Indonesia masih menghadapi permasalahan tingginya angka kehamilan pada anak di bawah usia 18 tahun atau kehamilan remaja. Kehamilan di usia dini ini tidak hanya berdampak terhadap kesehatan ibu dan bayi, namun juga berpotensi mengakibatkan permasalahan sosial yang lebih luas.
Menurut data Kementerian Kesehatan pada 2020, tercatat ada sekitar 177 ribu ibu melahirkan pada kisaran umur 15-19 tahun. Angka tersebut merupakan 5,6% dari total kelahiran di Indonesia. Angka ini masih cukup tinggi dan mengkhawatirkan mengingat kehamilan di usia dini rawan mengancam kesehatan ibu dan janin.
Kehamilan remaja berpotensi menimbulkan komplikasi kehamilan dan persalinan, seperti perdarahan, aborsi, hingga risiko kematian ibu dan bayi. Selain itu, kehamilan dini juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri, baik secara fisik, mental, maupun psikososial.
Penyebab utama tingginya angka kehamilan remaja adalah kurangnya edukasi kesehatan reproduksi, perilaku seks bebas, pergaulan bebas, rendahnya kesadaran penggunaan kontrasepsi, serta faktor ekonomi dan budaya. Oleh karena itu, diperlukan upaya komprehensif untuk mengatasi permasalahan ini.
Pemerintah harus meningkatkan edukasi kesehatan reproduksi sejak dini, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Selain itu, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang ramah remaja juga perlu diperluas. Keterlibatan orang tua, guru, dan tokoh masyarakat dalam mengawasi dan membimbing remaja juga sangat penting.
Pencegahan kehamilan remaja bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran serta seluruh lapisan masyarakat. Dengan upaya bersama, kita dapat melindungi masa depan anak-anak Indonesia dan mencegah dampak negatif dari kehamilan dini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H