Melihat fenomena booming batu akik, kecubung, panca warna dan sejenisnya, saya sebagai orang awam dan tidak/belum menyukai bebatuan ini melihat ada kemiripan antara seni pengasuhan anak dengan seni menikmati bebatuan ini.
Batu akik beserta teman-temannya, masing-masing memiliki daya tarik dan pesona yang berbeda-beda. Masing-masing punya ciri khas, warna, motif yang berbeda satu dengan lainnya. Begitu pula anak-anak kita. Mereka punya karakteristik yang berbeda pula. Kepribadian, bakat, temperamen, ketertarikan terhadap sesuatu yang juga unik. Berbeda satu dengan lainnya. Tugas kita sebagai orang tua adalah menggali, mengamati dengan seksama, mencari tahu apa dan di mana kelebihan dan potensi yang ada pada anak-anak kita. Seperti halnya para pecinta batu akik ketika mencari, memilah dan memilih batu yang menarik. Kemudian mereka menentukan pada sisi mana keelokan dari batu tersebut yang akan ditonjolkan.
Demikian juga anak-anak kita. Setelah kita tahu bakat, kelebihan, potensi dan ketertarikan anak-anak kita kemudian kita asah, kita latih, kita bina dan kembangkan sehingga potensi, bakat dan kemampuannya melejit; seperti halnya para pecinta batu melakukan proses gosok dan poles (gospol). Akhirnya harga bebatuan itu melangit; bahkan kadang nggak masuk akal bagi orang-orang seperti saya.
Sayangnya, tidak semua orang tua memiliki kemauan dan kemampuan seperti itu. Termasuk yang mana kita ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H