Mohon tunggu...
Rama Baskara Putra Erari
Rama Baskara Putra Erari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua BEM Fakultas Vokasi ITS 2022 dan Ketua Bidang PTKP HMI Komisariat ARSIP SN 2023

Lulusan Sarjana Terapan dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil, Fakultas Vokasi ITS. Saya selama berkuliah aktif beroganisasi di intra maupun ekstra kampus, di intra kampus saya pernah menjadi Staf Departemen Internal BEM FV ITS 2021, Staf Departement Intern HMDS FV ITS 2021, Ketua Ad Hoc AD/ART FV ITS 2021, dan Ketua BEM FV ITS 2022. Organisasi ekstra kampus saya pernah menjadi staf Bidang P3A HMI Komisariat ARSIP SN 2022 dan saat ini menjabat sebagai Ketua Bidang PTKP HMI Komisariat ARSIP SN 2023. Saya juga aktif di kegiatan sosial seperti pernah menjadi pengajar di Pengajar Vokasi 2021 dan relawan pengajar di Mahasiswa Surabaya Berbagi 2021. Saya juga sering diundang menjadi panelis dalam debat maupun sebagai pembicara dalam sebuah pelatihan. Kritik dan saran: ramaerari15@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Komersialisasi Pendidikan Tinggi: Biaya Mahal, Mutu Dipertanyakan

16 Desember 2024   21:57 Diperbarui: 16 Desember 2024   22:04 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur mahalnya pendidikan tinggi (Sumber: UNY Community)

Perguruan Tinggi adalah sebuah tempat untuk pengembangan pendidikan, sebagai tempat belajar mengajar yang mengacu kepada hal ilmiah. Jumlah perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2023 adalah 4.523, dengan 31.399 program studi. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah universitas terbanyak kedua di dunia. Pendidikan tinggi khususnya sarjana sejauh ini merupakan eskalator perubahan bagi setiap orang, dengan menempuh pendidikan tinggi dan mendapatkan gelar baik diploma maupun sarjana membuka kesempatan orang tersebut untuk mengubah kehidupannya ke arah yang lebih baik lagi, sebab kebanyakan rekrutmen kerja dengan gaji yang besar pada saat ini memberikan kualifikasi yaitu minimal D3, D4 atau S1. 

Pentingnya gelar sebagai bentuk pengakuan keahlian seseorang dalam bidang yang ditempuh ketika kuliah maka tidak heran bahwa peminat masuk ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta meningkat setiap tahunnya. Permintaan yang begitu tinggi terhadap dunia kuliah membuat perguruan tinggi terhipnotis dengan kesempatan meraup keuntungan sebesar-besarnya dari permintaan yang banyak, dengan menaikan harga UKT, biaya masuk dan lain sebagainya, hal ini membuat perguruan tinggi terjebak dalam pusaran arus komersialisasi pendidikan. Tak heran banyak sekali tumbuh kampus-kampus swasta kecil (Kampus dengan jumlah mahasiswa kurang dari 2000) juga makin banyak tersebar dari kota besar sampai kota kecil, Perguruan Tinggi di Indonesia juga didominasi oleh perguruan tinggi swasta kecil, hal ini sebenarnya bagus untuk menjawab permasalahan permintaan yang tinggi dan dapat menghasilkan banyak lulusan perguruan tinggi namun apakah semakin banyak kampus yang dibuka dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas atau kampus hanya menjadi "pabrik" penghasil gelar?

Persebaran PT Kecil (Sumber: Bappenas RI)
Persebaran PT Kecil (Sumber: Bappenas RI)

Perguruan Tinggi Apakah Tetap Sebagai Ladang Ilmu atau Sekadar Pabrik Penghasil Gelar?

Perguruan Tinggi yang makin banyak di Indonesia khususnya perguruan tinggi swasta tentu saja menghasilkan banyak sekali lulusan sarjana setiap tahunnya bahkan Indonesia sendiri merupakan negara dengan pertumbuhan lulusan Perguruan Tinggi tertinggi nomor 3 di dunia  dengan lulusan setiap tahunnya mencapai 250 ribu orang, tentu itu angka yang fantastis!

Dari banyaknya lulusan perguruan tinggi tersebut menghasilkan banyak juga pengangguran lulusan perguruan tinggi sebesar 673 ribu orang, angka tersebut jelas merupakan angka yang sangat besar sebab berdasarkan data terdapat rata-rata 398 ribu perusahaan baru setiap tahunnya dengan lulusan pertahunnya 250 ribu orang. Jelas ada anomali jika kita melihat fakta sebanyak 46% perusahaan kesulitan saat mencari calon karyawan, menurut riset Populix. Semisal kita analisa secara sederhana maka kita akan menemukan bahwa terdapat kesenjangan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan dengan lulusan yang tersedia. Kalo menyangkut kualitas lulusan maka kita wajib untuk mempertanyakan kemampuan perguruan tinggi dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas memang faktor individu berpengaruh terhadap kualitas namun jika ini terjadi secara masif maka tentu saja ini terdapat masalah terhadap kurikulum pendidikan yang ada.

Berdasarkan analisa singkat itu kita bisa mengambil asumsi bahwa kurikulum yang ada di Perguruan Tinggi sudah tidak relevan dengan kebutuhan yang industri yang ada sehingga banyak lulusan yang hanya menghasilkan gelar namun tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan zaman saat ini. Sebenarnya itu bukan asumsi kosong bahwa kurikulum Pendidikan Tinggi kita sudah tidak relevan hal ini didukung dari pernyataan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim, 80 persen mahasiswa di Indonesia tidak bekerja sesuai jurusan kuliah. Tentu saja itu akibat dari dunia pendidikan sudah tidak selaras dengan kebutuhan kerja saat ini apa lagi memasuki zaman digitalisasi saat ini yang membuat persaingan bukan lagi sesama manusia tetapi juga manusia dengan robot, sehingga jika kurikulum pendidikan tinggi kita tidak melakukan transformasi menyongsong perubahan zaman maka kampus hanya menghasilkan lulusan yang tidak relevan dengan kebutuhan zaman.

Perguruan Tinggi Jangan Bermental Pabrik!

Ilustrasi Kampus Rasa Pabrik
Ilustrasi Kampus Rasa Pabrik

Perguruan Tinggi yang makin berkembang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat namun tidak memperhatikan mutu kualitas kurikulum yang ada hanya akan menghasilkan kampus berasa pabrik yang memproduksi gelar, orang datang ke kampus jadinya seperti sedang bertransaksi untuk mendapatkan ijazah bukan malah mendapatkan pendidikan yang bermutu. Perguruan tinggi yang makin terjebak ke dalam komersialisasi pendidikan membuat biaya kuliah makin mahal bahkan yang lebih mengerikan dari biaya pendidikan yang mahal adalah kurikulum yang diberikan tidak mengikuti perkembangan zaman hanya menghancurkan nilai gelar yang didapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun