Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

75 Tahun Indonesia; Masihkah Migas Sumber Energi Untuk Indonesia?

16 Agustus 2020   13:17 Diperbarui: 20 Agustus 2020   12:29 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

17 Agustus 2020 masyarakat Indonesia akan merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia yang ke 75. Populasi penduduk  mencapal 267 Juta jiwa di tahun 2019 dan akan terus meningkat selaras dengan angka harapan hidup manusia yang makin tinggi. 

Tidak hanya pertumbuhan jumlah penduduk, Indonesia juga dihadapkan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat 5 persen pertahun, perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakat modern membutuhkan energi semakin besar.

Indonesia Energy Outlook 2019 memberikan gambaran permintaan energi final nasional tahun 2025 pada skenario Business as Ussual (BaU), skenario Pembangunan Berkelanjutan (PB) dan skenario Rendah Karbon (RK) masing-masing sebesar 170,8 MTOE, 154,7 MTOE dan 150,1 MTOE. 

Adapun permintaan energi final pada tahun 2050 dengan skenario yang sama masing-masing sebesar 548,8 MTOE, 481,1 MTOE dan 424,2 MTOE. Pada tahun 2025, permintaan energi untuk seluruh skenario masih didominasi oleh sektor transportasi yaitu sekitar 35% dan pada tahun 2050 didominasi oleh sektor industri antara 37-42%. 

Begitu besar kebutuhan energi yang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk dan kenaikan taraf hidup masyarakat Indonesia. Sebagaian besar kebutuhan energi  tersebut dipasok dari bahan bakar fosil. 

Kebutuhan akan Minyak dan Gas Bumi (Migas) dimana peranannya sebagai salah satu sumber energi utama pun semakin meningkat. Migas juga sebagai bahan baku untuk produk kimia, obat-obatan, pelarut, pupuk, pestisida dan plastik. 

Kehadiran migas sangat mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia di era modern saat ini dan masa depan. Untuk itu kesediaan migas bagi sebuah negara amatlah penting. Migas merupakan sumber energi yang dibutuhkan karena memiliki persentase yang signifikan dalam memenuhi konsumsi energi Indonesia dan dunia.

Dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun, sejak awal produksi hingga saat ini, Indonesia telah menyedot lebih dari 23 milliar barrel minyak mentah dari perut bumi.

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, pada 2019 cadangan minyak Indonesia mencapai 3.775 miliar barrel dan gas 77 triliun kubik fit. Besaran cadangan tersebut dengan tingkat produksi minyak Indones‎ia saat ini maka cadangan  tinggal 9,22 tahun. Sedangkan cadangan gas masih 21,86 tahun. 

_

Potensi Migas Indonesia

Indonesia yang memiliki cadangan minyak sebesar 3,7 milliar barrel jelas bukan lagi negara kaya akan minyak jika dibandingkan dengan Venezuela yang memiliki cadangan minyak lebih dari 200 miliar barrel. Namun jika dibandingkan dengan Yaman, Inggris, Malaysia, Italy dan Brunei cadangan minyak Indonesia lebih banyak.

Sementara, sebanyak 2,294 miliar barel dikategorikan mungkin memiliki potensi punya cadangan minyak. Sedangkan 2,063 miliar barel dikategorikan harapan.

Deskripsi : Migas masih menjadi tulang punggung sumber energi untuk Indonesia I Sumber Foto : SKK Migas
Deskripsi : Migas masih menjadi tulang punggung sumber energi untuk Indonesia I Sumber Foto : SKK Migas
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan, pada kuartal I-2020 rata-rata lifting minyak bumi mencapai 701,6 ribu barel per hari (bph). Angka ini sekitar 92,9% dari target APBN sebanyak 755 ribu bph. 

Sedangkan untuk gas bumi, lifting rata-rata mencapai 5.866 juta standar kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMSCFD) atau 87,9% dari target APBN yang mencapai 6.670 MMSCFD. 

Sehingga Secara kumulatif, lifting migas mencapai 1,749 juta barel setara minyak per hari (bsmph) atau sekitar 90,4% dari target APBN sebanyak 1,946 juta bsmph.

Patut diketahui bahwa potensi pendapatan negara dari sektor migas akibat pandemi Covid-19 mengalami koreksi pada tahun 2020. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dunia serta berbagai sektor lainnya. 

Hal ini membuat Pemerintah merevisi target penerimaan negara dari sub sektor migas dengan menurunkan target sebesar Rp92 triliun yang semula Rp192,04 triliun menjadi Rp100,16 triliun. 

Dikutip halaman Ditjen Migas 30 April 2020, realisasi penerimaan migas mencapai Rp42,87 triliun di mana Rp33,75 triliun merupakan penerimaan PNBP. Jika kondisi pandemi Covid-19 masih berlanjut maka berdampak penerimaan migas pada tahun 2020 diperkirakan hanya sebesar Rp86,33 triliun.

Deskripsi : Pengeboran Migas I Sumber Foto : SKK Migas
Deskripsi : Pengeboran Migas I Sumber Foto : SKK Migas
Kementerian ESDM mencatat pada kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) telah menemukan cadangan migas di 3 (tiga) lapangan sepanjang kuartal I tahun 2020. Berdasarkan laporan Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), penemuan cadangan migas tersebut diperkirakan mencapai 136,5 juta barel setara minyak (BOE). 

Penemuan tersebut terdiri dari satu temuan cadangan minyak oleh Texcal Mahato setelah menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi PB-2 Blok Mahato sebesar 61,8 juta barel minyak. 

