Barcelona FC, klub raksasa Spanyol dan juga Eropa yang dalam satu dekade kebelakang menghipnotis jutaan mata dengan gaya bermain yang disebut Tiki Taka. Gaya bermain dengan operan-operan pendek yang diadopsi dari total football Belanda telah membuat klub ini mampu menguasai Benua “Biru” Eropa dengan menggondol dua piala Liga Champions dalam enam musim terakhir, tepatnya pada musim 2008/09 dan 2010/11. Namun ada satu fakta unik dalam enam musim tersebut yang dialami oleh Barcelona khususnya dan para kontestan Liga Champions pada umumnya.
Hal unik tersebut berawal dari Liga Champions musim 2007/08. Pada musim tersebut Barcelona lolos hingga babak semi final setelah menjungkalkan wakil dari Jerman Schalke 04 dibabak perempat-final. Dalam drawing Barcelona harus meladeni jawara dari Inggris, Manchester United. Pada leg pertama pertemuan kedua tim berakhir dengan sama kuat 0-0. Hasil akhir ditentukan di Pertemuan leg ke-2 yang diselenggarakan di Camp Nou. Pertandingan berakhir tragis bagi tuan rumah. Tim tamu mampu mencuri gol lewat tendangan keras Paul Scholes dan tidak mampu disamakan oleh Barcelona. Manchester United pun akhirnya melenggang ke Final dan menciptakan all England Final di Stadion Luzhniki di Moskow, Rusia. Seperti kita ketahui Manchester United keluar sebagai juara Liga Champions musim tersebut dengan menundukkan wakil Inggris lainnya, Chelsea, melalui babak adu penalti.
Kejadian berulang dua musim berikutnya, tepatnya pada musim 2009/10. Kali ini sang protagonis hadir pada tim Inter Milan yang saat itu dilatih “The Special One” Jose Mourinho. Pada drawing semi final musim itu mempertemukan antara juara bertahan Barcelona melawan Inter Milan. Barcelona yang diunggulkan tak diduga takluk 3-1 di Giuseppe Meazza, Milan. Hasil yang membuat langkah Barcelona untuk mencetak rekor sebagai tim pertama yang mampu mempertahankan Piala Liga Champions menjadi berat. Pertandingan leg ke-2 yang dihelat di Camp Nou kandang Barcelona berhasil dimenangkan oleh tuan rumah dengan skor 1-0 lewat gol Gerard Pique. Namun, hasil tersebut tidak mampu menolong Barcelona untuk lolos ke final karena kalah agregat 3-2 dari Inter Milan. Inter Milan pun lolos ke Final dan akan berhadapan dengan wakil Jerman FC Bayen Munich. Final yang digelar di Santiago Bernabeu tersebut berhasil dimenangkan oleh Inter Milan dan menobatkan Jose Mourinho sebagai manager ke-3 yang mampu menjuarai Liga Champions dengan dua tim berbeda setelah Ernst Happel dan Ottmar Hitzfield.
Dua musim berselang, tepatnya pada musim 2011/12 pola yang sama kembali berulang. Pelaku utamanya adalah wakil dari Inggris yang tidak diunggulkan untuk menjadi juara, yaitu Chelsea. Pasca pemecatan pelatih muda fenomenal Andre Villas Boas dari Chelsea pada awal Februari, nahkoda Chelsea dipegang oleh sang assisten Roberto Di Matteo. Ditangan Di Matteo Chelsea cukup stabil penampilannya terutama di Liga Champions. Namun undian semi final mengharuskan mereka bertemu sang juara bertahan dan favorit juara, Barcelona. Hal yang tidak menguntungkan tentunya bagi London biru. Pertandingan semi final pertama di Stamford Bridge membuahkan hasil manis bagi tuan rumah. Chelsea mampu mengalahkan Barcelona 1-0. Ujian sebenarnya akan tersaji pada leg ke-2 yang diselenggarakan di Camp Nou, markas angker Barcelona. Namun, Chelsea memutarbalikkan prediksi dengan mampu menahan imbang Barca dengan skor 2-2. Dengan hasil tersebut Chelsea lolos dengan Agregat 3-2. Chelsea memberikan kado pahit bagi Guardiola yang menjalani musim terakhirnya bersama Barcelona dengan menyingkirkannya di babak semi final. Chelsea melenggang ke final dan berhadapan dengan Fc Bayen Munich yang mampu mengalahkan wakil Spanyol lainnya, yaitu Real Madrid. Final yang diselenggarakan di Allianz Arena, markas Bayern Munich, berakhir dengan dramatis. Setelah unggul terlebih dahulu melalui Thomas Muller, Chelsea mampu membalas di meti akhir waktu normal melalui Didier Drogba. Hasil akhir pun Chelsea menang melalui adu penalti.
Terakhir, musim yang baru saja berakhir, musim 2012/2013 pun menghasilkan pola yang sama. Kini di semi final yang berisi klub dari dua negara, Jerman dan Spanyol. Bayern Munich harus menghadapi Barcelona, sedangkan Real Madrid harus menghadapi Borrusia Dortmund. Dalam pertandingan leg ke-1 di Allianz Arena, melahirkan hasil yang mengejutkan dimana FC Bayern berhasil mencukur Barcelona dengan 4 gol tanpa balas. Kekalahan terbesar Barca dalam kurun enam musim terakhir di Liga Champions. Hasil tersebut membuat langkah Barcelona menuju final menjadi kecil. Benar saja, pada leg-2 peluang Barca untuk lolos benar-benar tertutup. Leg ke-2 yang diselenggarakan di Camp Nou, Barca kembali dicukur habis dengan skor 3-0, yang menjadikan aggregat 7-0 bagi FC Bayern. Sebuah rekor aggregat terbesar dalam sejarah Liga Champions. Pada musim ini Liga Champions untuk pertama kalinya melahirkan All German Final di Liga Champions setelah Borrusia Dortmund berhasil mengalahkan Real Madrid di semi final lainnya. Pertandingan Final diselenggarakan di Stadion Wembley, Inggris. Pertandingan berlangsung seru dengan kedua tim saling menyerang. Namun, hasil akhir memihak kepada FC Bayern dengan skor 2-1. Hasil ini membuat penantian FC Bayern akan gelar Liga Champions berakhir. Setelah mencapai dua kal final dalam tiga musim, tetapi selalu berada dalam posisi Runner-up.
Dapat dilihat kesamaan dari tim yang juara di atas, dimana tim tersebut mampu mengalahkan Barcelona di Semi final kemudian merengkuh juara. Sebuah ironis memang bagi Barca dimana mereka “turut andil” dalam melahirkan juara. Mungkin inilah serunya sepak bola. Selalu ada pola-pola unik dan berulang. Salam Olahraga!
ERN
3 Juni 2013 (3:43)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H