Mohon tunggu...
Rakha SyachHabibi
Rakha SyachHabibi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, Rakha Syach Habibi. Saya adalah mahasiswa aktif sejak tahun 2023 di Universitas Jember prodi Televisi dan Film. Memiliki ketertarikan pada bidang kreatif sejak SMA membuat saya melangkah sejauh ini. Selama masa perkuliahan saya semakin mendalami screenwriting dan copywriting. Menuangkan segala sesuatu yang menggangu pikiran dalam media tulis.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Kejatuhan Hollywood Sebagai Pusat Industri FIlm

15 November 2024   19:27 Diperbarui: 15 November 2024   19:32 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Hollywood adalah pusat industri perfilman dunia yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan hiburan global. Tidak mengherankan jika banyak orang dari berbagai penjuru dunia berlomba-lomba untuk merintis karir di sana, baik sebagai aktor, sutradara, penulis, maupun pekerja kreatif lainnya. Hollywood telah menjadi simbol dari mimpi dan ambisi banyak individu yang ingin mencapai kesuksesan dalam dunia perfilman. Selama bertahun-tahun, industri ini berhasil menciptakan berbagai karya besar yang diakui secara internasional, dari film-film ikonik hingga inovasi teknologi dalam produksi. Selain itu, Hollywood juga melahirkan banyak nama-nama besar yang menjadi legenda, baik di layar lebar maupun di dunia hiburan secara keseluruhan. Keberhasilan Hollywood dalam menghasilkan karya-karya luar biasa ini turut menjadikannya pusat budaya pop yang sangat berpengaruh, yang memengaruhi tren, gaya hidup, dan bahkan cara pandang masyarakat di seluruh dunia.

Akhir-akhir ini, banyak perbincangan mengenai Hollywood Strikes, yang mengakibatkan penurunan jumlah penonton di industri hiburan Hollywood. Para aktor dan pekerja kreatif di sana melakukan mogok kerja sebagai bentuk perjuangan untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Salah satu isu utama yang dihadapi oleh para aktor adalah ketidakadilan dalam hal gaji dan kondisi kerja yang tidak lagi memadai. Terlebih lagi, kontrak-kontrak kerja yang mereka tandatangani mencakup ketentuan-ketentuan yang terkait dengan penggunaan kecerdasan buatan (AI), yang semakin memengaruhi industri ini. Ketidakjelasan tentang bagaimana AI dapat digunakan dalam pembuatan film dan pengaruhnya terhadap pekerjaan manusia, serta potensi pengurangan gaji atau bahkan hilangnya pekerjaan, telah menjadi titik fokus dalam protes ini. Kondisi ini menciptakan ketegangan di kalangan para pekerja seni dan memunculkan tuntutan untuk perlindungan yang lebih baik terhadap hak-hak mereka di era digital dan teknologi maju ini.

Kejatuhan Hollywood juga semakin terlihat dengan menurunnya jumlah peminat yang tertarik untuk menonton film-film hasil karya Disney, yang selama ini telah menjadi salah satu raksasa industri perfilman di dunia. Para penonton merasa sudah muak dengan formula cerita yang itu-itu saja dan tidak ada variasi yang signifikan. Banyak film yang diproduksi mengikuti pola yang terkesan monoton dan repetitif, mengandalkan kisah-kisah lama yang tidak menawarkan sesuatu yang baru atau segar bagi penonton. Alih-alih memberikan inovasi dalam cerita, Disney lebih sering memilih untuk me-remake film-film klasik mereka, mengulang kembali cerita yang sudah ada tanpa menambahkan elemen-elemen yang bisa membuatnya lebih menarik atau relevan dengan zaman sekarang.

Selain itu, ada kritik yang berkembang tentang bagaimana Disney dan banyak studio besar lainnya kini lebih memilih untuk mengorbankan aspek-aspek penting dalam penceritaan, seperti kedalaman karakter dan perkembangan alur cerita yang kuat, demi memastikan film-film mereka dapat diterima oleh kelompok-kelompok tertentu di masyarakat. Hal ini sering kali membuat cerita terasa terfragmentasi dan kehilangan daya tarik universal yang dulu menjadi ciri khas mereka. Keputusan untuk memasukkan elemen-elemen yang lebih politis atau sosial dalam film, demi memenuhi ekspektasi segmen-segmen tertentu, terkadang mengorbankan kualitas cerita itu sendiri.

Fenomena remake film-film lama ini juga semakin memperburuk keadaan, karena alih-alih menciptakan kisah-kisah baru yang orisinal dan menginspirasi, Disney justru berfokus pada pengulangan yang terkesan lebih mudah dan aman secara finansial. Padahal, ini sering kali membuat film-film tersebut kehilangan daya tarik bagi penonton yang lebih mencari cerita yang segar, inovatif, dan menantang. Dengan begitu, penurunan minat terhadap film-film Disney dan produksi Hollywood secara keseluruhan menjadi semakin nyata, dan industri perfilman itu sendiri tampaknya sedang menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan relevansi dan kualitasnya di mata penonton masa kini.

Kejatuhan ini tidak hanya memengaruhi Disney, tetapi juga seluruh ekosistem Hollywood. Sebagai raksasa industri hiburan, Disney seharusnya menjadi motor penggerak bagi ide-ide menarik dan kreatif yang mengutamakan nilai artistik, bukan hanya fokus pada keuntungan komersial semata. Namun, penurunan minat terhadap film-film Hollywood yang cenderung mengandalkan remake dan formula yang sudah usang menandakan adanya krisis kreativitas di industri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Hollywood, yang dulunya dikenal sebagai pusat inovasi dan kualitas dalam perfilman, kini sedang menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan relevansi dan kualitasnya di era yang semakin cerdas dan kritis ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun