Kita semua tahu bahwa internet adalah medium bagi banyak hal untuk bertemu tanpa terbatas ruang dan waktu. Tidak ada aturan mengikat mengenai apa saja yang dapat beredar di dalamnya, sehingga hal-hal baik dan buruk pun dapat berbaur dan diakses dengan mudah oleh khalayak luas. Hal ini berisiko membuat khalayak rentan terpapar ambiguitas dalam memilih mana yang benar dan mana yang salah. Salah satu hal yang memicu ambiguitas di dunia maya saat ini adalah propaganda kekerasan yang dilancarkan oleh kelompok ekstremis ISIS.
Mengapa disebut ambiguitas? Alasannya adalah karena hal tersebut membawa nama agama di belakangnya, di mana seolah-olah membuatnya terlihat seperti tugas mulia dari Tuhan. Hal paling nyata dalam keraguan tersebut adalah mengenai adanya unsur kekerasan yang menyertai propaganda cita-cita ISIS untuk mendirikan khilafah Islam tunggal. Bahkan tak segan mereka menggunakan kekerasan itu lebih dari penggertak, melainkan sebagai tindakan brutal yang menghalalkan aksi-aksi keji kepada mereka-mereka yang dianggap berseberangan. Ironisnya, hal tersebut bukan hanya tertuju pada orang-orang di luar Muslim, melainkan juga sesama Muslim yang tidak sepaham dengannya.
Eksistensi ISIS terekam dengan sangat detail di dunia maya, di mana umumnya merupakan hasil dari upaya penyiaran oleh kalangan internal. Mereka tidak segan untuk mengunggah beragam konten kekerasan untuk melegitimasikan eksistensinya ke khalayak luas. Selain itu, ISIS juga pandai mendesain sedemikian rupa eksistensinya di dunia maya sebagai alat propagandanya. Hampir segala bentuk tren kekinian di dunia maya diikuti oleh ISIS, seperti tren game bertema kekerasan, tren meme (gambar lelucon), hingga tren sosial media yang kini tengah menyedot jutaan bahkan milyaran atensi pengguna di seluruh dunia.
Bentuk propaganda progresif yang dilakukan ISIS di dunia maya itulah yang kemudian menciptakan ambiguitas di benak masyarakat. Sekilas tampak seperti hal yg lumrah dan bahkan menarik, namun ternyata terselip ideologi sesat yang mengancam stabilitas tatanan hidup manusia.
Hal tersebut dikarenakan adanya tujuan propaganda ISIS dalam mendukung superioritas ideologi yang diusungnya, di mana mengarah pada pengabaian keberagaman yang ada di dunia. Apabila propaganda tersebut kian menguat, maka akan semakin banyak orang terpapar kebencian dan rasa permusuhan yang berisiko menimbulkan konflik yang mengancam stabilitas keamanan dan kehidupan masyarakat luas.
Mengenai kepiawaian ISIS dalam menjalankan propagandanya melalui dunia maya, maka adalah kewajiban kita untuk bersikap waspada untuk tidak mudah terpengaruh seruan ataupun ajakan yang belum jelas asalnya. Selain itu, kita pun sebaiknya bersikap teliti dalam memilah-milah arus informasi yang kita akses di internet. Tidak semua arus informasi yang kita terima dapat dipercaya seratus persen. Oleh sebab itu, perlu ada tindakan kroscek yang teliti dalam menyikapi beragam isu yang beredar di dunia maya dan jagat jejaring sosial, khususnya mengenai isu-isu sensitif seperti contoh mengenai sentimen agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H