Wabah penyakit memang sesuatu yang menakutkan. Selain karena wabah itu sendiri mematikan, permasalahan lain yang timbul adalah kecemasan berlebihan dari orang-orang yang menghadapi wabah tersebut.Â
Kalau kata Albert Camus seorang filsufut ekssistensialisasi dan novelis dari Aljazair mengemukakan wabah dapat menjadi momentum manusia untuk mamasuki sebuah ruang kosong bermakna absurditas, dimana ketidakjelasan masa depan merupakan hakikatt hidup manusia.Â
Absurditas tidak melulu bernilai negatif. Absurditas bisa jadi hadir sebagai sesuatu yang bernilai positif karena rasa cemas itulah manusia dapat mempertanyakan identitas dirinya dan menyadari bahwa dirinya ada bermasa yang lain, bukan subjek tunggal yang superior dan bisa bertindak semaunya.
Begitu juga mahasiswa sebagai salah satu manusia yang mencari identitas diri, di masa pandemi Covid-19 ini tidak menyurutkan semangat mahasiswa dalam belajar apalagi mahasiswa sudah dibekali dengan literasi digital.Â
Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menenumkan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memaafkan secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari - hari.Â
Selain itu literasi digital juga merupakan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi ( TIK) untuk mengkomunikasikan konten/informasi dengan kecakapan kognitif dan teknikal.
Dalam hal ini literasi digital cenderung pada hal yang terkait dengan keterampilan teknik dan berfokus pada aspek kognitif dan sosial emosional dalam dunia lingkungan digital. Literasi digital sendiri merupakan respon terhadap perkembangan teknologi dalam menggunakan media untuk mendukung mahasiswa memiliki kemampuan membaca serta meningkatkan keinginan masyarakat untuk membaca.
Pada saat ini literasi digital menjadi kebutuhan primer apalagi tengah pandemi Covid-19 ini bagi semua kalangan tidak terkecuali mahasiswa, hal ini disebabkan oleh semakin maju dan berkembangnnya ilmu pengetahuan teknologi dan informasi.Â
Literasi Digital sendiri pertama kali dikenalkan oleh Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul " Digital Literacy" (1997). Paul Gilster mengemukakan bahwa literasi digital sebagai kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efesien berbagai konteks, seperti akademik, karir, dan kehidupan sehari-hari.
Maka dari itu saya menarik benang merah bawah literasi berkaitan dengan mahasiswa terhadap dunia perkulihan. Dunia perkulihan merupakan aspek kehidupan yang sangat membutuhkan literasi digital atau kemampuan dalam hal menguasai pemanfaatan dan penggunaan teknologi.Â
Kebutuhan akan literasi digital dilatar belakangi oleh banyaknya kegiatan-kegiatan perkulihan yang melibatkan perangkat-perangkat teknologi digital.