Sementara itu disisi lain semakin sengitnya persaingan vendor smartphon menghasilkan persaingan harga yang sangat kompetitif denga asumsi semakin murah atau terjangkau (jatiwahyudi, 2015).
Perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari sisi pola konsumsi semata atau e-commerce, disisi transportasi, masyarakat Indonesia telah mengalami pergesaran pola atau gaya penggunaaan transportasi.
Jika dimasa lalu banyak masyarakat yang menggunakan transportasi pribadi dengan alasan masih buruknya pelayanan public yang diberika oleh pemerintah, maka saat ini kecepatan, keamanan dan kenyaman diberikan oleh vendor-vendor penyedia transportasi onlie, seperti halnay Go-Jek, Grab dan Uber.
Bisa jadi hal ini juga dapat dikaitkan dengan menurunnya passion masyarakat untuk berbelanja ke mal atau pusat perbelanjaan modern, dikarenakan layanan transportasi online juga menyediakan jasa pengiriman barang dengan jarak tertentu, yang dipastian akan membuat konsumen lebih dapat mengenai waktu dan tenaga.
Meskipun hingga saat ini transportasi online masih dirasa sebagai sebuah ancaman bagi transportasi konvensional seperti halnya, ojek pangkalan dan taksi resmi yang melahirkan gesekan horizontal diantaranya, kita tidak dapat menutup mata bahwa perubahan merupakan suatu keniscayaan.
Menurut seorang sosiolog, Mascintos, terdapat empat karakter utama perubahan sosial terkadang dapat diketahui, namun seringkali tidak direncanakan, ketiga, perubahan sosial selalu kontrovesial, terakhir, suatu perubahan sosial lebih menonjol disbanding yang lainnya (Farhan, 2016).
Penggunaan cashless atau e-money bisa dikatakan sebagai fenomena yang baru di era digitalisasi mata uang diamana masyarakat di edukasi untuk lebih meningkatkan sector keamanan sert kenyamanan dibandingkan dengan membawa uang tunai. Di sisi lain peningkatan sosialisasi penggunaan cashless membuka ruang bagi tumbuh dan berkembangnya mata uang digital seperti halnya bitcoin.
Meskipun secara regulasi Bitcoin masih belum dianggap sah di Indonesia dan beberapa negara lainnya, tapi perubahan hanya menunggu waktu dan momentum. Seiring dengan semakin trbukanya informasi dalam masyarakat, perkembangan zaman di era yang borderless membuat individu-individu dalam masyarakat membutuhkan ketepatan (accuracy), kecepatan (velocity), keamanan (safety), akses yang luas (accessibility), dan kenyamanan (comfortly) dalam menggunakan kegiatan ekonomi dan bisnis.
Jika konsep Westphalia terhadap negara dan pendekatan Breetonwood tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat milenial, dapat dipastikan masyarakat akan mencari jawaban dan solusi ditempat lain sebagai bentuk kritis terhadap gaya hidup.
Perubahan sosial di masa kini dengan adanya kemajuan teknologi yang pesat menjadikan banyak orang kurang akan jiwa sosialnya, mereka lebih individualis dan lebih mementingkan handphone yang berada di gengamannya. Hal tersebut tentunya tidak baik, dan pastinya mereka tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Bahkan jika ada seseorang yang membutuhkan pertolongan tetap saja tidak peduli dan akan sibuk dengan dirinya sendiri. Sikap seperti harus dihilangkan, kita boleh saja bangga dengan teknologi yang ada dengan segala kemudahannya tetapi jangan sampai teknologi tersebut menghilangkan jiwa sosial. Sejatinya manusia membutuhkan bantuan dari orang lain untuk hidup.