Mohon tunggu...
Fariza Hidayat
Fariza Hidayat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memimpin Dengan Hati, Khofifah Indar Parawansa

7 Desember 2017   13:11 Diperbarui: 7 Desember 2017   16:19 1811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perjuangan Sejak 10 November 1945, Surabaya menjadi kota yang bersejarah menggelorakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu juga melibatkan banyak pejuang. Nama-nama besar seperti Bung Tomo muncul dalam pergerakan tersebut. Semangat itulah yang menjadi pemantik dan inspirasi banyak orang untuk terus berkontribusi bagi bangsa Indonesia. Bahkan hingga saat ini, Surabaya telah banyak melahirkan tokoh-tokoh yang dinilai banyak memberikan kontribusi untuk Indonesia.

Dalam sebuah artikel yang berjudul "World's Biggest Muslim Country Puts More Women Into Senior Roles". Seorang perempuan kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 19 Mei 1965 disebut sebagai tokoh berpengaruh dalam pemerintahan di Indonesia. Dia juga danggap sebagai simbol kesuksesan perempuan di kancah politik nasional.

Tulisan itu diterbitkan oleh media massa asal Amerika Serikat Bloomberg. Karya yang ditulis reporter Rieka Rahadiana, Molly Dai, and Karl Lester M Yap menuliskan bahwa Parawansa, adalah salah satu contoh menteri perempuan di negara muslim terbesar di dunia. Sekaligus menjadi contoh kesuksesan sebuah negara dalam memecahkan streotip gender dan agama.

Nama lengkap Parawansa adalah Khofifah Indar Parawansa. Seorang Menteri Sosial pada kabinet Kerja 2014-2019, Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pada umur 27 tahun, Khofifah, nama panggilannya, berhasil menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1992-1997. Dari situlah ia memulai karir politiknya tepat setelah selesai menempuh pendidikan Magister Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Jakarta.

Perjalanannya menapaki dunia politik tidaklah mudah. Semasa kecil dulu, Khofifah telah bekerja menjual es lilin untuk membantu orangtuanya. Sejak Sekolah Dasar (SD), ia juga telah aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Dalam kenangan masa kecilnya, ia sudah mengkoordinir teman-teman untuk keliling kampung membangunkan orang sahur.  Meski dengan keadaan sulit, ia tidak pernah menyerah dan terus gigih belajar agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Falsafah hidup tentang roda yang terus berputar, diakuinya bukan hanya rangkaian kata-kata kosong. "Sekarang saya menjadi Menteri Sosial di (Kabinet Pemerintahan) Presiden Jokowi," ujar Khofifah dihadapan 2.000 anak yatim, di Kota Malang, Jumat (25/3/2016) dikutip melalui media Tribun.

Selama berkuliah Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya. Ia juga pernah Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Surabaya di tahun 1986. Tak puas memenuhi semangat belajarnya, ia melanjutkan studinya ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Airlangga (Unair), Surabaya pada tahun 1991. Khofifah sempat memimpin Organisasi Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) hingga Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Timur.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU ini, ketika berusia 32 tahun pernah membacakan pidato yang dinilai menuai kontroversi. Dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1998, Khofifah yang tengah menyatakan sikap dari Fraksi Persatuan mengutarakan kririk terhadap pemerintahan orde baru, dalam hal ini Pemerintahan Presiden Soeharto. Ia bahkan menyampaikan soal kecurangan dan kekurangan Pemilu 1997, serta mengemukanan pandangan-pandangannya tentang demokratisasi dihadapan sidang parlemen. Pada saat itu, parlemen masih banyak di dominasi oleh Fraksi Karya Pembangunan (Golkar), Fraksi ABRI, dan Fraksi Utusan Golongan dibut terperanjat dan kaget oleh pidatonya. Namun, keberaniannya membuka pintu lebih lebar untuk dirinya berkiprah dalam jalur politik.

Khofifah merupakan saksi hidup dari peralihan rezim kekuasaan Orde Baru ke Era Reformasi. Saat itu, ia tengah menjalani posisi kedua kalinya sebagai anggota DPR RI hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 1997, setelah sebelumnya terpilih pertama kalipada Pemilu 1992-1997 melalui PPP. Peralihan rezim yang mensyaratkan banyak perubahan dari sistem politik hingga struktur politik. Posisinya sebagai anggota DPR RI, akhirnya hanya bertahan selama dua (2) tahun. Selang waktu berganti, sistem politik dan pemerintahan Indonesia kembali bergeliat. Pada tahun 1999, kembali diadakan Pemilu Pertama kali setelah reformasi. Khofifah pun memutuskan untuk bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang lahir di Era Reformasi bentukan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Khofifah kembali terpilih sebagai anggota DPR RI dengan jabatan Wakil Ketua DPR RI pada masa Kepresidenan B.J. Habibie, tetapi ia tidak lama bertugas di sana. Pada tahun yang sama, ia diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan oleh Presiden terpilih Abdurrahman Wahid pada kabinet Persatuan Indonesia. Nasib Khofifah menjadi menteri juga tidak bertahan lama, hanya dua tahun, seiring jatuhnya Presiden Abdurrahman Wahid untuk periode 1999-2001.  Presiden baru Megawati Soekarnoputri  yang menggantikan Gus Dur, kemudian membetuk  Kabinet Gotong Royong untuk periode 2001-2004.

Kiprahnya di kemasyarakatan makin terasa dirasakan masyarakat. Masyarakat Jawa Timur pernah mendorong Khofifah untuk mengikuti Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2013. Khofifah ikut bertarung, namun belum berhasil. Kecintaannya kepada masyarakat Jawa Timur ternyata tidak pernah pudar. Meskipun telah dipilih menjadi Menteri Sosial pada kabinet Kerja Jokowi-JK untuk periode 2014-2019. Khofifah kembali memutuskan untuk kembali mengabdikan dirinya untuk masyarakat Jawa Timur. Ia telah bersiap menyalonkan diri kembali sebagai calon gubernur Jawa Timur pada Pilkada 2018 mendatang. Dalam Pilkada Jawa Timur 2018, Khofifah akan berduet dengan Bupati Trenggalek Emil Dardak Bupati Trenggalek 2015-2020 sebagai calon wakil gubernur.

Khofifah adalah salah satu tokoh perempuan yang memiliki modal-modal sosial politik yang sangat luar biasa. Melalui pencalonannya, merupakan harapan cerah bagi masyarakat yang kerap terpinggirkan oleh praktik-praktik politik elit di Indonesia. Khofifah dapat menjadi peluang bagi masyarakat yang terpinggirkan untuk memperoleh kembali kedaulatannya secara politik. Wasekjen DPP Partai Golkar M. Sarmuji, juga memberikan testimoni yang mendalam tentang Khofifah dengan mengatakan “Karena Khofifah memimpin dengan hati. Orang yang memimpin dengan hati, langkah kakinya akan menjadi ringan, pikirannya juga akan terus mencari jalan keluar dari setiap masalah,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun