dan piring kosong. Lalu dia
duduk di hadapanku, wajahnya
terbuka seperti pintu yang
tak pernah tertutup. Udara dingin,
bulan biru membatu di atas kota.
Dia menopang dagunya di pundakku
seperti bertopang pada kesepian.
Kota kita semakin batu, katanya.
Di sisi lain, mataku beku menatap
 bulan biru.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!