Hukum Universitas Jember mengadakan beberapa kegiatan seperti : Penelitian, Magang, dan juga Pembangunan Desa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut Fakultas Hukum Universitas Jember menggandeng mitra-mitra yang luar biasa salah satunya yakni Mahkamah Konstitusi RI sebagai mitra pada program penelitian MBKM Fakultas Hukum Universitas Jember
Untuk meningkatkan kompetensi lulusan baik dari soft skill ataupun hard skill agar dapat lebih siap dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan zaman maka Fakultas      Program penelitian ini memberikan mahasiswa kesempatan untuk melakukan penelitian mendalam mengenai Mahkamah Konstitusi dan juga aspek-aspek hukum lain yang dapat dijadikan kajian dan luaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas mengenai ilmu hukum yang sesuai dengan keinginan masyarakat.  Melalui Surat Pengantar Program Penelitian MBKM Nomor 7130/UN25.1.1/SP/2023 Fakultas Hukum mendelegasikan mahasiswa dan mahasiswi terbaiknya dengan total 4 (empat) mahasiswa untuk melakukan penelitian di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yakni Ramadhan Dwi Saputra, Rona Jinan Zahro, Yulvia Chandra Cipta dan Nayla Nurul Aulia
      Salah satu mahasiswa yakni Ramadhan Dwi Saputra sebagai mahasiswa yang melakukan penelitian di Mahkamah Konstitusi mengambil kajian mengenai uji hal ihwal kegentingan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ) sebagai jawaban dari putusan mahkamah konstitusi yang menyatakan UU 11/2020 sebagai inkostitusional bersyarat lalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Peneliti yakni Ramadhan Dwi Saputra mengambil kajian ini dikarenakan Amanah pada Amar Putusan Mahkamah Konstitusi No.91/PUU-XVIII/2020 yakni pada amar nomor 5 (lima) menyatakan bahwa memerintahkan pembentuk undag-undang untuk melakukan perbaikan terhadap undang-undang a quo dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak ada perbaikan terhadap undang-undang a quo, maka undang-undang  a quo dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Namun yang malah dilakukan pemerintah adalah membuat Perppu yang notabenenya merupakan produk hukum yang minim partisipasi masyarakat dan perlu adanya hal ihwal kegentingan dalam pembuatan perppu. Sehingga peneliti melakukan pengujian hal ihwal kegentingan yang berada pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan tolak ukurnya yakni UUD NRI 1945, UU Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 tentang 3 syarat kumulatif suatu hal dapat termasuk dalam ihwal kegentingan yang memaksa serta perspektif ekonomi dan lainnya yang relevan dengan pengujian hal ihwal kegentingan Perppu tersebut.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Perppu Cipta Kerja tidak memiliki hal ihwal kegentingan yang relevan untuk menerbitkan Perppu dan hal ini juga diperjelas dalam dissenting opinion 4 hakim  dalam Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 54/PU-XXI/2023 yang  menyatakan bahwa Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi Saldi Isra, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Keempat Hakim Konstitusi tersebut berpendapat bahwa tindakan pembentuk undang-undang untuk menyetujui Perppu 2/2022 menjadi UU 6/2023 bukan meruoakan tindakan untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020 yang memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan proses atau tata acara pembentukan UU 11/2020. Namun yang dilakukan oleh Presiden  justru menerbitkan produk hukum yang berbeda yakni Perppu, padahal pembentuk undang-undang memiliki waktu yang sangat cukup untuk membentuk undang-undang sesuai dengan amanah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020 sehingga seharusnya Mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon
"Saya berhasil melakukan penelitian tentunya dibantu oleh Mentor dan DPL serta menghasilkan luaran yakni sebuah artikel dan mendapatkan ilmu yang lebih luas mengenai Peraturan Perundang-undangan dan tentang Mahkamah Konstitusi itu sendiri" Tutur Ramadhan sebagai mahasiswa yang melakukan penelitian di Mahkamah Konstitusi secara daring
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H