Setelah Gubenur Jenderal VOC diganti oleh Baron van Imhoff di Batavia, warga etnis Tionghoa dipusatkan di satu tempat di luar Benteng kota yang sekarang disebut Glodok.Â
Posisi Glodok sekitar 3 km dari tembok kota dan dapat terjangkau dengan meriam, dan ini menjadi titik tolak berkembangnya Glodok sebagai Pecinan di Jakarta saat ini.
Glodok menurut Deasy kemungkinan diambil dari bahasa Sunda oleh warga sekitar ketika mendengar bunyi glodok-glodok yang keluar dari pancoran air jaman itu.Â
Deasy mengatakan bahwa ada juga yang mengartikan kata Glodok berasal dari tempat para wanita mencuci pakaian di kanal yang dahulu ada di lokasi ini.
Apa yang disampaikan Deasy 11-12 dengan buku ‘Betawi Queen of the East’ (2002) karangan Alwi Shahab, kata Glodok berasal dari ‘grojok’, onomatopi bunyi pancuran air. Karena etnis Tionghoa sulit mengucapkan kata grojok akhirnya berbunyi Glodok.
Sedangkan dari referensi lain dari Kepala Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan ahli arkeologi Profesor Agus Aris Munandar menyebutkan bahwa Glodok-Glodok merupakan suara roda pedati di daerah yg saat ini dikenal sebagai Glodok.
Ada juga menyebut Glodok konon katanya memiliki arti pintu masuk rumah. Pada zaman kerajaan dahulu kala, Glodok menjadi pintu masuk ke daerah Sunda Kelapa yang di era VOC menjadi Batavia.
Saat ini Glodok sebuah kawasan yang menjadi kelurahan di kecamatan Taman Sari Jakarta Barat. Glodok sempat mengalami masa jayanya sebagai salah-satu pusat bisnis. Deasy membuka tabir bahwa Glodok dulu dikenal sebagai pusat perdagangan dolar gelap.
Desa Wisata Pecinan Glodok Jakarta Bersolek
Deasy sebelum mengajak kami melangkahkan kaki memberi tau bahwa Pecinan Jakarta terpilih sebagai salah-satu penerima Anugerah50 besar desa wisata terbaik dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) yang diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).