Haniyya Satu Tahun
Rakhmat Hidayat
Momen bersejarah itu masih aku ingat betul dan tak mungkin terlupakan.Rabu,23 Januari 2013.Sehabis shubuh aku dan Haikal dijemput Pak Mohammed menggunakan mobilnya. Shubuh ketika itu pukul 06.15 pagi.Musim dingin masih berlangsung ketika itu.Haikal aku bangunkan sejak pukul 05.00 pagi.Aku menyiapkan sarapan sebelum kami berangkat.Aku segera bergegas untuk shalat shubuh.Do’a aku panjatkan untuk kelancaran persalinan istriku.Istriku sudah menginap di rumah sakit sehari sebelumnya untuk persiapan persalinan. Pukul 06.30, Pak Mohammed dan Teh Titin tiba di bawah apartemenku. Suasana di luar apartemen masih gelap dengan udara yang sangat dingin. Mereka adalah orang terdekat kami yang membantu selama proses persalinanku.Istriku berteman baik dengan Teh Titin yang berasal dari Banjar, Jawa Barat. Mereka sudah kami anggap saudara sendiri.Haikal masih terkantuk-kantuk ketika dijemput.Perasaan aku masih campur aduk menjelang persalinan istriku.Antara senang dan takut.Ketakutan adalah salah satu perasaan yang menggelayuti diriku selama studi di Lyon.Meskipun aku mencoba melawan berbagai ketakutan tersebut.Tetap saja, aku berada dibawah bayang-bayang ketakutan.Mobil Pak Mohammed membawa kami ke rumah sakit tempat istriku bersalin.Aku meninggalkan Haikal karena Haikal akan dititipkan di rumah Pak Mohammed.Haikal menangis karena berpisah dengan aku.Aku mencoba menenangkan Haikal karena adik bayinya akan lahir.Teh Titin dan Pak Mohammed juga menenangkan Haikal.Wajah tulus dari keduanya membuat aku tenang untuk menanti persalinan istriku.
Aku melangkah masuk ke rumah sakit menuju kamar istriku di lantai dua.Suasana masih sepi dan hening.Hanya ada beberapa petugas kebersihan yang tengah membersihkan seisi ruangan.Aku mengetuk masuk kamar istriku yang tengah berbaring.Aku kecup keningnya.Dia menyambut aku dengan salam hangatnya penuh mesra.Aku tahu dia akan menghadapi hidup dan mati dalam hitungan jam menunggu kelahiran buah hati kami.Dia sudah bersiap-siap sesuai dengan instruksi perawat.Jam 09.00, dia harus masuk ruang operasi.Aku terus mendampingi sambil mengabarkan kondisi Haikal yang sementara waktu aku titipkan ke Teh Titin. Istriku kangen dengan Haikal.Dia menanyakan kabar Haikal bagaimana, sarapannya dan tidurnya.Padahal baru satu malam berpisah dengan Haikal.Memang, aku juga merasakan suasana yang sama.Kangen dengan istriku .Malam itu, aku hanya tidur bersama Haikal.Suasana rumah memang sepi, seolah tak bernyawa, tanpa kehadiran istriku.Waktu terus berjalan cepat.Dalam hitungan menit, istriku harus menuju ruang operasi.Perawat terus bolak-balik masuk ke kamar istriku untuk mempersiapkan operasi.Tampak semua perawat ramah dan menebar senyum menjelang persalinan istriku.Kamar itu memang hanya ditempati istriku.Harusnya ada dua kasur untuk dua pasien. Tepat pukul 09.00, dua perawat senior membawa istriku masuk ke kamar operasi.Perawat tersebut tetap menebar senyum dan ramah.Aku masih ingat kedua perawat tersebut adalah seorang perawat perempuan senior dan seorang perawat laki-laki.Tak ada wajah serius, apalagi terkesan jutek seperti kebanyakan perawat di Indonesia.Aku mendampingi istriku hingga lift.Setelah itu aku berpisah.Harus menunggu persalinan istriku.Deg-degan……
Aku menunggu dibawah. Duduk sendiri sambil menggenggam ponselku. Persis di depan ruang administrasi.Duduk sendiri sambil menanti detik-detik persalinan.Cuaca masih dingin sedingin orang-orang yang keluar masuk rumah sakit tersebut.Di Indonesia, rumah sakit tempat istriku melahirkan mungkin sekelas RSIA Hermina.Tak terlalu besar dibandingkan RSIA Harapan Kita, Jakarta Barat. Aku terus mengabarkan proses persalinan kepada keluargaku melalui layanan BBM.Tak ada keluarga apalagi orang tua yang mendampingiku. Sendiri dalam suasana takut, khawatir dan cemas.Semua campur aduk. Hanya Allah dan malaikat yang mendampingiku.Do’a dari jauh terus dipanjatkan keluarga di Indonesia.Ibuku di Cirebon terus mengirimkan do’a menjelang kelahiran cucunya selama kehamilan istriku.Keluarga besarku dan istri di Jakarta juga mengirim do’a tak putus menjelang detik-detik kelahirkan bayiku.Hanya do’a yang aku panjatkan selama menunggu kelahirkan bayiku.
Pukul 10.05 aku dipanggil perawat.Sebelumnya namaku dipanggil, “Anda, Bapak Hidayat?’’, kata perawat tersebut menghampiriku.”C’est moi’’, kataku.””Silakan masuk, bayinya sudah lahir”.Aku sedikit tenang.Tapi belum tenang selama belum menyaksikan sendiri fisik bayi tersebut.Aku langsung dipersilakan masuk ke ruangan istriku bersalin menggunakan pakaian khusus untuk menjaga kebersihan.”Subhanallah’’,ujarku.Ternyata, bayi perempuan mungil sudah lahir dengan selamat dan sedang diberikan ASI pertama.Aku langsung sujud syukur.Fisiknya sempurna.Tak ada kekurangan.Aku mengecup kening istriku dan mencium kening bayiku.Berapa detik kemudian, aku langsung mengazankan bayiku disamping telinga kanan bayiku.Itulah wujud syukurku kepada Allah.Bayi dan ibunya lahir selamat.Plong, dada yang terasa sesak menjelang detik-detik terakhir persalinan langsung bisa bernafas kembali dengan kelahiran si kecil.
Istriku terbaring sendirian di bekas ruang operasi.Di sekitar kasurnya, masih terpasang beberapa alat bantu pernafasan untuk mengontrol kondisi istriku.Beberapa perawat masih bolak-balik mengontrol alat yang ada di kasur istriku.Mereka menebar senyumnya kepada kami yang tengah berbahagia.Bayiku masih menikmati ASI pertamanya tanpa henti.Ibarat haus dan lapar, bayi cantik itu terus menikmati ASI yang berlimpah.Inilah kebahagiaan tak terhingga buat aku.Istriku juga sangat berbahagia dengan pemberian ASI perdananya.
Nama bayi mungil itu adalah Haniyya Ashavelin Hidayat.Kami memanggilnya Haniyya.Lucu, mungil, sehat dan menggemaskan.Haniyya lahir dari proses perjuangan yang sangat panjang.Mendebarkan, menegangkan dan berbagai kecemasan lainnya.Semua berkecamuk dalam batin istri dan aku.Perjuangan itu karena istriku harus bersalin jauh dari keluarga.Aku juga harus berjuang mendampingi istriku dalam masa-masa studiku yang juga tak kalah mendebarkannya.Belum lagi, pengajuan asuransi sosial kami tertunda hampir sembilan bulan karena berbagai alasan.Berkasnya selalu ditolak dengan berbagai alasan yang membuat saya hampir putus asa untuk memperjuangkannya.Tak bisa dihitung, aku harus bolak-balik puluhan kali ke kantor asuransi sosial untuk memperjuangkan berkas asuransiku.Putus asa, stress dan melelahkan selama mengurus asuransi tersebut.Aku bersyukur selama proses mengajukan asuransi tersebut didamping Pak Yusuf Baiera yang setia mendampingiku selama mengajukan asuransi tersebut.Pak Yusuf memfasilitasiku untuk berdebat dengan petugas asuransi ketika menolak berkasku.Pak Yusuf adalah suami dari Teh Aan Jamilah yang berasal dari Banjarsari, Ciamis. Istriku sering berkonsultasi mengenal masalah kehamilan dengan istrinya Pak Yusuf karena mereka sudah memiliki tiga putra.Mereka pasti sudah memiliki pengalaman selama kehamilan dan kelahiran di rumah sakit di Lyon.Pengalaman itulah yang menguatkan istriku untuk menghadapi hari-hari beratnya selama kehamilan hingga melahirkan. Mereka juga menjadi salah satu keluarga terdekatku di Lyon.Birokrasi Prancis memang terkenal ribet, rumit dan melelahkan.Tak ada korupsi apalagi nepotisme.Semua dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku.Nah, Pak Yusuflah yang setia mendampingiku selama detik-detik akhir proses asuransiku akhirnya disetujui.Bersyukur, akhirnya berkas asuransiku lolos setelah istriku melahirkan.Aku tak perlu membayar sepeserpun untuk biaya persalinan istriku karena semua biayanya dijamin oleh asuransi sosial dari Pemerintah Prancis.Inilah kebahagiaanku setelah bayiku lahir dengan selamat.Jika asuransiku tak lolos, aku harus membayar semua biaya persalinan sekitar 8000 euro atau lebih dari Rp 100 juta.
Selain Pak Mohammed dan Pak Yusuf beserta istri-istrinya yang sudah aku anggap seperti saudara, ada satu keluarga lagi yang juga tak kalah dekatnya dan sudah aku anggap juga sebagai keluarga.Mereka adalah Pak Koder dan Teh Neng.Teh Neng berasal dari Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.Istriku sering ngobrol dengan Teh Neng berbagai hal.Dari mulai masalah masakan, makanan hingga masalah persiapan persalinan.Mereka sangat baik dan membantu kami selama tinggal dan studi di Lyon.
Haniyya sudah genap satu tahun, pada 23 Januari 2014.Hari-harinya selama satu tahun diwarnai dengan suka dan bahagia.Kehadirannya melengkapi kebahagiaanku selama menyelesaikan studi.Haniyya tumbuh menjadi anak yang sehat, pintar, cantik, lucu dan semakin menggemaskan.Lengkap sudah kebahagiaanku memiliki anak laki-laki dan perempuan. Kualitas gizi Haniyya memang mendapatkan yang terbaik selama di Lyon.Dia rutin mendapatkan perawatan terbaik dari dokter spesialis anak setiap bulannya selama satu tahun. Haniyya menjadikan rumah kami penuh warna dengan senyum, tawa dan tangisnya.Di tengah penat dan stress yang harus aku hadapi dalam menyelesaikan studi, senyum Haniyya menghapusnya.Haniyya memang berbeda dengan kakaknya, Haikal.Haniyya lebih ekspresif dan aktif dibandingkan kakak-nya ketika usia kakaknya masih kecil. Genap usia 11 bulan, Haniyya sudah bisa berjalan.Kami tidak mengajarinya berjalan. Tetapi dia bisa berjalan sendiri secama alamiah sesuai dengan fase-fase perkembangan bayi. Haniyya tak jauh beda dengan bayi-bayi Prancis lainnya.Semua makanan dia suka.Dari mulai roti baguette, keju,hingga coklat khas Prancis.Haniyya juga menyukai semua makanan khas Indonesia.Dari mulai bakwan, cilok hingga risoles dia lahap tanpa terkecuali.
Ulang tahun Haniyya aku menyiapkan kado istimewa, yaitu buku karyaku yang khusus dipersembahkan untuk Haniyya.Buku ini adalah buku ketigaku yang kutulis selama aku studi di Lyon.Jika tak ada halangan buku ini akan terbit sekitar Juli atau Agustus 2014.Haikal juga sudah aku buatkan buku yang khusus dipersembahkan untuk kado ultahnya ke 5 pada tahun 2011.Buku untuk Haikal adalah buku pertamaku yang ditulis ketika aku mulai studi di Lyon.Setiap buku yang kutulis memang sengaja dipersembahkan untuk orang-orang yang paling istimewa.Buku keduaku dipersembahkan untuk kedua orang tuaku.Istriku mendapat jatah untuk buku keempatku yang merupakan hasil terjemahan dari disertasiku.Kado ultah Haikal dan Haniyya aku buatkan buku untuk mereka karena dengan buku-lah menjadi sumber ilmu pengetahuan.Buku membuka cakrawala dunia.Aku berharap Haikal dan Haniyya sejak kecil sudah menyukai buku.Mereka sudah dibiasakan membaca buku sejak kecil.Buku adalah symbol ilmu pengetahuan.
Semua keluargaku di Indonesia belum pernah ketemu dengan Haniyya.Pasti saja, mereka selalu menunggu-nunggu kedatangan Haniyya di Jakarta.Mereka ingin melihat langsung Haniyya bukan dari fotonya.Apalagi, neneknya di Cirebon selalu menanyakan kapan pulang karena ingin lihat cucunya yang lahir di Prancis.Haniyya pulang ke Indonesia memang sudah tidak bayi lagi.Nanti usia Haniyya ketika pulang ke Jakarta sudah menginjak 15 bulan.
Aku hanya tinggal menghitung hari, seperti lagunya Krisdayanti.Ya, menghitung hari untuk meninggalkan Lyon seiring dengan selesainya studiku.Sedih rasanya meninggalkan Lyon yang sudah menjadi kampung keduaku.Bagi Haniyya, Vaulx en Velin dan Lyon adalah kampong halamannya.Di akte kelahirannya, tertulis tempat lahirnya di Vaulx en Velin.Residence Malval juga menjadi saksi cinta dan kebahagiaan kami berlabuh.Haniyya lahir dan besar di rumah Malval.Aku berharap Haikal maupun Haniyya suatu saat akan kembali ke Lyon untuk bisa lanjut studi di kemudian hari.Sebagaimana dialami oleh anak-anak mahasiswa Indonesia yang lahir di Prancis ketika ayah dan ibunya studi.Semangat menuntut ilmunya tak kalah dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sering mampir ke rumah kami.Haniyya dan Haikal memang sering bermain dan berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang sering datang dan main ke rumah kami.Aku berharap, semangat dan daya juang anak-anak muda tersebut untuk bisa studi ke Prancis bisa tertular pada anak-anakku.Cara menanamkan semangat ini memang cukup efektif dalam memori kedua anakku sejak kecil.Semoga kedua anakku bisa kembali menginjakkan kaki di negerinya Napoleon untuk mencatat sejarah baru bagi kehidupan mereka. Selamat ulang tahun Haniyya.Semoga menjadi anak yang sehat, solehah, pintar dan membahagiaan ayah bundanya.Do’a kami selalu menyertaimu.Amiin
Vaulx en Velin, 23 Januari 2014
Catatan ini dipersembahkan khusus untuk Haniyya Ashavelin Hidayat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H