Seluruh masyarakat di Indonesia telah menjadi saksi bagaimana keganasan Covid-19 mengacaukan perekonomian. Bagaimana tidak, datangnya Covid-19 telah menyebabkan shock terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut terlihat dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pada saat hadirnya Covid-19 di Indonesia.
Perekonomian Indonesia mulai mengalami kontraksi sebesar 2,97% pada maret 2020 hingga mencapai -5,32% pada Juni 2020, berbarengan dengan pengumuman Covid-19 menjadi ancaman internasional oleh World Health Organization (WHO). Covid-19 telah menciptakan luka yang mendalam (scarring effect) bagi perekonomian Indonesia.
Tentunya krisis yang diciptakan Covid-19 tidak main-main dampaknya. Namun, ada hal menarik yang bisa kita pelajari. Bagaimana covid-19 bisa menciptakan krisis dan menjalar ke berbagai aspek ekonomi.
Sebagaimana yang kita tahu bahwa Covid-19 merupakan krisis yang terjadi akibat virus, sehingga krisis covid-19 juga melibatkan aspek kesehatan sebagai kunci. Penyebaran Covid-19 di dunia telah membuat banyak pihak internasional menerapkan kebijakan lockdown untuk memutus rantai penyebaran virus.
Akan tetapi, penerapan lockdown secara global menyebabkan gangguan rantai pasok dan memicu guncangan sisi penawaran (supply shock) di Indonesia. Kesulitan pemenuhan bahan baku oleh perusahaan membuat mereka harus melakukan efisiensi produksi, salah satu caranya adalah memangkas tenaga kerja untuk mengurangi biaya. Hal tersebut yang mendorong pengangguran terus meningkat selama covid-19 berlangsung.
Tingginya angka pengangguran menandakan banyak orang sedang dalam status tidak bekerja. Tentunya hal tersebut menghambat kemampuan finansial masyarakat dalam melakukan konsumsi dan meningkatkan kehati-hatian. Dari sinilah awal permulaan krisis ekonomi membuat rambatan. Menurunnya kemampuan finansial masyarakat salah satunya adalah penurunan kemampuan dalam konsumsi dan melunasi hutang.
Sebelum melanjutkan penjelasan, alangkah baiknya kita mengenal dulu saluran eksposur keuangan yang menjadi salah satu aspek penting dalam sistem keuangan. Terhubungnya jalur keuangan antara lembaga keuangan, rumah tangga, dan perusahaan membuat sebuah lintasan keuangan yang memungkinkan setiap aspek terlibat dalam aliran keuangan. Integrasi antar pihak  melalui saluran eksposur akan memicu risiko sistemik apabila krisis menghantam perekonomian.
Mengutip jurnal De Bandt dan Harthmann yang berjudul "Systemic Risk: A Survey", risiko sistemik terjadi apabila guncangan terjadi pada satu lembaga keuangan (idiosinkratis) dan merambat keseluruh perekonomian (sistematis).
Salah satu aspek penting dalam aliran keuangan adalah perbankan. Mengutip dari Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI), perbankan memilki aset di sektor keuangan sebesar 78,22% hingga maret 2020. Selain itu, perbankan memiliki peran penting sebagai financial intermediary untuk menyalurkan dan menerima aliran dana. Tentunya perbankan menjadi bagian paling penting dalam lembaga keuangan.