Hoaks dan dramanya acapkali terlihat di timeline Social Media ku. Begitu pula chat di what apps group teman dan keluarga. Bagaimanakah kita mengenali hoaks dan tidak terjebak menyebarkan nya  ?
Minggu, 30 September 2018, aku mengikuti kegiatan Danone Blogger Academy 2018 hari ke 2. Salah-satu narasumber merupakan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Komeninfo yakni Ibu Rosarita Niken Widiastuti yang membahas "How To Handle Hoax In Digital".
Tiga hari setelahnya pada tanggal 3 Oktober 2018, pukul delapan malam, daku melihat di timeline social media facebook ada seorang public figure berinisial RS berusia 70-an tahun mengaku berbohong berujung mengagetkan masyarakat Indonesia.
Informasi bohong (hoaks) atau fake information itu menjadi perhatian besar warga Indonesia dipekan pertama bulan oktober 2018. Dampak dari informasi hoaks tersebut mampu menghebohkan dan rupanya lebih besar dari apa yang pernah terpikirkan bagi nenek 70-an tahun itu.
Awalnya seorang nenek berinisal RS yang berusia 70-an tahun memberikan informasi bohong (hoaks) kepada anaknya bahwa dirinya telah mengalami tindakan penganiayaan di sekitaran wilayah Bandung, pada tanggal 21 september 2018.Â
Dalam kurun waktu seminggu informasi peristiwa penganiayaan itu hanya diketahui oleh keluarga besar saja. Tindak kekerasan itu akhirnya tersebar juga ke social media dan chat what apps dengan foto wajah sang nenek yang bengkak-bengkak dan lebam.
Kekuatan social media pun menunjukkan powerfull nya, berita menyangkut seorang nenek berinisial RS yang mengalami tindakan kekerasan menjadi viral. Tanpa diperintah banyak public figure yang berempati lalu berkomentar dan kemudian ikut terlibat menviralkan yang berujung menjadi tranding topic.
Adapula pribadi-pribadi yang mencari jumlah like dan share post di social media ikut nimbrung ketenaran dalam kegiatan menviralkan kejadian kekerasan tersebut. Selain itu ada juga orang-orang yang berhati picik memanfaatkan dengan penambahan kata-kata yang berujung ujaran kebencian. Banyak netizen yang memakan informasi tersebut bulat-bulat dengan melakukan like dan share.
Namun apa yang terjadi !!!...sang nenek mengakui bahwa peristiwa itu Palsu dan dia memang Berbohong. Ia ungkapkan melalui confrence press pada, 3 oktober 2018 di kediamannya. Ia melakukan itu karena menutupi tindakan operasi penyedotan lemak di wajah yang menimbulkan efek samping bengkak-bengkak dan lebam pada wajah.
Apa yang terjadi kemudian ternyata banyak orang yang merasa tertipu bahkan ada public figure yang terlibat menviralkan dengan menyikapi menyatakan dirinya korban. Drama playing victim pun bermunculan. Nasi telah menjadi bubur, apa yang telah terucap dan disebarkan sudah tidak bisa ditarik kembali karena jejak digital itu telah tercatat di search engine.