detik satu. kaututup sepasang matamu
sebelum denyar cahaya itu datang
kautak merasakan tentang tubuhmu
yang terbang, dan orang-orang itu
dengan nada geming melagukan
nyanyian khusu’ dalam dadanya
masing-masing
detik dua. kaudengar dekat telingamu
suara isak seperti bulbul yang parau:
ia menemui bosan malam hari bila mesti
bernyanyi dalam sunyinya sendiri
maka, ia mau pada suara itu
kaumengikuti alunan lidahnya;
yang pernah kaudoakan agar senantiasa
bicara soal waktu sebelum menjelang
detik tiga. kaukehausan dimusim hujan:
entah anakmu—entah cucumu
mereka sedang membangun bahtera
dari kertas-kertas puisi itu
dan hujan yang kerap datang saat petang menjelang
adalah waktu bagi mereka melarungkan dirinya sendiri
detik empat. kaupulang cepat, rindu itu amat—teramat,
dan kautahu bahwa rindu mampu membunuh waktu
kerjamu: kaurindu pada masakan kekasihmu,
dan racauan anak-anak kecil tentang mimpinya
yang ingin terbang menuju bulan, dan takpernah ingin
anak-anak itu pulang secepatmu, setelah selesai
dari perjalanannya itu
detik lima. kaumulai menyebut dirimu sebuah Ney
yang melengking parau tanpa syairnya
kaujuga suka menulis puisi dalam lamunanmu
tanpa kata-kata; pengharapanmu
di hadapan mereka yang sengaja kaukumpulkan
dalam lingkaran: semoga kalian mewarisi apa-apa
yang berada dalam hatimu, dan jangan melupakan sebuah
berita yang tak pernah disiarkan melalui udara
detik enam. api yang kautanam sejak lahirnya anak-anakmu
kini sedang padam. sebagian dada mereka terbakar,
dan kaubegitu menyesal bila demikian hal itu
terjadi lagi. maka, sebelum waktu melipat wajahmu itu,
kau nyalakan kembali api: api yang dingin
takkan pernah membakar setangkai mawar!
detik tujuh. mimpi buruk yang menjadi sangkamu
sebelum perkenalan kita, telah kaukabarkan pada mereka
dalam lingkaran hangatmu hingga pagi menjelang
hingga jamuan yang ada menghilang dari atas tikar lais itu
dan kita memulai perbincangkan hal-hal ini padamu
detik delapan. aku muncul kepermukaan sebagai udara
yang tak pernah kauhirup dalam nafas sehari-harimu
terkadang menyingkap tirai yang menggantung
pada jendela kamarmu, dan kaumenatapku
penuh terka
detik sembilan. aku mengetuk ruangan dalam tidurmu
kita duduk bersila dan kaumenceritakan perihal kesiapanmu
detik sepuluh. sediakah kau untuk menerimaku
mengantarkan Kepulanganmu?
___________________
Bekasi-Bandung, 2014
G. Ramazhan
@moccava_