Mohon tunggu...
Ramadhani Ray
Ramadhani Ray Mohon Tunggu... -

writing | Literature | disability | Human Rights | Youth | Leadership

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Adelaide City Library, Perpustakaan Ramah Disabilitas

29 April 2018   14:11 Diperbarui: 29 April 2018   16:27 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seusai sholat maghrib, aku bergegas turun ke lobi apartemen bersama kedua teman sekamarku---Muyas dan Harti. Hari itu, kami akan mengunjungi Adelaide City Library untuk menyaksikan salah satu kerabat Muyas yang akan membaca puisi di sana.  Namanya Arnis Silvia---seorang dosen UIN Syarif Hidayatullah yang sedang menempuh pendidikan doctoral di University of South Australia. (27/04)

Setelah menunggu beberapa saat, keenam temanku dari Indonesia sudah berkumpul. Maka, kami pun bergegas meninggalkan lobi. Sudah jam 18:05 waktu Adelaide. Sebenarnya Arnis menginformasikan bahwa ia akan tampil membaca puisi tepat jam 18:00. 

Tapi karena kami menunggu waktu sholat Maghrib, jadilah baru bisa berangkat jam 18:05. Dalam hati aku berharap, semoga kami tidak terlalu terlambat untuk menyaksikan penampilan Arnis.

City Library berlokasi di lantai 3 Rundle Place di Rundle Mall, Adelaide. Sebenarnya tidak terlalu jauh dari lokasi tempat tinggal kami di Quest Hotel Apartement di Franklin Street, sekitar 20 menit berjalan kaki. Tapi karena ini kali pertama kami mengunjungi City Library, kami memerlukan sedikit waktu mencari-cari gedung Rundle Place tempat City Library berada. Walhasil kami baru tiba di Rundle Place sekitar jam 18:35. 

Bergegas menaiki lift menuju lantai 3, akhirnya kami tiba di pintu masuk City Library.  Melihat sekeliling ruangan, tak ada tanda-tanda bahwa ada event pembacaan puisi di sana. Petugas perpustakaan menyatakan, bahwa acara baru saja selesai. Waduh,  terlambat, nih. Kebiasaan orang Indonesia nggak on-time, Haha.

Untungnya, kami masih bertemu dengan Arnis. Setelah berkenalan dan sejenak beramah tamah, aku tertarik melihat sekeliling perpustakaan. Rasa penasaranku tergelitik, apakah perpustakaan ini memiliki fasilitas atau layanan khusus untuk disabilitas?

Menurut informasi yang kuperoleh dari internet, City Library of Adelaide dibuka pada Februari 2014.   Sebelum City Library dibuka Adelaide City Council Access and Inclusion Advisory Panel (AIAP) telah bekerja sama dengan staf perpustakaan untuk memastikan bahwa City Library akan menjadi perpustakaan yang ramah dan inklusif untuk dinikmati semua orang. AIAP terdiri dari 12 orang penyandang disabilitas berpengalaman dalam bidang aksesibilitas dan layanan inklusif.

Dengan white cane di tangan, aku melangkah menjauh dari teman-temanku yang masih asyik berbincang dengan Arnis. Aku coba berjalan ke sekeliling ruangan, kemudian seorang petugas perpustakaan menyapaku. 

Sebut saja namanya Clara. Ia menanyakan, apakah aku membutuhkan bantuan di perpustakaan itu. Hmm, ramah sekali. Sebuah sapaan yang jarang aku dapatkan di perpustakaan umum di Indonesia.  Petugas perpustakaan di Indonesia biasanya jarang menyapa penyandang disabilitas, kecuali jika si penyandang disabilitas itu yang menghampiri dan meminta bantuan.

Tak membuang waktu, segera saja aku menanyakan informasi tentang layanan untuk penyandang disabilitas yang dimiliki perpustakaan ini. City Library of Adelaide menyediakan beberapa format buku untuk tunanetra total dan low vision, seperti audio book, buku cetak besar (large print), dan versi digital yang dapat diunduh di website perpustakaan. Tidak ada buku Braille di sana. Menurut Clara, hanya perpustakaan lama yang menyediakan buku Braille.

Clara menjelaskan, bahwa City Library of Adelaide memiliki ratusan koleksi judul audio book yang disediakan untuk anggota perpustakaan yang menyandang tunanetra. Ia menambahkan, koleksi audio book yang mereka miliki cukup update dengan terbitan baru. Berbeda dengan Indonesia, yang mana tunanetra masih sulit memperoleh buku-buku terbitan baru. 

Meski judul audio book hanya ratusan---yang pasti jauh berbeda dengan buku versi cetak, tapi menurutku keberadaan audio book di perpustakaan kota seperti ini sudah menjadi nilai tambah tersendiri. Pasalnya, masih sangat jarang perpustakaan kota di Indonesia yang menyediakan buku aksesibel untuk tunanetra. Kalau pun ada, biasanya lebih banyak buku Braille dengan jumlah judul buku yang terbatas dan kurang update dengan terbitan baru.

Untuk mengetahui judul buku yang tersedia, kita bisa mencarinya lewat katalog online perpustakaan. Lalu,  saat datang ke perpustakaan, pengunjung tunanetra dapat menemui Customer Service yang akan membantu mencarikan judul buku yang diinginkan. 

Clara mengajakku ke salah satu sudut perpustakaan. Di sana terdapat sebuah rak memanjang yang berisi koleksi audio book yang mereka miliki. Ada berbagai macam genre, baik fiksi maupun nonfiksi.   

Untuk genre fiksi pun bermacam-macam jenisnya, seperti romance, drama, fantasi, horror,  dan lain-lain.  Formatnya MP3, jadi audio book dapat didengarkan lewat MP3 player sebagaimana mendengarkan CD lagu. Sayangnya, City Library of Adelaide tidak menyediakan fasilitas MP3 player, sehingga pengunjung tunanetra harus meminjam audio book dan membawanya pulang untuk mendengarkan isi buku di rumah.

Kuambil salah satu buku di rak. Audio book tersimpan dalam kotak DVD dengan cover yang menarik sebagaimana cover buku print pada umumnya, disertai dengan synopsis di cover belakang kotak DVD tersebut. 

Selain itu, pada kotak DVD juga tertera informasi berapa lama durasi audio book tersebut. Semakin banyak jumlah halaman pada buku cetak, maka semakin panjang juga durasi versi audio book-nya.   Dengan ramah, Clara menyebutkan judul buku yang kupegang dan membacakan synopsisnya. Benar-benar petugas perpustakaan yang ramah disabilitas.

Selain audio book, mereka juga mempunyai koleksi digital yang bisa diunduh di website setelah kita memiliki membership card. Di Virtual Library,  anggota perpustakaan dapat mengakses eBook, mengunduh film dan majalah, mengakses Koran dan ensiklopedia secara online.   

Di era teknologi seperti ini, di mana tunanetra sudah dapat mengakses komputer dan internet menggunakan bantuan software pembaca layar, mengedepankan format buku digital sangatlah membantu. 

Dengan cukup bervariasinya jenis bahan bacaan pada koleksi digital yang mereka miliki, kupikir tunanetra di Australia bisa lebih mudah meminjam buku dan memperoleh bahan bacaan dari mana saja---tidak harus bersusah-susah datang ke lokasi perpustakaan.

Hal menarik lainnya, City Library of Adelaide juga memiliki layanan yang disebut Home Service Library.  City Library  menawarkan layanan pengiriman pinjaman buku ke rumah secara gratis untuk warga Kota yang tidak dapat mengunjungi perpustakaan karena sakit (jangka pendek atau panjang), disabilitas, serta ketidakmampuan untuk membawa barang-barang secara fisik ke rumah. 

Layanan seperti ini sangat membantu bagi tunanetra ataupun penyandang disabilitas fisik yang memiliki hambatan mobilitas untuk bepergian keluar rumah. Dengan begitu, setiap orang akan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh bahan bacaan dan membangun kapasitas diri lewat membaca buku.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun