Jejak pertama yang kami singgahi ialah Pasar Baru, sebetulnya merupakan titik kumpul. Reyhan menceritakan sejarah tentang Pasar Baru, lokasi ini merupakan pusat perbelanjaan yang dibangun pada tahun 1820. Awalnya pasar ini bernama Passer Baroe sewaktu Jakarta masih bernama Batavia. Penyebutan "Passer" sendiri menurut Reyhan awalnya bukan tempat belanja tapi pass atau pelintas. Saat zaman itu memasuki wilayah ini seperti masuk jalan TOL yakni berbayar.
Deskripsi : Toko Kompak tempat dimana seorang mayor beretnis tiongkok diangkat VOC sebagai pengkoordinasi kegiatan di Passer Baroe I Sumber Foto : Andri M
Deskripsi : Daku berada di Vihara Dharma Jaya untuk melakukan napak tilas negeri ini. Bahwa keberagaman sudah ada sejak dulu I Sumber foto : Andri M
Pada saat berada di
Passer Baroe kami mengunjungi toko kompak yang dulunya merupakan tempat tinggal seorang mayor beretnis tiongkok. Lalu kami menuju Vihara Dharma Jaya (Sin Tek Bio) yang terletak didalam gang yang sempit yang telah berdiri sejak 1698 di
batavia.
Deskripsi : Sekolah Santa Ursula yang dahulunya merupakan sebuah Kapel tempat peribadatan teman2x beragama Nasrani pada zaman kolonial I Sumber Foto : Andri M
Lalu kami melanjutkan perjalanan ke arah timur menuju Sekolah Santa Ursula. Â Dahulunya sekolah ini merupakan sebuah Kapel bagi saudara kita yang beragama Nasrani. Kalau tempat ibadah Gereja disandingkan dengan Masjid, maka Kapel ini sebanding dengan Mushola dari sisi fungsi dan ukuran.
Deskripsi : Museum Filateli Jakarta, dahulunya merupakan kantor pos jaman kolonial I Sumber Foto : Andri M
Kemudian berhenti sejenak di sebuah bangunan khas Belanda yang mirip dengan Stasiun Jakarta Kota. Nah ternyata bangunan ini digunakan sebagai Museum Filateli Jakarta saat ini.
Gedung ini dibangun pada tahun 1860-an yang digunakan oleh Belanda untuk kantor pos dan telegram sebagai alat komunikasi pada masa itu. Bagi kalian pengkolektor perangko, sebaiknya mampir bila berada disini.
Deskripsi : Gedung Kesenia Jakarta yang merupakan tempat pertunjukan pada saat ini maupun jaman kolonial Belanda I Sumber Foto : Andri M
Setelah itu kami berjalan menuju Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Ternyata Gedung Kesenian ini acapkali berubah nama, pada tahun 1809 gedung ini bernama
Mini Simple Theater. Â Lalu, berganti nama lagi menjadi
Showburg. Rayhan menyampaikan, saat ini Gedung Kesenian Jakarta menjadi tempat bagi seniman menampilkan aksinya seperti theater, pertunjukkan musik, dll.
Deskripsi : Salah satu bangunan yang merupakan hasil pemikiran Deandless. yaitu Istana Putih. Gedung ini dibuat untuk memindahkan pusat pemerintahan dari batavia lama ke Weltevreden I Sumber Foto : Andri M
Sambil menuju Lapangan Banteng, kami melewati Gedung Kementerian Keuangan. Sebuah gedung putih bergaya kolonial menunjukkan kegagahan. Awalnya gedung putih ini direncanakan sebagai pusat pemerintahan dan tempat tinggal Gebenur Jendral.
Bangunan ini dibuat pada masa Deandles berkuasa. Ia ingin membangun pusat pemerintahan dan pertahanan yang baru dan lebih sehat karena kota Batavia Lama diangap sudah tidak layak.
Deskripsi : Gedung belakang Masjid Istiqlal dimana dahulu berdiri Benteng Belanda Frederik Hendrik I Sumber Foto : Andri M
Tujuan akhir adalah Masjid Istiqlal, inilah masjid yang penuh sejarah dan terbesar di Asia Tenggara. Istiqlal berarti ‘Merdeka’, melambangkan kemerdekaan dan kejayaan bangsa Indonesia setelah berhasil membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Masjid Istiqlal berdiri di atas tanah seluas 9,9 hektar yang dulunya merupakan benteng Belanda.Â
Menurut keterangan Rayhan, karena bangunan benteng itu tidak terurus dan agar menghilangkan kenangan kolonial maka atas perintah Bung Karno bangunan tersebut dirobohkan. Kemudian didirikan sebuah Masjid yang membanggakan yang bernama Istiqlal. Nama benteng tersebut Frederik Hendrik yang dahulu berdekatan dengan Wihelmina Park. Benteng Frederik Hendrik dibangun 1834 oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch. Kabarnya benteng tua yang sudah lama di bongkar ini memiliki terowongan menuju pasar ikan.
-----ooo000ooo------
Menurut daku trip Weltevreden salah-satu yang terkeren walaupun tidak melewati gunung, lembah dan sungai. Berjalan saja tanpa insight menurut daku terasa kurang, nggak tau juga begitu juga nggak buat backpacker yang lain. Salah-satu hal dari kolonial yang perlu menjadi pengetahuan dan bisa ditiru adalah mereka membangun kota secara terkonsep.
Deskripsi : Para Backpacker yang ikut serta menjelajah Weltevreden kecuali pojok kiri yg duduk ya I Sumber Foto : Group Semu BPJ - Desi
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Blog: kompasiana.com/rakyatjelata
Twitter: AndrieGan
Instagram: andrie_gan
web: http://belidisini.jstore.co
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya