Mohon tunggu...
Ramadhani Pasuleri
Ramadhani Pasuleri Mohon Tunggu... Lainnya - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Hai! Saya adalah mahasiswa semester 5 di UIN Malang, jurusan Teknik Informatika. Saya memiliki ketertarikan yang besar di bidang analisis data dan kecerdasan buatan. Saya suka mengeksplorasi data dan menciptakan model prediktif untuk menemukan pola tersembunyi. Di luar kegiatan akademik, saya hobi membaca novel fiksi ilmiah, menonton film dokumenter, dan mempelajari budaya asing. Sesekali, saya juga menulis puisi untuk mengekspresikan kreativitas saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Keandalan CNN dalam Mengolah Sentimen Publik Terhadap Sistem Sirekap

5 September 2024   11:33 Diperbarui: 5 September 2024   11:39 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Flat-hand drawn people analyzing growth charts illustration. (Sumber:Freepik.com)

Keandalan CNN dalam Mengolah Sentimen Publik Terhadap Sistem Sirekap 


Artikel "Sentiment Analysis of Sirekap Tweets Using CNN Algorithm" karya Handoko, Ahmad Asrofiq, Junadhi, dan Ari Sukma Negara, yang dipublikasikan dalam INTENSIF: Jurnal Ilmiah Penelitian dan Penerapan Teknologi Sistem Informasi Vol. 8, No. 2 pada Agustus 2024, mengeksplorasi bagaimana model deep learning dapat digunakan untuk analisis sentimen pada data Twitter terkait sistem Sirekap di Indonesia. Artikel ini menyoroti peran penting analisis sentimen dalam memahami persepsi publik terhadap sistem informasi yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meningkatkan transparansi dan keandalan proses rekapitulasi hasil pemilu. Mengingat Indonesia adalah negara demokrasi dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di dunia, dengan lebih dari 190 juta pemilih terdaftar pada pemilu 2019, pemanfaatan teknologi untuk memastikan transparansi dan kejujuran sangatlah krusial.

Sirekap, sebagai sistem informasi yang diperkenalkan untuk meningkatkan akurasi dan transparansi pemilu, telah menjadi topik perdebatan publik. Dengan lebih dari 2.500 tweet yang dianalisis dalam penelitian ini, penggunaan teknik deep learning seperti Convolutional Neural Networks (CNN) dan CNN-LSTM menjadi pendekatan yang relevan untuk menangkap sentimen publik secara lebih mendalam. Penelitian ini menggunakan dataset dari Twitter yang dikumpulkan antara Desember 2023 hingga Januari 2024, menunjukkan betapa signifikan dan relevan topik ini dalam konteks pemilu di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model CNN mencapai akurasi sebesar 85,90%, jauh lebih tinggi dibandingkan model CNN-LSTM yang hanya mencapai 79,91%.

Artikel ini berhasil menunjukkan pentingnya pendekatan teknologi dalam mengolah data opini publik untuk meningkatkan kepercayaan terhadap proses demokrasi. Namun, pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana hasil analisis sentimen ini dapat diandalkan dan bagaimana data ini dapat digunakan secara efektif oleh pihak berwenang untuk memperbaiki sistem pemilu. Opini ini akan membahas kontribusi signifikan penelitian ini terhadap literatur akademik, mengevaluasi metodologi yang digunakan, dan menyoroti implikasi praktis dari temuan ini dalam konteks sistem informasi dan kebijakan publik di Indonesia.

***

Penelitian yang dilakukan oleh Handoko et al. (2024) menawarkan wawasan penting tentang penggunaan model deep learning untuk analisis sentimen, khususnya dalam konteks pemilu di Indonesia. Dengan fokus pada dua arsitektur model, yaitu Convolutional Neural Networks (CNN) dan CNN-LSTM, penelitian ini berhasil menunjukkan keunggulan CNN dalam mengklasifikasikan sentimen dari tweet yang terkait dengan Sirekap, sebuah sistem rekapitulasi digital yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam pengujian, model CNN menunjukkan akurasi 85,90%, sementara CNN-LSTM tertinggal dengan akurasi 79,91%. Temuan ini tidak hanya menyoroti superioritas CNN dalam konteks spesifik ini, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya pemilihan model yang tepat untuk tugas analisis sentimen berbasis teks.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini mencakup berbagai teknik pra-pemrosesan data seperti cleansing, case folding, tokenization, normalisasi, penghapusan stopword, dan stemming. Langkah-langkah ini krusial untuk meningkatkan kualitas data sebelum dilakukan analisis sentimen. Data yang digunakan diperoleh dari crawling Twitter menggunakan kata kunci "Sirekap", dan setelah proses penyaringan dan pelabelan manual, diperoleh 2.518 tweet dengan 907 nilai positif dan 1.170 nilai negatif. Untuk mengatasi ketidakseimbangan kelas dalam data, teknik SMOTE (Synthetic Minority Over-sampling Technique) diterapkan, yang menghasilkan distribusi kelas yang lebih seimbang dan meningkatkan akurasi prediksi model.

Keunggulan CNN dalam penelitian ini dapat dijelaskan melalui kemampuannya dalam menangani data yang memiliki struktur grid-like seperti teks, di mana fitur-fitur penting dapat diekstrak menggunakan filter konvolusi. Di sisi lain, CNN-LSTM, yang dirancang untuk menangani data dengan properti temporal, mungkin tidak sepenuhnya sesuai untuk tugas analisis sentimen yang lebih menekankan pada representasi fitur daripada ketergantungan temporal. Dalam konteks analisis sentimen politik, seperti yang diteliti dalam artikel ini, hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih langsung dan kurang kompleks seperti CNN dapat lebih efektif dibandingkan dengan model hibrida yang lebih canggih seperti CNN-LSTM.

Implikasi dari temuan ini sangat relevan bagi KPU dan instansi terkait dalam upaya meningkatkan transparansi dan akurasi pemilu di Indonesia. Dengan menggunakan teknik analisis sentimen yang canggih, KPU dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang persepsi publik terhadap proses pemilu, termasuk kekhawatiran dan ketidakpuasan yang mungkin timbul. Ini dapat membantu dalam mengidentifikasi area-area yang perlu diperbaiki dan memastikan bahwa proses pemilu di masa depan lebih transparan dan dapat dipercaya oleh publik.

Namun, ada beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan. Pertama, penelitian ini hanya berfokus pada satu platform media sosial, yaitu Twitter, yang meskipun populer, mungkin tidak sepenuhnya representatif dari seluruh populasi pemilih di Indonesia. Kedua, teknik pembelajaran mesin seperti CNN dan CNN-LSTM masih memiliki keterbatasan dalam memahami konteks budaya dan linguistik yang lebih luas, yang sering kali memainkan peran penting dalam opini publik. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut yang mencakup berbagai sumber data dan mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual yang lebih luas.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun