Akan tetapi di Gunung Padang yang daku lihat, batuan itu berada pada posisi horizontal. Daku menyimpulkan bahwa ada campur tangan manusia di dalam penyusunan struktur bangunan. Yang jadi pertanyaan bagaimana orang-orang memindahkannya? saat itu bisa jadi belum ada alat berat, ini uniknya.
Batu-batu itu jelas sekali memang produk alam tidak bisa dibantah, ada peran manusia memindahkan dan menatanya entah bagaimana caranya.Â
Daku mencoba berdiri dipinggir teras 1, memandang ke bawah, terlihat kecuramannya jelas tegas dan tidak landai. Ada perbedaan ketinggian dengan kontur yang tidak alami.
Itu pun terlihat di dinding teras 2, kalau yang ini tidak terbantahkan lagi. Kalau ini masih dibantah, ya sudahlah mungkin dia orang yang senang berdebat.
Begitu pun saat akan turun dari situs Gunung Padang melalui tangga buatan di sebelah kiri situs. Pandangan daku saat menuruni tangga sesekali menoleh ke kiri. Daku melihat susunan batu tersusun rapi dibalik batang-batang bambu dan semak belukar, jelas man made.
_
2. Budaya Menghadap ke GunungÂ
Dari manakah budaya bangunan atau perilaku menghadap gunung? bila kita membaca referensi mengenai bangunan bersejarah dan budaya akan menemui tempat peribadatan, hunian istana, kegiatan budaya menghadap gunung dan itu tersebar di Jawa dan Bali.
Contoh nyata ialah garis imajiner sumbu filosofi Yogyakarta. Garis Imajiner Yogyakarta adalah garis khayal/imajiner yang membujur dari arah selatan ke utara, yang ditarik dari Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi sebagai porosnya. Keraton Yogyakarta menghadap ke Gunung Merapi.