Dibulan ramadhan ini, ummat Islam umumnya tidak asing dengan ayat-ayat dalam Surah Al Baqarah yang berisikan tentang perintah untuk melaksanakan puasa serta keutamaan-keutamaan yang terdapat di dalamnya. Salah satu ayat itu adalah ayat 185 yang berbunyi:
 "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)"
Ayat inilah yang menceritakan tentang Nuzulul Qur'an terjadi pada Bulan Ramadhan, tepatnya tanggal 17 yang hingga kini terus diperingati oleh kaum muslimin. Lebih jauh ayat ini juga menegaskan bahwa Alqur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia.
Untuk bisa memahami "petunjuk" yang terkandung dalam Alqur'an itu tentu saja tidak sekedar dengan menyimpan atau memegangnya, melainkan harus membaca, memahami dan kemudian mempraktikkan nilai-nilai atau ajaran yang terkandung didalamnya. Karena itulah ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW berbunyi iqra' ( ) yang secara sederhana diartikan bacalah.
Quraish Shihab (2002: 392) mengatakan bahwa kata iqra' berarti menghimpun. Sebagai gambaran, seseorang merangkai huruf-huruf atau kata-kata maka dia sedang menghimpun. Tidak ada suatu keharusan berbentuk teks sebagai obyek bacaan, sehingga arti iqra' dapat berarti menyampaikan, menelaah, mendalami, membaca dan meneliti.
Di sini jelas tersirat dan tersurat bahwa ummat Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk membudayakan membaca agar memahami nilai-nilai kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Jika dimaknai secara luas, budaya membaca atau budaya literasi pada hakikatnya merupakan salah satu nilai atau ajaran paling mendasar dalam Islam karena menjadi perintah pertama yang diturunkan oleh Allah SWT.
Ironisnya, Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia justru tingkat literasinya memprihatinkan. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Diakui atau tidak, realitas ini memberikan gambaran betapa sebagai mayoritas, masyarakat muslim Indonesia masih belum mempraktikkan ajaran agamanya dengan benar. Oleh karenanya, tidak salah jika sebuah penelitian tidak menempatkan Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia menjadi negara paling islami, walaupun masyarakat Indonesia sangat sensitif terhadap isu agama, bahkan gemar mengkafirkan, menganiaya bahkan membunuh orang lain yang dianggap "menistakan agama Islam" walaupun hanya sekedar ikut-ikutan kata orang lain yang belum tentu paham. Penelitian justru menempatkan Selandia Baru sebagai negara paling "islami" di dunia, walaupun hanya 1.3% dari total jumlah penduduknya yang beragama Islam.
Menyedihkan bukan ? Dan bahkan bagi sebagian orang yang sensitif, penelitian ini juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk penistaan agama. Tapi itulah realitas yang terjadi, walaupun masih sangat besar peluang perdebatan dalam memaknainya, karena memang masyarakat kita sedang hobi berdebat tanpa literasi.
Maka dari itu, momentum Nuzulul Qur'an 17 Ramadhan 1443H ini hendaknya mampu menggugah kesadaran ummat Islam Indonesia untuk membangun budaya membaca atau literasi. Hal ini tentu saja sangat penting agar Bangsa Indonesia tidak mudah terprovokasi dan terpecah belah oleh berbagai isu sensitif, karena tidak mau dan mampu memahami permasalahan sosial secara jernih dan lengkap akibat rendahnya tingkat literasi.
Ajakan dan himbauan dari para guru, ustadz dan kyai saat menjelang dan memasuki Bulan Ramadhan untuk memperbanyak tadarus atau membaca alqur'an, hendaknya tidak dilihat sekedar sebagai ritual untuk mencari pahala semata, melainkan juga dijadikan sebagai pembiasaan diri untuk membaca berbagai hal secara tekstual maupun kontekstual.