Saifuddin menolak permintaan adiknya.
"Sebagai orang yang berjasa dan mengingat kondisi perekonomianmu belum memungkinkan, sudah layak jika Departemen Agama menghajikan. Apalagi kamu pernah berjuang dalam perang kemerdekaan. Tetapi ada satu hal yang menyebabkan saya tidak mungkin membantu melalui haji departemen. Karena kamu adikku. Coba kamu orang lain, sudah lama aku hajikan," ujar KH Saifuddin Zuhri kepada iparnya.
Tak hanya itu, selepas menjadi Menteri, Saifuddin tetap berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang halal dan bersahaja. Dikutip dari buku "Karisma Ulama Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU" karangan Saifullah Ma'shum, jika banyak mantan menteri bergelut dalam bisnis yang prestise, justru Saifuddin memilih menjalani profesi sebagai pedagang beras di Glodok.
Sehabis shalat Dhuha, tanpa pengetahuan keluarganya, Saifuddin ke pasar Glodok berdagang beras. Selepas Zuhur, baru dirinya pulang. Kebiasaan menghilang ini dicurigai anak-anak Saifuddin. Sampai akhirnya salah satu anaknya mengelus dada karena ayahnya ketahuan berdagang beras di Pasar Glodok.
Prawoto Mangkoesasmito
Kembali saya sampaikan nama yang tidak banyak orang menghafal dan meletakan namanya dalam himpitan memoti otak mereka. Dialah Prawoto Mangkoesasmito, wakil perdana menteri Indonesia ke sembilan, seorang aktifis Islam, ketua umum Masyumi yang terakhir hingga kemudian Masyumi di bubarkan dan Prawoto serta Natsir ditahan oleh tangan besi rezim Soekarno. Ketua organisasi yang memperjuangkan tegaknya asas Islam rahmatan lil’alamin itu selama hidupnya mengabdikan dirinya untuk umatnya, untuk masyarakatnya.