"Saya bersedia di bully ketika perut rakyat bermasalah, dimana saat itu kami harus mengambil kebijakan impor. Kita tidak hidup di hutan belantara dimana kita hidup sendiri. Ketika kita mau menerima, kita juga harus juga bersedia memberi" Ucap Enggartiasto Lukita (Menteri Perdagangan RI) di Acara Persepketif Kompasiana 'Ngobrol Santai terkait Perdagangan Indonesia Bersama Mendag'
Apa yang disampaikan oleh Bapak Enggartiasto Lukita, Menteri Perdagangan RI di acara Kompasiana Perspektif, tercontohkan ketika daku melihat pemberitaan di media mainstream tentang transaksi antara Rusia & Indonesia dalam pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35 Super Flanker. Pesawat tempur yang ditawarkan negara selain Rusia pun tersisih seperti F16 Viper (Seri terbaru keluarga F16), Typhoon, Rafale, Gripen bahkan jet tempur produksi negara tetangga India-Tejas.
Berdasarkan kontrak yang ditandatangani oleh kedua negara, 14 februari 2018 lalu, Pembelian Sukhoi Su-35 Flanker E melalui mekanisme imbal beli sesuai UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan. 35 persen nilai transaksi pada pengadaan Sukhoi Su-35 Flanker E ini dalam bentuk offset dan 50 persen dalam bentuk imbal beli. Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar 570 juta dolar AS dari 1,14 miliar dolar AS total nilai pengadaan.
Transaksi bernilai besar ini membuat Indonesia di untungkan dengan mengekspor komoditi-komoditi unggulan dan non unggulan termasuk salah-satunya kerupuk ke Rusia. Komoditi-komoditi tersebut bisa diperkenalkan kepada publik Rusia sehingga nilai ekspor kita bisa meningkat diluar bentuk transaksi Imbal Beli dalam beberapa tahun kedepan.
Bisa jadi bentuk transaksi imbal beli dan dampak jangka panjangnya bisa mensejahterakan rakyat Indonesia. Apa yang dicontohkan dalam transaksi Sukhoi SU-35 ini bisa dilihat dimana Rusia mendapat benefit penjualan alutsista lalu Indonesia dapat mengekspor plus memperkenalkan komoditi dan mengganti pesawat tempur F5 Tiger yg sudah tua. Tingginya nilai ekspor dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan inflasi yang berujung stabilnya harga barang.
Negara yang demokratis dimana rakyat memiliki peran yang kuat dalam memilih pemimpinnya, pastinya menginginkan rakyatnya sejahtera. Bagaimanakah mensejahterakan rakyatnya ??? ....jawabannya ketika kebutuhan dasar dan pokok terpenuhi dan mudah didapatkan.
Pada bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri acapkali timbul harga psikologis yaitu dimana harga barang naik. Hal tersebut terjadi karena persepsi yang yang dibuat masyarakat sendiri sehingga terjadi kenaikan dan itu bukan sesuatu yang wajar. Anehnya pada saat menjelang lebaran, kita untuk mendapatkan bahan kebutuhan pokok itu mudah tetapi harga melonjak tinggi.
Bagaimanakah agar harga kebutuhan pokok stabil !!! ... perlunya peran pemerintah disini, karena penentu harga bahan pokok dilihat dari dua faktor, yakni supply dan demand.
Menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET)