Penerapan teori Jack Bologna dalam kasus Bank Century, yang pertama keserakahan (greed) terlihat dalam kasus Bank Century melalui tindakan sejumlah pihak yang terlibat, termasuk pemilik, pengurus, dan pihak terkait lainnya. Motivasi mereka adalah memperoleh keuntungan pribadi yang besar melalui manipulasi dan penyalahgunaan dana Bank Century.
Kesempatan (opportunity) korupsi dalam kasus Bank Century muncul karena lemahnya pengawasan dan regulasi yang memungkinkan terjadinya praktik yang merugikan bank dan negara. Beberapa pihak yang terlibat memanfaatkan situasi dan kesempatan tersebut untuk melakukan tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam kasus ini, para pelaku korupsi mungkin merasa memiliki kebutuhan (need) finansial yang mendesak atau ingin memperoleh keuntungan pribadi yang lebih besar. Mereka melihat peluang dalam kelemahan dan ketidaktransparanan sistem keuangan Bank Century untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadi mereka. Tingkat risiko pengungkapan (exposure) pada awalnya rendah karena manipulasi dilakukan dengan cara yang kompleks. Namun, setelah investigasi dilakukan, paparan terhadap kasus ini meningkat, dan pelaku dihadapkan pada risiko hukuman.
Bagaimana Penerapan Teori CDMA oleh Robert Klitgard Pada Kasus Korupsi Di Indonesia ?
Penerapan teori CDMA (Corruption, Deception, Morality, and Accountability) oleh Robert Klitgard pada kasus korupsi di Indonesia dapat membantu menganalisis dan memahami dinamika korupsi serta mengevaluasi upaya penanggulangan korupsi. Berikut adalah penerapan teori CDMA pada kasus korupsi di Indonesia.
Teori CDMA (Discretion, Monopoly, Accountability) Robert Klitgaard
Dalam bukunya "Controlling Corruption", Klitgaard (1988) menjelaskan tentang formula korupsi. Menurutnya, korupsi terjadi ketika praktek kekuasaan bersifat monopolistik, di mana terdapat peluang untuk melakukan tindakan diskresi yang signifikan tanpa pengawasan yang memadai melalui sistem akuntabilitas yang berkinerja.
Formula ini menggambarkan bahwa korupsi terjadi ketika terdapat dominasi kekuasaan oleh individu atau kelompok tertentu, yang memberikan kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi secara bebas. Kekuasaan yang monopolistik memungkinkan adanya peluang yang besar untuk mengambil keputusan dengan diskresi tinggi, tanpa adanya mekanisme pengawasan yang efektif.
Salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadinya korupsi adalah kelemahan dalam sistem akuntabilitas. Ketika sistem akuntabilitas tidak berfungsi dengan baik atau tidak mampu memberikan pengawasan yang memadai terhadap tindakan-tindakan yang dapat memicu korupsi, maka peluang korupsi akan semakin meningkat.
Dalam hal ini, penting bagi sistem akuntabilitas untuk berkinerja dengan baik, dengan mekanisme pengawasan yang efektif, transparansi yang tinggi, serta sanksi yang tegas terhadap pelanggaran. Dengan demikian, praktek korupsi dapat dicegah atau dikurangi sebanyak mungkin.
Untuk mengendalikan korupsi, diperlukan perbaikan dalam sistem akuntabilitas dan penguatan pengawasan. Selain itu, penting juga untuk membangun budaya yang tidak mentolerir korupsi, dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan dampak negatif korupsi serta pentingnya integritas dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam upaya memerangi korupsi, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional juga sangat penting. Dengan kerjasama yang kokoh dan komitmen bersama, langkah-langkah efektif dapat diambil untuk mengendalikan dan memerangi korupsi guna menciptakan masyarakat yang bersih, transparan, dan adil.
Diskresi (Discretion)
Discretion merujuk pada hak atau kebijaksanaan yang dimiliki oleh seseorang dalam membuat keputusan. Elemen ini adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya korupsi. Ketika individu atau lembaga diberi diskresi yang tinggi dalam mengambil keputusan atau melaksanakan tugas mereka, mereka memiliki kebebasan yang lebih besar dalam menentukan bagaimana mereka akan bertindak. Jika tidak ada batasan yang jelas atau mekanisme pengawasan yang memadai, hal ini dapat menciptakan celah yang memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan korupsi.