Harus diakui bahwa industri kreatif merupakan salah satu industri yang sangat menjanjikan di dunia saat ini. Tak terkecuali di Indonesia yang gencar-gencarnya menayangkan sinetron tanpa hari libur. Jujur saja dulu saya adalah penggemar sinetron jadul seperti Keluarga Cemara, Jiny oh Jini, Tuyul dan Mbak Yul, Tutur Tinular dan Angling Dharma. Di semua sinetron yang saya sebutkan selalu ada unsur moral yang kental yang memberikan pelajaran dan hikmah bagi penonton.
Beberapa tahun belakang ini, jujur saja saya mulai prihatin dengan sineas kita terutama dalam sinetron yang terlalu meniru cerita drama luar. Apakah segitu parahnya krisis kreatifitas sineas kita sampai harus membuat "plagiat" ( adaptasi sih katanya) sehingga menjadi kontroversi di masyarakat kita. Ada yang pro namun banyak juga yang kontra. Dalam hal ini posisi saya berada di tengah-tengah. Saya tidak menyalahkan pihak sineas. Harus kita akui serial drama dari luar terutama drama Korea begitu populer di Indonesia. Hal ini menyebabkan drama Korea lebih menarik daripada sinetron buatan Indonesia. Tentu saja untuk bersaing dengan drama Korea, tentu hal yang tidak mudah. Dari segi kualitas cerita dan pengkemasan drama Korea lebih unggul dari sinetron. Bukannya hanya di Korea, bahkan Jepang, Taiwan dan Hongkong kualitasnya juga tak kalah bagusnya dari drama Korea.
Untuk membuat penonton Indonesia kembali melihat sinetron Indonesia tak sedikit mereka akhirnya melakukan plagiarisasi terhadap drama-drama luar tersebut. Alhasil, lahirnya drama yang membuat perut saya mual seperti GGS (ganteng-ganteng Serigala), Bastian Steel, Kau Yang Berasal Dari Bintang (sekarang sudah berhenti penayangannya) dan masih banyak lagi. Apakah ini pertanda sinetron Indonesia kurang kreatif dalam menggali ide cerita? ataukah mereka hanya mengejar rating saja? Memang Sinetron diatas mempunyai rating yang cukup bagus, itu karena masyarakat kita belum paham ( atau mungkin gak tahu?) tentang plagiarisasi.
Memang diakui juga tidak mudah membuat sinetron dengan jalan cerita yang bagus. Kalaupun berhasil itu membutuhkan waktu yang lama. Saat ini Sinetron Indonesia lebih berorientasi pada rating, bukan pada originalitas dan kreatifitas sinetron itu sinetron itu sendiri. Di sisi lain, gencar drama Korea di Indonesia membuat Sineas kita tenggelam dan kurang mampu bersaing dalam hal originalitas. Akhirnya banya penulis skenario demi mencari keuntungan membuat cerita yang "mengadaptasi" drama luar tersebut. Jujur saja, saya antara malu dan prihatin jika hal ini terus dilakukan sineas kita.
Untuk hal tersebut memang jaman ini menuntut kita untuk kreatif. Menurut saya jika tidak mampu membuat cerita dengan cara orisinalitas tanpa harus meniru drama luar, kenapa tidak mengadaptasi cerita rakyat yang ada? ya ada beberasa sinetron yang bagus seperti Malin yang tayang di SCTV. Tentunya hal itu lebih berguna daripada sinetron sekarang yang mengajar Alaynisme kepada anak muda. Semoga Persinetronan Indonesia mampu bersaing menjadi industri yang disegani di ASIA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H