Sulitnya meyakinkan orang "dungu" bahwa dunia ini terselenggara kait mengait, terhubung satu sama lain. Semakin ke sini jalinan, jaringan, kaitan semakin rumit dan rigit. Satu tergantung pada yang lain, semua seiring perkembangan peradaban.
Perkembangan peradaban tak lagi diukur dari kokohnya bangunan benteng, megah dan mewahnya bangunan istana kerajaan. Ketertiban, ketaatan, kelihaian mengikuti, memainkan, bermain dalam sistem menjadi tolok ukur keberadaban individu, komunitas, bangsa dan negara.
Kewibawaan individu, sosok, komunitas, bangsa dan negara dilihat dari konsistensi, integritas, produktifitas, dan efisiensi. Bukan lagi keberanian berperang konvensional, bukan lagi diukur dari kepemilikan misiu, moncong senjata dan jumlah tentaranya, laskarnya dan sejenisnya.
Pemberontakan, sabotase, perlawanan terhadap sistem kesepakatan global adalah sikap frustasi, ugal-ugalan, malas, dan mau menang sendiri. Itu bukan kehebatan, itu bukan kejayaan, itu bukan kekuatan tetapi kelemahan, dan yang terpenting dan harus dicatat, keluar, atau mengingkari kesepakatan global termasuk dan dimasukan sebagai kelompok teroris, perusuh dan pemberontak.
Ekonomi bisnis beserta dali-dalilnya, hukum-hukumnya, sudah jadi panglima. Bukan lagi semata-mata politik, militer dan aliansi-aliansi pertahanan dan segala assesorisnya.
Saya tidak mengatakan ini adalah agama baru, tetapi inilah "laku" (jawa-red), sarana, cara, hidup habluminanas (hirisontal), tata pergaulan sebagai ekpresi dari habluminallah (vertikal) spiritual. Spiritualitas / habluminallah tidak bisa lagi hadir telanjang, harus ada semacam spritual Mounting, katalisator.Â
Agama atau spiritualitas yang hadir telanjang bagai kehadiran mesin industri yang memicu revolusi industri kala itu, dahsyat, menggelegar dan fenomenal. Tetapi polutif, mulai berpikir tehnologi hybrid, dan energy batre, intinya kita tetap bergerak, kita tetap beragama, kita berspiritualitas, tetapi tidak polutif, ramah lingkungan, melestarikan lingkungan. Tak ada tehnologi yang hebat, tidak ada sistem keyakinan yang hebat, tidak ada agama yang hebat, tetapi sekaligus merusak keseimbangan dunia dan lingkungannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H