Selalu begitu. Kita melipat bulan yang datang mengetuk pintu rumah, masuk ke ruang tamu, duduk di atas sofa.
Ia bagian dari hari-hari yang terpotong-potong menjadi kecil;Â kita belum sempat memikirkan sampah yang berserakan saat itu, kepala kita membentuk tong sampah.
Mereka anak-anak kecil yang menggambar jalan kita, sebuah cerita, mungkin dongeng kecil yang lucu, mimpi datang dengan kata-kata; tapi mereka liar dan terbata-bata.
Kita sampai pada jejak kaki yang menempel di tembok rumah yang hampir roboh.
Suara kita tertahan di ujung sepatu. Mata kita memutari hari-hari. Lalu mereka berlarian di antara reruntuhan itu. Siapa yang merdeka di antara kita. Bulan kita menggelinding sepanjang jalan raya.
Kita tertidur, sepasang mimpi kasat mata, mungkin diasuh bulan agar hidup di masa depan. Kita berjalan saja dengan kaki-kaki masa lalu. Pulang ke rumah, lalu melipat bulan di ruang tamu. Selalu begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H