Melihat dari sudut pandang lain, underground economy khususnya prostitusi ini memiliki efek negatif bagi pengguna dan penyedia jasa tersebut. Mengingat virus yang sedang marak yaitu  human immunodeficiency virus (HIV) atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya. DJP memang berhak untuk mengenakan pajak atas PSK, tetapi apakah hasilnya dapat menutupi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat di lokalisasi? Bagaimana dengan keadaan moral masyarakat sekitar lokalisasi khususnya anak-anak? Dari hasil pengamatan saya terhadap bisnis prostitusi bagi warga sekitar lokalisasi pada tahun 2018 memiliki kekhawatiran terhadap masa depan anak-anak. Banyaknya suara musik dan kegiatan negatif lainnya mengganggu kegiatan belajar anak-anak serta tumbuh kembang mereka. Kegiatan prostitusi ini memang meningkatkan ekonomi warga sekitar namun ada  tradeoff yang dihasilkan oleh lingkungan yang buruk seperti maraknya narkoba dan minuman beralkohol yang notabene dapat merusak kehidupan moral dalam kehidupan bermasyarakat bagi anak-anak penerus bangsa nantinya.
Apakah DJP berani untuk memungut pajak prostitusi yang memiliki perputaran uang yang cukup fantastis? Secara matematika, penggalian potensi bisnis ini jika dilakukan secara masif maka akan meningkatkan penerimaan pajak cukup signifikan, akan tetapi DJP juga harus menggunakan sudut pandang moral-moral yang berlaku di masyarakat. Mengenakan pajak terhadap sesuatu yang ilegal dan amoral akan memberikan opini secara tidak langsung kepada masyarakat bahwa negara melegalkan aktivitas tersebut. Memang pada teorinya bahwa pajak memiliki fungsi regulerend, seperti halnya mengatur konsumsi minuman keras dengan memberikan pajak yang tinggi, akan tetapi tidak untuk hal yang dapat merusak moral dan kesehatan dalam bisnis prostitusi ini.
Pepatah mengatakan, Jika suatu tindak kejahatan tidak bisa dihilangkan bukan berarti kejahatan tersebut harus dilegalisasi. Ada harga yang sangat mahal harus dibayar DJP jika harus mengenakan pajak terhadap bisnis prostitusi tersebut.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H