ojek sudah menjadi pilihan umum sebagai sarana transportasi. Mobilitas orang yang semakin cepat, membuat segalanya seperti berpacu dengan waktu.
Di zaman sekarang yang serba praktis,Ojek mempunyai kelebihan dibanding kita memilih naik mobil. Dengan membonceng motor kita bisa leluasa menyibak kemacetan untuk mempersingkat waktu sampai ke tujuan. Apalagi di Jakarta, tidak normal kalau tidak macet.
Saya pun menjadi pelanggan setia ojek. Sejauh ini saya menikmati perjalanan saya dengan santai. Bahkan terkadang ada hal-hal unik yang cukup menghibur.
Beberapa pengalaman bisa saya ceritakan, siapa tahu ada yang pernah mengalaminya juga.
- Dijemput ojek dengan motor Ninja
Suatu ketika saya memesan ojek online dan menunggu di depan kantor. Dan ternyata yang datang motor dengan model yang selama ini saya takuti. Saya bilang takut karena memang saya merasa tidak nyaman dengan model motor tinggi seperti itu.
Selain karena badan saya yang kecil sehingga agak kesulitan untuk naik, saya merasa motor jenis ini adalah motor khusus untuk orang yang berpasangan. Dengan area jok penumpang yang minimalis, kita harus tetap menjaga posisi tubuh agar tetap lurus dan berjarak dengan mas ojek.
Alhasil sepanjang perjalanan saya berjuang menjaga keseimbangan tubuh. Dan akhirnya sampai di tujuan dengan badan yang cukup pegal karena menahan berat badan saya sendiri.
 - Jok motor yang licin
Kali ini motor yang saya tumpangi sepertinya habis dicuci. Bersih kinclong. Tapi yang menjadi masalah adalah jok nya menjadi sangat licin.
Beberapa kali saya seperti terdorong ke depan. Apalagi bila melewati jalanan yang tidak rata. Terkadang helm yang saya pakai jadi beradu dengan mas ojek nya. Wah, saya jadi sibuk sendiri mencari pegangan di bawah jok untuk menahan agar duduk saya tidak bergeser. - Motor dengan papan iklan
Banyak kita temui sekarang motor yang dipasang iklan di bagian belakang. Dengan tambahan rangka di jok motor, mereka bisa menambahkan papan iklan berjalan.
Dari cerita mas ojek yang saya tanya, penghasilan tambahan dari pasang iklan di jok motor ini lumayan. Bisa Rp.300 ribu sampai Rp.500 ribu tiap bulan. Mereka harus mencapai jarak tertentu dan mendapat kompensasi.
Tapi bagi penumpang keberadaan papan iklan sangat mengganggu.
Untuk naik dan turun dari motor terasa susah. Bahkan mas ojek nya harus turun lebih dahulu baru saya bisa duduk di jok. Agak menggelikan sih ketika saya harus naik motor dengan cara seperti itu.
Saya sudah duduk manis di belakang, baru yang punya motor naik. - Helm tidak bisa dibuka
Semua ojek pasti menyediakan helm untuk penumpangnya. Saya termasuk orang yang tertib dengan memakai helm sesuai aturan. Dikancing.
Tapi begitu sampai di tempat tujuan, saya tidak bisa membuka kancingnya. Sepertinya sudah agak berkarat jadi keras.
Akhirnya mas ojek membantu saya membuka helm. Duh, so sweet sekali... Walaupun agak malu tapi terpaksa kan? - Ojek membawa anak
Dalam satu kesempatan saya mendapatkan ojek seorang bapak sambil membawa anaknya yang berumur sekitar 5 tahun. Sebelum saya naik beliau meminta maaf.
"Maaf mbak.. Saya membawa anak. Kalau mbak nya keberatan, di cancel tidak apa-apa," kata si Bapak.
Tentu saja saya tidak keberatan. Bahkan saya salut dengan beliau. Saya mendapat tambahan pelajaran hidup. Kasih sayang orang tua akan selalu ada dalam keadaan bagaimanapun.
Akhirnya sepanjang jalan saya malah mengobrol dengan adik kecil ini. - Diajak ngebut
Sampai di tempat tujuan dengan cepat tentunya menyenangkan buat penumpang ojek. Tapi bila caranya berbahaya dan melanggar aturan berlalu lintas tidak enak juga.
Entah kenapa kali ini ojek yang saya tumpangi tidak seperti ojek-ojek biasanya. Mas ojek nya seperti lagi galau. Membawa motor dengan ugal-ugalan  dan masuk jalur transjakarta. Tentu saja saya protes.
Tapi sepertinya mas nya sedang galau akut. Seolah-olah dia tidak mendengar protes saya dan terus saja berkendara semau dia. Akhirnya saya hanya bisa berharap baik-baik saja sampai di tujuan.
Semua kejadian unik itu saya nikmati saja. Sebagai bagian dari memahami hidup. Tidak semua yang kita temui adalah hal yang baik-baik saja.
Adakalanya kita dihadapkan pada riak-riak cerita dari orang-orang yang kita temui. Bisa menjadi hiburan, bisa menjadi pelajaran, tapi bisa menjadi bibit kejengkelan juga di saat kita sedang bad mood.
Tapi saya tidak kapok naik ojek.
Menumpang ojek bagi saya bisa jadi sarana belajar. Saya selalu mengobrol dengan mas ojek nya. Dari cerita yang mengalir ada pelajaran yang bisa saya jadikan cermin.
Belajar tentang hidup adalah seumur hidup.
Bisa dari siapapun dan kapanpun, dimanapun. Mendengar cerita para driver ojek, memberi perspektif yang berbeda dalam memandang kehidupan jalanan.