Sedang semangatnya si Bapak Pembicara menyampaikan sambutannya, tiba-tiba dari mulutnya ia mengeluarkan suara seperti orang mendengkur. Seketika itu juga tubuhnya terjatuh ke belakang podium tanpa berdaya karena serangan jantung. Rohnya langsung berpisah dari raganya dan nyawanya pun tak tertolong.
Sedang pulas-pulasnya seorang Ibu dan Anaknya tidur terlelap, tiba-tiba seorang penjahat menerobos masuk ke kamar dan langsung menghujamkan sebilah benda tajam ke tubuh mereka berdua. Tanpa teriakan kesakitan nyawa keduanya pun langsung melayang.
Saat Si Pengendara Motor fokus memperhatikan kemacetan di depannya, tiba-tiba dari arah belakang sebuah mobil berkecepatan tinggi menghantam motor yang dikendarainya. Terdengar suara tabrakan yang dasyat. Ia terjungkal jatuh ke aspal jalanan dengan tubuh luka parah dan tewas di tempat.
Sedang asyiknya Si Turis menikmati kursi pesawatnya yang empuk dan membayangkan liburan indah yang menantinya, tiba-tiba pesawat yang membawanya masuk ke pusaran awan badai. Tanpa daya pesawat itu akhirnya terhempas jatuh ke lautan dalam di bawah sana. Si Turis beserta seluruh penumpang ikut tenggelam ke dasar lautan, dan menjadi jasad.
Kelahiran dan kematian adalah rahasia Ilahi. Itu adalah dalil mutlak, kebenaran yang paling hakiki. Ketika seorang manusia datang ke dunia, ia pun akan pergi dari dunia. Ketika manusia lahir, ia pun pasti mati. Tak seorang pun yang memiliki hak imunitas tentang kematian. Seperti orang yang menunggu panggilan untuk dijemput kembali, setiap kita sudah memiliki tiket tanpa nomor urut. Panggilan bisa datang secara tiba-tiba, dan mengacak. Bisa saja yang datang duluan, pergi duluan. Atau yang datang paling belakangan, malah dipanggil duluan.
Jadi siapakah yang bisa menebak hari kematiannya? Atau dimana dan bagaimana caranya? Orang yang berbaring sakit berbulan-bulan di ruang ICU tidak bisa menebaknya. Apalagi yang sehat walfiat dan sedang menjalani aktifitasnya seperti berbagai kisah di atas. Bahkan, orang yang nekad memaksa "ingin dijemput duluan" alias bunuh diri banyak yang gagal alias nyawanya terselamatkan, karena memang belum tiba gilirannya.
Karena itu sambil menjalani dan menikmati hidup kita di dunia ini, kita pun harus terus bersiap. Manusia diajarkan bahwa ia harus bersiap setiap saat untuk menghadapi kepergiannya dari dunia. Bukan dengan rasa takut, gentar atau gemetar, namun dengan iman dan pertanggungjawaban kehidupan yang dijalaninya selama di dunia fana ini.
Inilah doa kita: Yah, aku siap, Penciptaku, terimalah aku dan seluruh perbuatanku... Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H