Selanjutnya, ada penemuan yang diperoleh dari Medco E&P dari pengeboran sumur Bronang-2 sebesar 79 miliar kaki kubik gas (BCFG). Penemuan Lapangan Bronang menjadi penunjang pengembangan Lapangan Faroel sehingga produksinya bisa mencapai hingga 10.000 barel minyak per hari (BOPD).

Ada juga Pertamina EP (PEP) yang berhasil menemukan cadangan gas sebesar 333,6 BCFG dari hasil penyelesaian pengerjaan eksplorasi sumur Wolai-002 di Banggai, Sulawesi Tengah. 

Maka secara keseluruhan sepanjang Kuartal I 2020, perbandingan antara cadangan migas yang ditemukan dengan yang diproduksi (Reserve Replacement Ratio/RRR) di Indonesia mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya. 

Adapun, hingga 31 Maret RRR Migas di Indonesia mencapai 47,5 juta barel setara minyak. Kenaikan ini tak lepas dari kontribusi penemuan cadangan Lapangan di Lapangan OPLL West Natuna terutama di bulan Maret sebesar 6%.

_

Migas Menunjang Industri Petrokimia

Masih banyak masyarakat yang hanya mengetahui migas digunakan sebagai bahan baku produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Gas (BBG) saja. Minyak dan gas merupakan bahan baku produk kesehatan, rumah tangga dan produk lain yang digunakan sehari-hari.

Migas amat berhubungan erat dengan petrokimia. Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai industri yang berbahan baku utama produk minyak dan gas bumi. 

Produk-produk petrokimia merupakan produk strategis karena merupakan bahan baku bagi industri hilir seperti  tekstil, karet sintetik, bahan pembersih, kosmetik, pestisida, bahan farmasi, kulit imitasi, bahan peledak,  dan lain-lain. 

Hampir semua produk petrokimia yang diproduksi berasal dari tiga jenis bahan dasar yaitu olefin, aromatik dan gas sintesis. Industri petrokimia secara umum dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu industri petrokimia hulu, yaitu mengolah produk dasar (produk primer) menjadi produk setengah jadi (produk antara) seperti Butadiena, Benzene, Toluene, Xylene, Methanol, Ethylene, Prophylene, Fuel Coproducts, Pyrolisis Gasoline, Pyrolisis Fuel Oil. 

Sedangkan industri petrokimia hilir, yaitu mengolah produk setengah jadi menjadi produk jadi yang siap pakai seperti plastik, pelarut (solvent), zat peledak, karet sintetis, nilon dll. 

Secara umum untuk memperoleh produk petrokimia dilakukan dengan 3 (tiga) tahapan proses yaitu mengubah minyak dan gas bumi menjadi bahan dasar petrokimia, mengubah bahan dasar petrokimia menjadi produk setengah jadi dan mengubah produk setengah jadi menjadi produk akhir. 

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, kebutuhan nasional produk petrokimia sangat besar dan terus mengalami peningkatan rata-rata 5 persen setiap tahunnya. 

Berdasarkan data dari Pertamina, kebutuhan industri petrokimia nasional seperti, polyethylene 1,8 juta ton per tahun, paraxylene 1 juta ton per tahun, polypropylene sekitar 1,75 juta ton per tahun,  serta benzene sekitar 350 ribu ton per tahun. Namun untuk kebutuhan tersebut ternyata sebagian masih dipenuhi melalui impor.

Untuk mewujudkan kemandirian industri petrokimia, Pertamina telah membuka ruang untuk dapat bermitra dengan berbagai mitra strategis yang terpercaya dan berpengalaman di industri ini. Total investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan bisnis petrokimia ini diproyeksikan hingga tahun 2026 sebesar US$9,2 miliar. 

Indonesia pernah berjaya pada era 1990-an, dimana menjadi nomor satu di Asean dalam industri petrokimia. Namun, sejak krisis moneter 1998 tidak ada lagi investasi baru di Industri petrokimia, sementara kebutuhan terhadap produk petrokimia terus tumbuh, sehingga impor produk ini terus naik sampai dengan 60%.

Deskripsi : Saya (Andri) saat berada di Stasiun Pengumpul Utama Jatibarang milik Pertamina saat bersama SKK Migas melukakan Blog Trip I Sumber Foto : dokpri
Deskripsi : Saya (Andri) saat berada di Stasiun Pengumpul Utama Jatibarang milik Pertamina saat bersama SKK Migas melukakan Blog Trip I Sumber Foto : dokpri
Indonesia dapat berpotensi bisa menjadi pusat pertumbuhan pada industri petrokimia yang kompetitif  di tingkat ASEAN maupun Asia. Hal ini karena Indonesia memiliki potensi cadangan minyak 3,7 milliar barrel, 2,294 miliar barel mungkin memiliki potensi punya cadangan minyak, 2,063 miliar barel dikategorikan harapan, 150 triliun cubic feet serta cadangan batu bara 30 miliar ton.

--

Dalam usia ke 75 tahun, Indonesia telah mendapatkan manfaat dari migas yang berada didalam perut bumi negeri ini. Diharapkan pemangku kebijakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BUMN yang mengelola industri Migas dapat pula bersinergi dengan industri hulu dan hilir agar Indonesia tidak hanya menjadi produsen bahan baku saja. 

Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto

Instagram I Twitter I web I Email : mastiyan@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun