Mohon tunggu...
Rakhmasari Kurnianingtyas
Rakhmasari Kurnianingtyas Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba melukis cerita lewat aksara

belajar dari mendengarkan dan melihat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konflik Batin di Daerah Konflik

27 Maret 2022   14:10 Diperbarui: 27 Maret 2022   15:11 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah bangunan terbakar pada saat huru-hara terjadi di Kiwirok, akhir September lalu.(ANTARA)

Membaca berita di berbagai media tentang kejadian penyerangan di Papua membuat hati saya sedih. Selain karena itu jelas bukan berita gembira, saya memiliki keterikatan emosional dengan tanah Papua.

Sebagai seorang abdi negara, saya sudah disumpah untuk bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia. Baik di kota besar, kota kecil atau yang belum bisa disebut kota sekalipun. Dan itu terjadi ketika pada akhir tahun 2000 saya mendapat penugasan di kota Jayapura.

Tugas yang seketika mengguncangkan hati saya. Sebuah reaksi normal semua orang saat tiba-tiba harus pergi ke suatu tempat yang sangat jauh. Kebetulan saya asli Jawa dan belum pernah bertugas keluar dari Pulau Jawa.

Sebenarnya selain karena jarak yang tak terbayangkan, saat itu di Papua masih terjadi konflik bersenjata. Kota Jayapura pun tidak luput dari keadaan mencekam. Hal itulah yang membuat saya beberapa kali memundurkan jadwal keberangkatan karena situasi yang belum kondusif.

Saya tidak akan membahas konflik yang sarat dengan isu politik. Tapi pengalaman saya sebagai pendatang yang 'terpaksa' harus berada di tengah situasi yang kurang bersahabat.

Orang Papua (Foto : commons.wikimedia.org)
Orang Papua (Foto : commons.wikimedia.org)

Saya sudah menyiapkan hati saya untuk segala kemungkinan terburuk. Saya menghubungi seorang teman dan dijemput di bandara. Jangan dibayangkan bandara pada waktu itu seperti sekarang yang megah, indah dan rapi. 

Tahun 2000 bandara Sentani masih sangat kecil dan sederhana, belum ada pengaturan yang jelas antara kedatangan dan keberangkatan. Jadi saya cukup kesulitan untuk bisa bertemu dengan teman yang menjemput.

Saya hanya membawa 1 koper besar. Dokumen penting tidak ada yang saya bawa. Karena sudah diwanti-wanti oleh teman saya itu, "Jangan bawa barang banyak. Biar kalau ada apa-apa kita bisa melarikan diri dengan mudah." Kata-kata yang bagi saya saat itu sungguh menyeramkan.

Dalam perjalanan menuju kantor saya sangat menikmati kota Jayapura. Kota yang indah dikelilingi gunung dan tepat di pinggir pantai. Walaupun udara cukup panas di sana. Tidak nampak suasana mencekam seperti yang saya lihat di televisi. Tahun 2000 televisi masih menjadi media utama untuk mencari berita aktual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun