Beberapa waktu lalu, publik khususnya warga NU dikagetkan oleh pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj, yang menyebut Menteri Keuangan tidak menepati janji menggelontorkan kredit murah sebesar Rp 1,5 triliun kepada NU sebagai bentuk support Pemerintah terhadap tugas yang harus dijalankan Pengurus Besar NU sesuai mandat muktamar di Jombang, Jawa Timur tahun 2014.Â
Salah satu tugas PBNU adalah ikut aktif berperan menurunkan angka kemiskinan, serta mendorong pengusaha kecil dan mikro terutama yang jadi anggota ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut, antara lain di daerah yang memiliki basis NU cukup besar seperti di Tasikmalaya, Ciamis, Tegal, dan Bondowoso.
Menyikapi pernyataan Ketum PBNU tersebut Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani menyampaikan bahwa uang yang dibahas Ketua PBNU sebesar Rp 1,5 triliun adalah dana yang berasal dari APBN tahun 2017. Dana tersebut disiapkan dalam rangka mendukung penguatan perekonomian ultra mikro, yakni sektor usaha terkecil rakyat yang tidak masuk kualifikasi pengajuan Kredit Usaha Rakyat. Mereka adalah rakyat yang tidak memiliki akses pembiayaan usaha.
Pada waktu itu, DPR sudah setuju terhadap pembiayaan level grass root termasuk di dalamnya adalah masyarakat yang menjadi anggota NU. NU sendiri memiliki banyak unit usaha yang mana anggotanya sangat membutuhkan bantuan permodalan usaha, di kisaran Rp 5 juta-Rp 10 juta per orang.
Namun, karena tupoksi Kementrian Keuangan merupakan lembaga negara yang bertugas sebagai Pembuat kebijakan / policy maker yang mengatur Keuangan Negara dan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan program Pemerintah dalam belanja APBN untuk pembangunan, maka dalam pelaksanaan eksekusi operasional pendistribusian APBN dibentuklah Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP) sebagai coordinated fund pembiayaan ultra mikro (UMI) yang digunakan untuk pinjaman soft loan microfinance.
Saat ini channel yang di setujui oleh BLU PIP menjadi "kaki dan tangan" dalam eksekusi penyaluran kredit UMKM dan ultra mikro adalah 3 BUMN yang telah menyalurkan bantuan pendanaan sebanyak Rp 211 Miliar dari rencana Rp 1,5Trilyun; yaitu:
1. Â PT Bahana Artha Ventura,
2. PT Permodalan Nasional Madani (Persero) melalui Program Mekaar,
3. Â PT Pegadaian (Persero).
Selain itu, masyarakat NU di koperasi tersebut telah miliki sistem pembukuan ekonomi yang sangat baik. Dengan kata lain, target nasabah yang menjadi Profil koperasi Sidogiri tersebut tidak cocok dengan kondisi mayoritas warga NU yang belum menerima manfaat, yang pada umumnya merupakan rakyat akar rumput yang tidak bankable.
Issue lain yang dikemukakan Said Aqil adalah bunga pinjaman kredit UMKM dan Ultra Mikro terlalu tinggi, bahkan diatas KUR Bank Konvensional (9% vs 6%). Hal ini disebabkan karena double charged Cost of Money atas dana APBN untuk bisa sampai ke masyarakat ultra mikro.Â
Pemerintah membebani CoM sekitar 4% ke lembaga channel distribution, dan channel distribution membebankan Cost of Money sekitar 5% kepada koperasi atau intermediary lainnya. Hal ini tentu sangat membebani masyarakat kecil yang secara business wise mereka tidak akan mampu mengembalikannya sehingga akhirnya mereka tidak berani mengajukan pinjaman. Ini membuat Ketua Umum PBNU meminta agar Pemerintah memberikan secara langsung ke masyarakat melalui pondok pesantren.Â