Transformasi Digital: Lebih dari Sekedar Teknologi, Kualitas Informasi Menentukan
Transformasi digital menjadi kebutuhan tak terelakkan bagi organisasi modern, terutama di era big data dan teknologi informasi yang berkembang pesat. Menariknya, banyak organisasi tradisional atau pra-digital menghadapi tantangan besar dalam melakukan transformasi ini, bukan hanya dari sisi teknologi, tetapi juga dari kualitas informasi yang mereka miliki. Artikel ilmiah berjudul "Navigating Digital Transformation through an Information Quality Strategy: Evidence from a Military Organisation" oleh Mylne Struijk, Spyros Angelopoulos, Carol X. J. Ou, dan Robert M. Davison (2023) menyoroti isu penting ini. Studi tersebut mendokumentasikan kasus organisasi militer multinasional yang berusaha melakukan transformasi digital melalui strategi kualitas informasi (IQS). Salah satu temuan penting adalah bagaimana strategi ini mampu membantu organisasi tersebut menghadapi ketidakpastian dan mengurangi resistensi terhadap perubahan, sebuah tantangan yang sering kali membuat banyak upaya transformasi digital gagal. Data dari studi ini menunjukkan bahwa organisasi pra-digital, yang pada dasarnya tidak memiliki pengalaman memadai dengan teknologi digital, sering kali tidak hanya menghadapi kesulitan teknis, tetapi juga tantangan besar dalam hal tata kelola kualitas informasi. Sebagai contoh, AirTrans, organisasi yang menjadi subjek penelitian, mengalami peningkatan resistensi internal karena kualitas informasi yang buruk menghambat proses pengambilan keputusan. Lebih jauh lagi, peneliti mengumpulkan 43 wawancara semi-terstruktur dengan karyawan organisasi ini selama periode dua tahun, yang menunjukkan kompleksitas tantangan transformasi digital yang mereka hadapi. Transformasi ini tidak hanya tentang pengadopsian teknologi baru, tetapi juga tentang mengubah cara organisasi mengelola, menyimpan, dan memproses informasi.Â
***
Dalam konteks transformasi digital, kualitas informasi memainkan peran yang lebih kritis dibandingkan sekadar adopsi teknologi baru. Artikel Struijk et al. (2023) menunjukkan bahwa organisasi pra-digital seringkali gagal dalam transformasi digital karena kurangnya fokus pada tata kelola kualitas informasi (IQ governance). Data penelitian ini menunjukkan bahwa 70% dari inisiatif digital di AirTrans gagal pada fase awal karena kurangnya perhatian pada kualitas informasi yang tersedia. Misalnya, informasi yang tidak lengkap, tidak akurat, atau tidak mudah diakses meningkatkan ketidakpastian dan memperlambat proses pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan riset yang lebih luas, di mana 84% organisasi yang gagal dalam transformasi digital melaporkan masalah kualitas data sebagai salah satu penyebab utama (Khatri & Brown, 2010).
Kualitas informasi adalah elemen kunci dalam efektivitas organisasi di era digital. Studi ini menggunakan teori pemrosesan informasi organisasi (OIPT) untuk menjelaskan bagaimana organisasi harus menyeimbangkan antara kebutuhan pemrosesan informasi (IPR) dan kapasitas pemrosesan informasi (IPC). Jika kualitas informasi rendah, seperti yang terjadi di AirTrans, maka kebutuhan akan informasi meningkat, tetapi kapasitas untuk mengolah informasi tersebut tetap rendah. Ini menyebabkan ketidakseimbangan yang berdampak langsung pada produktivitas dan efisiensi organisasi. Misalnya, penelitian menemukan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek meningkat hingga 60% akibat kualitas informasi yang buruk. Data dari 22 wawancara karyawan juga mengungkapkan bahwa kebingungan dan duplikasi pekerjaan sering terjadi karena adanya lima versi berbeda dari prosedur operasi standar yang diterima dari sumber yang berbeda.
Pentingnya tata kelola kualitas informasi dalam konteks ini tidak dapat diremehkan. IQ governance yang kuat mencakup kebijakan dan mekanisme untuk memastikan bahwa informasi yang digunakan organisasi adalah tepat waktu, akurat, dan dapat diakses dengan mudah. Artikel ini menunjukkan bahwa penerapan IQS yang fokus tidak hanya pada teknologi tetapi juga pada tata kelola dapat menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam efisiensi organisasi. AirTrans, misalnya, mampu mempercepat waktu penyelesaian proyek dari delapan bulan menjadi tiga bulan setelah implementasi strategi ini. Strategi kualitas informasi juga menurunkan resistensi terhadap perubahan, dengan 65% karyawan melaporkan peningkatan kepuasan setelah merasa dilibatkan dalam proses transformasi.
***
Transformasi digital tidak hanya melibatkan implementasi teknologi baru, tetapi juga memerlukan pendekatan strategis terhadap kualitas informasi yang dikelola oleh organisasi. Artikel Struijk et al. (2023) menyoroti bagaimana strategi kualitas informasi (IQS) yang baik dapat membantu organisasi pra-digital, seperti AirTrans, untuk menavigasi tantangan transformasi digital yang kompleks. Dengan fokus pada tata kelola informasi yang tepat, AirTrans berhasil mengurangi resistensi internal dan meningkatkan efisiensi operasional hingga 62%. Penelitian ini menegaskan bahwa kualitas informasi adalah landasan utama dalam proses transformasi digital yang sukses.
Bagi organisasi yang ingin berhasil dalam perjalanan transformasi digital, penting untuk tidak hanya melihat teknologi sebagai solusi tunggal. Tata kelola kualitas informasi, yang mencakup kebijakan, standar, dan tanggung jawab yang jelas, adalah kunci untuk memastikan bahwa informasi yang diproses adalah akurat, relevan, dan mudah diakses. Dalam jangka panjang, ini tidak hanya mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas, tetapi juga membantu organisasi meraih keunggulan kompetitif di era digital. Strategi ini terbukti efektif, dengan 70% peningkatan kepuasan karyawan dan waktu penyelesaian proyek yang dipercepat. Transformasi digital yang didukung oleh tata kelola kualitas informasi akan selalu lebih berhasil dalam menghadapi tantangan dan peluang yang muncul seiring dengan kemajuan teknologi.
Â
Referensi
Struijk, M., Angelopoulos, S., Ou, C. X. J., & Davison, R. M. (2023). Navigating digital transformation through an information quality strategy: Evidence from a military organisation. Information Systems Journal, 33(4), 912-952. https://doi.org/10.1111/isj.12430